Kesalahan Yang Terjadi Di Bulan Ramadhan
Umat Islam sepakat bahwa
al-Quran dan sunnah merupakan referensi syariat dalam Islam. Seluruh syariat
yang dijalankan harus selaras dengan dua referensi tersebut. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Aku tinggalkan kepada
kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat jika berpegang teguh dengannya,
Al Quran dan As-Sunnah.” [HR
Hakim, sanadnya hasan].
Kendati ada referensi
yang menjadi dasar dari sebuah ibadah, namun kita biasa mendapatkan kesalahan
dan penyelisihan masyarakat dalam beribadah, hal ini dilatarbelakangi oleh dua
sebab:
Pertama: Dangkalnya ilmu agama, sehingga terjatuh dalam perkara yang
menyelisihi atau yang tidak disyariatkan oleh referensi tersebut.
Kedua: Antusiasme dan semangat yang besar dalam melaksanakan ibadah
tanpa disokong pengetahuan agama.
Kesalahan Yang Terjadi di Bulan Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan yang agung, adalah hal yang wajar jika
keagungan dan keutamaan bulan ini membangkitkan semangat kaum muslimin dalam
beribadah kepada Allah, namun terkadang antusiasme yang besar menjatuhkan
mereka dalam kesalahankesalahan dalam beribadah. Oleh karena itu perlu
penjelasan untuk mengoreksi dan memperbaiki keadaan ini demi menyadarkan kaum
muslimin. Kesalahan itu antara lain:
1. Tradisi kenduri dan selamatan sehari sebelum Ramadhan
Bergembira dengan datangnya bulan.
Ramadhan adalah hal yang terpuji, bahkan merupakan bagian
dari iman, karena menunjukkan perasaan dan ungkapan hati terhadap ibadah yang
Allah perintahkan kepada kita. Namun ekspresi kegembiraan itu seyogianya sesuai
dengan batasan-batasan syariat.
Tradisi kenduri yang marak dalam masyarakat Islam Indonesia
-ataupun belahan dunia yang lainnya- tidak ada contohnya dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan kurang sesuai dengan tujuan sikap gembira yang
sesuai syariat, karena kegembiraan dalam ritual itu ditampakkan hanya pada
permukaan saja, namun tidak menyentuh relung-relung hati.
Yang dimaksud gembira dalam menyambut bulan Ramadhan ialah
kelapangan hati ketika bulan Ramadhan datang berselang, yang kemudian membias
pada anggota tubuh, diiringi dengan upaya untuk menyiapkan diri secara mental,
ilmu, dan jasmani untuk menyongsong ibadah yang mulia ini.
Jika kita sepakat dengan makna gembira di atas, maka bentuk
gembira yang seharusnya diekspresikan adalah memperbanyak kajian ilmu tentang
ibadah yang disyariatkan di bulan suci ini seperti puasa, zakat fitrah,
i’tikaf, dan lain sebagainya, baik dengan cara mengikuti daurah (pelatihan),
membaca buku, bertanya kepada para ustadz, dan untuk menyempurnakan persiapan,
akan sangat baik jika menyemarakkan bulan Sya’ban dengan puasa sunnah.
2. Memperbanyak tidur dan santai.
Salah satu kekhususan bulan Ramadhan adalah bulan ibadah.
Maka seyogianya, yang menjadi aktivitas utama seorang muslimin adalah
memperbanyak ibadah kepada Allah. Sangat banyak ibadah yang bisa kita
laksanakan di bulan yang mulia ini.
Di antara fenomena yang sangat nampak di bulan Ramadhan
adalah semakin banyaknya jatah tidur dan waktu santai bagi sebagian kaum muslimin,
sehingga muncul kesan bahwa Ramadhan adalah bulan bermalas-malasan dan bulan
banyak tidur. Ditambah lagi dengan tradisi jalan santai setelah shalat Shubuh
yang “booming” ketika Ramadhan tiba serta kebiasaan ngabuburit menjelang
berbuka puasa. Ditambah lagi dengan suguhan televisi dengan acara-acara yang
semakin “menarik”, yang seakan memanjakan matamata pemirsanya. Akibatnya banyak
dari kaum muslimin yang menghabiskan waktu di bulan Ramadhan dengan menonton
televisi.
Tentunya hal ini sangat kontras dengan yang diajarkan oleh
Islam. Pada hakikatnya agama ini ingin menanamkan semangat beribadah dan
membangkitkan militansi kaum muslimin dalam bertaqarrub kepada Allah, dan hal
ini sangat nampak nyata ketika kita mengkaji hadits-hadits tentang keutamaan bulan
Ramadhan, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar
gembira kepada para sahabat jika bulan Ramadhan datang berselang.
