Tenggelam Dosa di Dunia, Banjir Keringat di Akhirat
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Mungkin
Anda pernah berada dalam situasi yang sangat gerah, matahari memancarkan
sinarnya yang panas, sementara Anda berada di tengah desak-desakan dengan
banyaknya manusia di sekitar kita. Peluh keringat mengucur deras, tenaga serasa
terkuras dan tenggorokan serasa kering dan susah untuk bernapas. Tetapi, separah apapun yang pernah kita alami dan kita dengar itu semua tidak
sebanding dengan apa yang kelak dialami oleh banyak manusia tatkala pada hari
Kiamat, hari di mana manusia berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Panas
Makhsyar yang Membakar. Kelak, setelah manusia dibangkitkan, mereka semua akan
digiring ke satu tempat berkumpul (mahsyar) dalam keadaan tanpa alas kaki,
tanpa pakaian dan dalam keadaan tidak berkhitan. Tak ada satupun yang tercecer,
dari sejak manusia pertama hingga manusia terakhir dimuka bumi. Allah Ta’ala
berfirman;
“Dan
Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari
mereka.” (QS al-Kahfi 47)
Bahkan,
tak hanya manusia dan jin yang dikumpulkan kala itu, tapi juga hewan-hewan dan
binatang. Bayangkan
betapa banyak manusia kala itu, dikumpulkan dalam satu tempat yang sama.
Sementara mereka dalam keadaan berdiri, sedangkan matahari dekat sekali di atas
kepala manusia. Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam bersabda,
“(Ketika
itu) matahari didekatkan di atas makhluk dengan jarak satu mil.” (HR Muslim)
Sulaim
bin Amir yang meriwayatkan hadits tersebut berkata, “Demi Allah saya tidak tahu
makna ‘mil’ yang beliau maksud; apakah mil dengan pengertian satuan jarak di
bumi, atau makna ‘mil’ yang berarti alat yang dipakai untuk bercelak. Jika
sekarang matahari yang konon jaraknya dengan bumi sejauh 150.000.000 km saja
sudah kita rasakan panasnya, bagaimana lagi jika jaraknya hanya 1 mil saja,
atau bahkan 10 cm seperti panjang alat untuk bercelak.
Begitu
dekat jarak antara matahari di atas manusia, sementara manusia tak memakai alas
kaki, tak memakai sehelai benangpun di tubuhnya dan dalam keadaan tidak
berkhitan. Di dorong rasa malu yang tinggi, Aisyah radhiyallahu ‘anhu bertanya,
“Laki-laki dan perempuan sama wahai Rasulullah? Bagaimana jika mereka saling
lihat satu sama lain?” Rasulullah bersabda,
“Wahai
Aisyah, urusan yang mereka hadapi terlampau besar dari sekedar melihat satu
sama lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mereka
berdiri dalam keadaan demikian selama 50.000 tahun dalam hitungan dunia, dan
hanya ada siang saja, karena sekian lama itu hanyalah satu hari di akhirat.
Suatu kali Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca firman Allah Ta’ala
“Malaikat-malaikat
dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh
ribu tahun.” (QS
al-Ma’arij 4)
Lalu beliau bersabda,
“Bagaimana
kiranya tatkala Allah mengumpulkan kalian sebagaimana mengumpulkan anak panah
dalam kinanah (wadahnya) selama limapuluh ribu tahun kemudian Allah tidak mau
melihat kalian?” (HR
al-Hakim beliau mengatakan shahih, disepakati pula oleh adz-Dzahabi dan
al-Albani)
Manusia
berdesak-desakan saking banyaknya, terik matahari membakar kulit manusia yang
tanpa pakaian saking dekatnya, kepayahan tak terperi dirasakan lantaran berdiri
begitu lamanya, rasa haus mencekik tenggorokan mereka. Tak ada tempat berteduh,
tak ada pilihan tempat untuk bergeser, Tak ada waktu untuk duduk, apalagi
berbaring, hingga keringat mengucur dari sekujur tubuh. Terjadilah banjir
keringat yang makin menambah penderitaan manusia. Andai saja manusia bisa
pingsan seperti di dunia, tentu ia bisa rehat.
