Pentingnya Keberadaan Dokter di Negara Khilafah
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
“Sesungguhnya
manusia tidak diberikan sesuatu yang terbaik sesudah keyakinan (iman) kecuali
kesehatan.” (Musnad
Ahmad, Juz 1, Hal. 37).
“Mohonlah kepada Allah
keselamatan dan kesehatan. Sesungguhnya tiada sesuatu pemberian Allah sesudah
keyakinan (iman) lebih baik daripada kesehatan”. (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam menempatkan kesehatan sebagai nikmat yang terbaik
sesudah nikmat keimanan. Subhanallah. Ketika dikarunia nikmat iman dan nikmat
sehat, maka sudah sepantasnya amanah tersebut digunakan hanya untuk
perkara-perkara yang menuju kepada ketaatan.
Kesehatan
menjadi hal yang istimewa setelah keimanan. Tidak sedikit ulama yang membahas
mengenai kesehatan dan pentingnya menjaga kesehatan. Ibnul Qayyim Al Jauziyah
dalam Kitabnya Ath-Thibbun Nabawi, beliau menjelaskan bahwa penyakit ada 2
macan yaitu penyakit hati dan penyakit jasmani. Kedua penyakit itu disebutkan
dalam Al-Quran.
Penyakit
Hati sendiri terbagi menjadi dua : (1) Penyakit syubhat yang disertai
keragu-raguan dan (2) penyakit syahwat yang disertai kesesatan. Berkenaan dengan penyakit
syubhat, Allah berfirman,
“Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya” (QS. Al-Baqarah: 10)
Allah juga berfirman, “Supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit
dan orang-orang kafir (mengatakan), “Apakah yang dikehendaki Allah dengan
bilangan ini sebagai perumpamaan.” (QS. Al-Mudatsir: 31)
“Semua ayat ini berkaitan
dengan penyakit syubhat dan keraguan. Adapun penyakit syahwat, difirmanka oleh
Allah, “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain,
jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya…” (QS. Al-Ahzab: 32).
Ayat
ini berkenaan dengan penyakit syahwat zina. Berkenaan dengan penyakit jasmani,
Allah berfirman,
“Tidak
ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula)
bagi orang sakit.” (QS. An-Nur:
61).
Perhatian
ulama terhadap kesehatan sedemikian besar. Maka sejarah pun mencatat bahwa
dokte mempunyai posisi yang dekat dengan khalifah :
“Dokter
memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Islam. Mereka menjadi salah
satu orang yang dekat dengan para khalifah dan hakim. Bahkan ada di antara para
dokter yang menjadi menteri yang terpercaya.”
Imam Syafi’i pun berkata,
“Janganlah
sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di sana ulama yang
bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang
memberitahukan mengenai keadaan (kesehatan) badanmu.” (Adab Asy-Syafi’i wa manaqibuhu hal. 244,
Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1424 H, Syamilah)
Pentingnya
keberadaan ulama dan dokter di negara Khilafah sudah menjadi sebuah
keniscayaan. Oleh karena itu keberadaan ulama dan dokter di negara Khilafah
yang akan datang pun harus menjadi prioritas, mengingat jumlah dokter spesialis
di negeri ini masih minim. Mendukung para pejuang syariah dan khilafah menjadi
dokter ideologis menjadi sebuah keharusan karena memang ilmu kedokteran telah
menjadi perhatian ulama. Bahkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa ilmu kedokteran
termasuk ilmu syar’i.
Imam Asy-Syafi’i
rahimahullah berkata,
“Saya
tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebih berharga
selain ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita” (Siyar A’lam An-Nubala 8/528, Darul Hadits,
Kairo, 1427 H, Syamilah).
Hari
ini, 90 tahun sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, ilmu
kedokteran masih berkembang di Barat. Seluruh dunia hampir merujuk ke Amerika
dan Eropa dalam hal perkembangan ilmu kedokteran. Mempelajari ilmu kedokteran
bagi muslim adalah fardhu kifayah.
Akan
tetapi bagi dokter ataupun mahasiswa kedokteran menjadi fardhu ‘ain untuk
mempelajari ilmu ini. Mendalami ilmu Penyakit Dalam bisa jadi fardhu kifayah
bagi dokter umum, namun menjadi fardhu ‘ain bagi dokter Spesialis Penyakit
Dalam.
Mendalami
penyakit endokrin bagi dokter spesialis penyakit dalam bisa jadi fardhu kifayah
tetapi menjadi fardhu ‘ain bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Endokrin.
Hal ini menjadi hal yang wajar karena luasnya ilmu kedokteran menjadikan ilmu
ini terus mengalami pembaruan dari tahun ke tahun dan membutuhkan spesialisasi
bahkan sub spesialis. Imam
Syafi’i pun menyebut ilmu kedokteran sebagai ilmu syar’i. Beliau rahimahullah
berkata,
“Umat
Islam telah menyia-nyiakan sepertiga ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya
kepada umat Yahudi dan Nasrani.” (Siyar A’lam An-Nubala Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Kairo, 1427 H,
Asy-Syamilah)
Syaikh Muhammad
Ast-Syinqitiy rahimahullah berkata menjelaskan perkataan Imam Asy-Syafi’i,
“Mengapa
sepertiga ilmu? Karena ilmu syar’i ada dua : (1) ilmu yang berkaitan dengan
keyakinan, dan (2) ilmu yang berkaitan dengan badan dan anggota badan.
Maka
menjadi, ilmu dzahir dan ilmu batin. Ilmu tauhid dan cabangnya yang merupakan
realisasi dari tauhid. Maka dua ilmu ini adalah pengobatan ruh dan jasad.
Tersisa pengobatan badan dari bagian ilmu dzahir yaitu ilmu ketiga. Inilah yang
dimaksud oleh perkataan Imam Asy-Syafi’i dari pemahamannya,
“Umat
Islam telah menyia nyiakan sepertiga ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya
kepada umat Yahudi dan Nasrani.”
Yaitu
maksudnya butuh terhadap orang Yahudi dan Nashrani (jika ingin berobat, karena
tidak ada/sedikit kaum muslim yang menguasai ilmu kedokteran).” (Durus Syaikh
Muhammad Asy-Syinqitiy)
Meskipun
perkataan ulama bukan sebuah dalil, namun beliau seorang yang ahli dalam ilmu
hadits dan ilmu fiqih. Maka pendapat beliau pun insya Allah lebih berhati-hati
daripada pendapat kita yang sangat jauh derajat keilmuannya dibanding beliau. Menjadi
sangat istimewa ketika ilmu tersebut adalah ilmu syar’i. Beliau rahimahullah
berkata,
“Menuntut
ilmu (ilmu syar’i) itu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shahih Jami’ Al-Bayan 31/48).
Orang
yang mengerjakan shalat sunnah dan semisalnya, tidak ada yang merasakan
manfaatnya kecuali hanya dirinya sendiri.
Menjadi dokter itu biasa
Menjadi dai saja pun biasa
Menjadi dokter dan dai itu luar biasa
Menjadi dokter dan dai selevel Ibn Qayyim Al-Jauziyah itu istimewa
Menjadi dai saja pun biasa
Menjadi dokter dan dai itu luar biasa
Menjadi dokter dan dai selevel Ibn Qayyim Al-Jauziyah itu istimewa
Bulukumba, 12 September 2017
Muhammad Akbar bin Zaid
Wallahu a’lam bishowab…
0 Response to "Pentingnya Keberadaan Dokter di Negara Khilafah"
Post a Comment