Hal ini untuk memotivasi kaum muslimin untuk menjadikan bulan
Ramadhan sebagai ajang untuk memperbanyak ibadah dan momen untuk memperbaiki
diri sehingga seorang muslim bisa mencapai derajat takwa. Ditambah lagi dengan
keanekaragaman ibadah yang ditawarkan di bulan yang mulia ini, seperti ibadah
puasa, shalat tarawih, umrah, zakat, i’tikaf, membaca Al Quran, menyiapkan buka
puasa dan lain sebagainya.
Hal ini menguatkan indikasi bahwa Ramadhan adalah bulan jihad
dan mujahadah, bahkan sejarah mencatat bahwa sebagian jihad (perang) terjadi di
bulan Ramadhan, seperti: perang Badar dan Fathu Mekkah (penaklukan kota Mekkah).
3. Memajukan sahur atau mengakhirkan berbuka.
Di antara sunnah puasa adalah menyegerakan berbuka puasa dan
mengakhirkan sahur, dan hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mempercepat
berbuka dan mengakhirkan sahur” [HR.
Ahmad].
Di antara kesalahan yang banyak terjadi di bulan Ramadhan
adalah memajukan waktu sahur Sebagian kaum muslimin melaksanakan sahur pada
pukul 01.00 atau 02.00 dini hari, padahal waktu sahur yang terbaik adalah
ketika dekat dengan waktu adzan shalat Shubuh, maka disunnahkan untuk sahur
pada waktu-waktu tersebut. Salah satu kesalahan dalam masalah ini adalah
keyakinan bahwa waktu imsak yang biasanya 5 menit sebelum adzan adalah waktu
memulai puasa. Allah berfirman yang artinya:
”Dan makan minumlah hingga jelas bagimu benang putih (fajar
shadiq) dan benang hitam (gelapnya malam), yaitu ( terbitnya) fajar
(shadiq).” [QS. Al-Baqarah : 187]
Dan waktu terbitnya fajar shadiq adalah waktu dikumandangkannya
adzan untuk shalat Shubuh. Termasuk dalam kesalahan adalah mengakhirkan berbuka
dengan anggapan bahwa hal ini lebih sempurna.
4. Tradisi Memperingati Nuzulul Qur’an.
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah mencintai alQuran
dan mengagungkannya, bahkan cinta seseorang kepadanya merupakan salah satu ciri
keimanan. Yang dimaksud dengan mencintai al-Quran adalah mengimaninya dan
berinteraksi dengannya, baik dengan banyak membacanya, mentadabburinya,
mempelajari makna dan penafsirannya, mengamalkannya serta berhukum dengannya.
Ramadhan adalah momentum untuk meningkatkan kecintaan dan
keimanan kita kepada al-Quran, karena Ramadhan bulan yang sangat identik dengan
Al Quran, bahkan ia disebut dengan Syahrul Qur’an, karena di bulan Ramadhanlah
kitab yang agung ini diturunkan, Allah berfirman yang artinya:
”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan alQuran,
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan bagi petunjuk itu serta pembeda
(antara yang hak dan batil).” [ QS
Al-Baqarah : 185]
Kendati ada kesepakatan tentang kewajiban mengimani dan
mencintai al-Quran, namun yang menjadi permasalahan adalah aplikasinya.
Sebagian kaum muslimin terjebak pada aplikasi semu semata, yaitu dengan
menyemarakkan seremonial “Nuzulul Qur’an” di bulan Ramadhan, tanpa ada upaya
nyata untuk meningkatkan kualitas interaksi terhadap al-Quran; berupa bacaan,
memperbanyak hafalan, kajian, penafsiran, pengamalan dan berhukum kepadanya.
Padahal inilah esensi keimanan dan kecintaan kepada alQuran
sebagaimana dicontohkan para ulama salaf kita dari kalangan sahabat, tabi’in
dan ulama-ulama setelah mereka. Karena keberkahan al-Quran dan kemukjizatannya
akan muncul dengan interaksi tersebut. Kita perlu khawatir terhadap praktek
mencintai dan mengimani al-Quran dengan model peringatan nuzulul Qur’an, bisa
jadi hal ini termasuk dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
”Barang siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dalam
perkara kita (syariat), maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Baca Juga: Membangun Keluarga yang Islami di Bulan Ramadhan
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Kesalahan Yang Terjadi Di Bulan Ramadhan"
Post a Comment