Amalan yang Tetap Bermakna
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Berhati-hatilah
bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut
merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah
yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia
hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang
disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak
demikian halnya ketika pertolongan ALLAH
datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya
bersenang-senangnya bersama ALLAH
malah menghilang.
Bagi yang
amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi
meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika
sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan
yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya.
Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub
kepada ALLAH sebagai bentuk ungkapan
rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.
Atau
ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau
disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat
sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian
dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus.
Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita
ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas
dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang
ikhlas dalam beramal.
Hal ini
berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam
dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus
berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud
merindukan pertolongan ALLAH.
Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia
semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang
yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak
ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang
kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang
lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh
suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa
tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi
orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala
amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka,
bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas
niatnya lurus kepada ALLAH saja.
Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim,
ya ALLAH semoga aktivitas duduk ini
menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLAH atas nikmatnya berupa karunia bisa
duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas
duduk ini sarana taqarrub kepada ALLAH.
Karena
banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan
pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah
heran bila suatu saat ALLAH memberi
peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa
aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLAH
karuniakan kepada kita.
Begitupun
ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati
yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLAH-lah
yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan
curahan nikmatnya.
Kalau
membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLAH. Ketika membeli kendaraan, niatkan
karena ALLAH. Karena menurut
Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLAH, 2) Kendaraan untuk setan, 3)
Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai
untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLAH. Tapi kalau sekedar untuk pamer,
ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya
sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka
inilah kendaran untuk diri sendiri.
Pastikan
bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLAH. Karenanya bermohon saja kepada ALLAH, "Ya ALLAH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk
menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan
dalam menjaga amanah". SubhanALLAH bagi orang yang telah meniatkan
seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan
semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLAH. Sebaliknya jika digunakan untuk
maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.
Kedahsyatan
lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal,
walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya.
Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan
mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLAH
saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLAH".
Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan,
bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLAH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya
doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya,
ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia
akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira
karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud
dan tidak dibangunkan oleh ALLAH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLAH pasti akan memberikan pahalanya.
Mungkin ALLAH tahu, hari-hari yang
kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLAH
Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLAH
juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita
terlalu banyak. Hanya ALLAH-lah yang
menidurkan kita dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang
dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai,
dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. subhanallah.
Sumber : Ceramah & Nasehat K.H. Abdullah Gymnastiar
0 Response to "Amalan yang Tetap Bermakna"
Post a Comment