Materi Khutbah Terlengkap 2017: Sudah Terujikah Iman Kita
Khutbah Pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ
الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ
كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin
jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini,
marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2
dan 3:
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita
bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan
Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran
dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul
bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan
sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti
yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
" Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami
beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada
Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika
datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami
adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada
semua manusia”?
Hadirin jamaah
Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman
dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga
sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
" Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih,
bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan
diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita.
Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati
ujian yang berat.
" Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum
datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”
Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan
mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat
Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ
بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا
يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ
فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري).
...
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir
dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya
dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan
di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak
memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih
Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk
membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam
mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan
aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan
iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka,
mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan
nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya
atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita
tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita
sedikit pun belum ada?
Hadirin
sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat
macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah
untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam
untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang
betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus
menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan
apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
" Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim
Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan
dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat
berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan
sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan
kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan
berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh,
Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab
(pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara
wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
" Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia
khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap
kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya
bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita
yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka
yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang
dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi
telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti
punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan
Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan
untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam
yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir
yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika
keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci
seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas
imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal
sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia
telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini
perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat
pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman
keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat,
sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada
yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda,
sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan
lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan
cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti
itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba
memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja
dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja.
Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan
dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga
menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada
siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi
perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ
يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi
Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain
perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan
terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih
Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih
Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah
seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya.
Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit
yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya
yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis
tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah
dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang
setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama
delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia
memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami
Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan
dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk
menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah
menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang
ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52).
Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan
oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini
Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia
merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya.
Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega
menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi,
karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila
dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Sidang jamaah rahima kumullah…
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang
kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih
berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu
diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan
nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun
ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan
hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani
Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku
itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang
membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan
penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah
Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga
apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang
dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang
meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah
Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang
pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil
mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad,
Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan
dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun
penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para
shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh
saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian
orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus
sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di
Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi
serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan
memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian
terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka
memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena
mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang
dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi
(dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang
mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin
akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan
bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam
mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi
Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil
pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi
orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu
siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena
dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya
Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي
السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ
اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ
الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ
بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا
اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ
خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
Hadirin jamaah Jum’at yang
dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita
harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus
yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث
حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan
sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka
barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah
kemarahan Allah”. (HR.
At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan
At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan
kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada
kita. Amin.
إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ
رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ
قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ
أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ
عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ
عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ،
وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
0 Response to "Materi Khutbah Terlengkap 2017: Sudah Terujikah Iman Kita"
Post a Comment