Namun
tak lagi berlaku pingsan atau tidur di akhirat. Andai saja manusia ketika bisa
terbakar kemudian mati, tentulah segera usai penderitaan. Akan tetapi, mati tak
berlaku lagi setelah kematian di dunia, sedangkan penderitaan bisa dirasakan
dengan ‘sempurna’. Belum lagi mereka masih mengkhawatirkan apa yang kelak
diputuskan Allah atas mereka. Ingin sekali mereka menjadi seperti binatang yang
tidak dimintai pertanggungjawaban. Yang tatkala mereka dikumpulkan di maskhsyar
lalu dijadikan tanah oleh Allah, dan selesai sudah urusan mereka. Demi melihat
bagaimana hewan-hewan dijadikan tanah, Allah mengisahkan tentang mereka,
“Alangkah
baiknya sekiranya aku menjadi tanah”. (QS an-Naba’ 40)
Kadar
Keringat Sesuai Kadar Maksiat. Mereka merasakan dampaknya sesuai dengan kadar
dosa mereka. Semakin banyak mencicipi dosa di dunia dan tenggelam dalam
syahwatnya, maka semakin dalam ia tenggelam oleh keringat di akhirat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Maka
manusia akan tenggelam dalam keringat sesuai kadar amalnya. Ada yang keringatnya
membanjiri hingga mata kakinya, ada yang tenggelam hingga lututnya, ada yang
sampai pinggulnya dan ada yang benar-benar tenggelam oleh keringatnya, “ Beliau
bersabda sembari mengisyaratkan tangannya ke mulutnya.” (HR Muslim).
Saking
banyaknya keringat manusia, maka bumi menjadi basah karenanya. Bahkan banjir
melanda bawah bumi, di mana keringatmanusia ditelan bumi hingga kedalaman
tujuhpuluh hasta, sementara di atas bumi banjir keringat mencapai mulut atau
bahkan telinga manusia.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Manusia berkeringat pada hari Kiamat hingga keringatnya meresap ke
dalam bumi sedalam 70 hasta, sementara mereka tenggelam oleh keringat hingga
mencapai telinga.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Maka
hakikatnya, setiap satu dosa yang dijamah manusia, artinya ia sedang menambah
kadar keringat di akhirat yang berarti dirasakannya satu kadar rasa penat.
Maka, silakan manusia bermaksiat sesuai dengan kadar kepayahan yang ingin
dirasakan di akhirat. Balasan di akhirat, setimpal dengan kadar dosa ataupun
taat di dunia. Andai saja kita banyak mengingat hal ini, tentu dosa akan
tercegah. Andai saja hati kita senantiasa terjaga, bahwa keringat yang mengucur
di dunia karena taat bisa meringankan penderitaan di hari itu, tentulah kita akan
bersemangat di dalam taat.
Tak
ada yang bisa menyelamatkan manusia dari penderitaan itu selain amal kebaikan
yang mereka lakukan. Orang-orang mukmin yang konsisten dengan keimanannya. Bagi
mereka ada keteduhan, ada kemudahan dan keringanan. Pernah seorang sahabat
bertanya, “dimanakah orang-orang mukmin ketika itu?” Nabi shallallahu alaihi
wasallam menjawab,
“Diletakkan
untuk mereka kursi-kursi dari cahaya, lalu awan menaungi atas mereka sehingga
hari itu dipendekkan atas orang-orang mukmin serasa sesaat di siang hari.” (HR Ibnu Hibban, al-Albani mengatakan
haditsnya hasan).
Di
saat para penghuni makhsyar berada di puncak kehausan, orang-orang mukmin bisa
mendapatkan fasilitas minum di telaganya Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, sebagaimana masing-masing Nabi juga memiliki haudh (telaga) yang
disediakan bagi umatnya yang taat. Di saat yang lain merasa penderitaan yang
terasa sangat-sangat lama, maka hal itu dirasakan ringan oleh orang-orang yang
beriman, terasa singkat pula peristiwa besar itu dijalani. Abdullah bin Amru
bin Ash radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda,
“Telagaku
(panjang dan lebarnya) adalah satu bulan perjalanan, airnya lebih putih
daripada susu, aromanya lebih harum daripada kesturi, bejananya sebanyak
bintang di langit, barangsiapa yang minum darinya, ia tidak akan merasa haus
selamanya.” (HR.
Bukhari)
Mereka
tidak haus, tidak lapar dan tidak kepanasan, semoga Allah memasukkan kita ke
dalamnya. Aamiin.
Bulukumba, 1 September 2017
Wallahu a’lam bishowab…
0 Response to "Tenggelam Dosa di Dunia, Banjir Keringat di Akhirat"
Post a Comment