Bersihkan Hati dari Iri dan Dengki
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah
Islamiyah)
Lihatlah
suasana orang yang dilanda iri dengki, hatinya selalu risau dan larut dalam
kebencian. Terlebih lagi jika orang yang didengki memperoleh keberhasilan dan
mendapat nikmat. Inginnya nikmat tersebut segera sirna musnah tak berbekas.
Jika dibiarkan, perasaan iri akan menjadi menjadi bibit dosa lain dan awal
bergulirnya pelanggaran perintah Allah. Iblis menjadi mahluk terlaknat berawal
dari iri, begitu pula pembunuhan pertama yang dilakukan manusia juga
bermotifkan iri.
Rasa
iri bisa membuat orang gelap mata dan memandang selalu dengan suudzan. Kadang
kebencian ini ditularkan kepada orang lain. Dikatakannya bahwa keberhasilan
yang diraih orang yang dibencinya lewat jalan yang tidak benar. Ada juga yang
mencibir, menebar fitnah bahkan membuat makar. Bila sudah begitu iri hati
lebih berbahaya daripada sakit kronis yang susah diobati.
Dengki
timbul karena tiupan setan, karena itu segera redam dengan ber-taawwudz kepada
Allah. Caranya dengan membaca ayat kursi dan muawwidzatain. Atau membaca,
“Audzu bikalimatillahi at tammah min syarri ma khalaq.” (aku berlindung kepada
kalimat allah yang sempurna dari kejelekan mahluk-Nya). Selagi iri hati belum
berkobar, hentikan sekarang juga dan jangan teruskan!
Takdir
Allah Tak Pernah Salah.
Seorang
ahli hikmah mengatakan, jika dilihat dari sisi takdir orang yang iri berarti
sedang menantang tuhan. Alasannya ialah; pertama, membenci nikmat-Nya yang
diberikan kepada orang lain. Kedua, merasa bahwa Allah tidak adil dalam membagi
karunia. Ketiga, menganggap bahwa Allah bakhil terhadap dirinya. Keempat,
menganggap hina hamba Allah dan menyanjung dirinya sendiri dan kelima, lebih
menuruti bisikan iblis daripada perintah Allah. Rasa iri dengki tersebut muncul
karena melihat orang lain memiliki kelebihan yang tak ia miliki. Bisa jadi
berupa harta, bakat atau keahlian tertentu. Kebencian ini menjadi lebih besar
bila orang yang didengkinya lebih rendah kedudukannya.
Semua
nikmat dan kelebihan yang dimiliki hamba tak lain adalah bagian dari qadha’ dan
qadar. Manusia tidak dikatakan beriman jika tidak mengimaninya. Allah memiliki
sifat al ‘alim (dzat yang maha tahu) yang menentukan segalanya dengan ilmu-Nya.
Karena itu memberi hambanya segala sesuatu yang terbaik baginya. Tugas manusia
adalah meyakini sepenuhnya bahwa semua kenikmatan tersebut berasal dari Allah
dan dibagikan sesuai dengan hikmah.
Tidak
semua nikmat dapat membuat hamba bersyukur. Ada hamba yang lebih baik miskin
daripada kaya. Sebab kemiskinan dapat membuatnya bersyukur bukan kekayaan.
Misalnya adalah Qarun, yang dapat beriman tatkala miskin tapi melupakan Allah
saat kunci-kunci gudang hartanya tidak sanggup dipanggul tujuh orang. Ada pula
yang lebih tepat kaya, karena mampu mengatur kekayaannya sesuai tuntunan agama,
misalnya sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Allah berfirman yang
artinya,
“Dan
Jikalau Allah melampangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentunya mereka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendakinya
dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi
Maha Melihat.” (QS.
As Syura: 27)
Syukuri
Apa yang Ada.
Iri
dan dengki membuat diri sendiri lupa terhadap banyaknnya nikmat yang diperoleh
dan kelebihan yang dimiliki, hanya saja bentuk dan proporsinya berbeda. Ia
lebih fokus pada kekurangannya bukan potensinya. Ia merasa kurang dan lemah,
padahal bisa jadi orang yang didengki merasa tak lebih beruntung dari orang
yang mendengki. Seperti itulah godaan setan, membisikkan bahwa ‘rumput tetangga
lebih hijau’. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa tuntunan nafsu akan terhenti
saat yang diinginkan dapat diperoleh. Sebab, tabiat nafsu selalu merasa kurang.
Karena
itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan selalu melihat ke
‘bawah’. Agar kita selalu sadar bahwa ada banyak orang yang lebih sulit
keadaannya. Sehingga kita mensyukuri apa yang telah dimiliki.
“Jika
salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan
rupa, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Batin
akan merasa tenang bila dapat menyeimbangkan antara keinginan dan kenyataan.
Dengan bersabar dan bersyukur ujian Allah dapat dilalui dengan mudah. Alkisah,
seorang wanita cantik menikah dengan pria yang buruk rupa. Semua orang
menyayangkan dan mencibir. Bahkan ada yang berkata bahwa si wanita terkena
guna-guna. Tapi hal itu tak dapat membuat suami-istri tersebut goyah. Suatu
hari sang istri berkata kepada suaminya, “Suamiku allah memberi ujian kepadamu
berupa istri yang cantik, bersyukurlah. Sedangkan aku diuji dengan anda tapi
aku bersabar. Kita berdua mendapat pahala.”
Arahkan
Kepada yang Positif
Segala
sesuatu tidak terjadi secara instan. Seseorang tidak begitu saja terlahir
pintar tanpa belajar. Orang yang pandai berceramah juga melalui proses. Orang
punya banyak teman karena pandai menjaga sikap dan tingkah lakunya. Intinya
keahlian diperoleh dari latihan yang tekun dan kontinyu. Kadang, itu semua
dilihat sebagai bakat dan telah ada sejak lahir, namun pada hakekatnya hal itu
adalah rahmat dan kemudahan dari Allah Subhana wata’ala. Kullun muyassarun lima
khuliqa lahu (setiap manusia dimudahkan menuju untuk apa ia diciptakan). Jangan
lihat hasilnya tapi proses untuk mencapainya, begitu berat dan kadang
mengharukan.
Bila
melihat orang lain beroleh nikmat kenapa rasa iri yang harus muncul? Alangkah
indahnya jika turut merasa bahagia. Hati akan merasa lebih tenang dan
ikatan ukhuwwah menjadi kian erat. Rasulullah shalallahhu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tidak
sempurna iman seorangpun dari kalian hingga mencintai untuk saudaranya apa yang
ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ini
adalah tingkatan iman yang tinggi. Untuk menggapainya dengan melatih diri
dengan sifat itsar (altruisme), mementingkan orang lain dibanding diri sendiri.
Bulukumba, 13 September 2017
Muhammad Akbar bin Zaid
Wallahu a’lam bishowab…
0 Response to "Bersihkan Hati dari Iri dan Dengki"
Post a Comment