Interaksi Salaf Dengan Al-Qur’an Di Bulan Ramadhan
Setiap muslim pasti
mengenal kemuliaan para salaf, mulai dari sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, tabi'in dan ulama-ulama terdahulu yang mengikuti jejak
mereka. Tingginya kualitas iman mereka terlihat jelas dari mulianya kepribadian
serta indahnya akhlak mereka. Salah satu kunci rahasia kemuliaan mereka adalah
al-Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah
mengangkat derajat suatu kaum dengan
al-Quran dan merendahkan derajat kaum yang lain dengan al-Quran
juga."[HR. Muslim].
Bagaimana para salaf
berinteraksi dengan al-Quran sehingga mendapatkan kemuliaan tersebut?
Kegembiraan salaf bersama al-Quran
Interaksi seseorang terhadap sesuatu tergantung kepada
kondisi hatinya. Sikap atau interaksi ketika hati senang dan gembira tentu
berbeda dengan interaksi ketika hati sedih atau tak acuh.
Para sahabat dan tabi'in serta orang-orang yang mengikuti
jejak mereka sangat bergembira dengan al-Quran, kitab yang menjamin kebahagiaan
dunia dan akhirat, tiada kitab yang dapat menyamainya karena ia adalah
kalamullah. Allah Ta'ala berfirman yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:"Dengan
kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan." [QS. Yunus : 56-57]
Keagungan al-Quran
Tiada cinta tanpa pengagungan. Bukti cinta sejati adalah
pengagungan dalam hati dan terwujud dalam perilaku anggota badan. Kegembiraan
salaf terhadap al-Quran bukan hanya perasaan bangga memiliki kitab suci yang
menyempurnakan kitabkitab suci para nabi sebelumnya, namun kegembiraan mereka
dilandasi kecintaan yang terlahir dari sebuah pengagungan.
Takzim atau rasa pengagungan inilah yang akan membedakan
setiap muslim dalam berinteraksi dengan al-Quran. Semakin besar dan sempurna
takzim seseorang terhadap al-Quran maka akan semakin menyempurnakan kualitas
dan kuantitas interaksinya dengan al-Quran.Sebaliknya, penyebab terbesar sikap
berpaling dari al-Quran adalah lemah atau bahkan tidak adanya rasa takzim
terhadapnya.
Bagaimana menumbuhkan dan memupuk rasa takzim?
Takzimul Quran (mengagungkan al-Quran) tumbuh dari
pengetahuan seseorang akan keagungan dan kesempurnaan al-Quran. Salah satu ayat
yang merangkum keagungan dan kesempurnaan al-Quran adalah firman Allah Ta'ala
dalam surat Al-Baqarah ayat 2. Ayat tersebut merangkum kesempurnaan dan
keagungan alQuran dalam empat hal:
1.
Kesempurnaan
kedudukannya
Hal ini diisyaratkan dengan huruf isyarah (kata tunjuk) “ذلك”yang artinya “itu”
(kata tunjuk untuk sesuatu yang jauh) padahal bisa saja kata tunjuk yang
digunakan adalah“هذا” yang berarti“ini” (kata tunjuk untuk sesuatu yang dekat).
Namun karena kesempurnaan derajatnya, sehingga ia sangat jauh
dari kekurangan, al-Quran jauh lebih tinggi dibandingkan kalam-kalam selainnya.
Pantas, karena hakikat al-Quran adalah kalam Allah Ta'ala dan bukan makhluk,
sedangkan kalam adalah salah satu sifat Allah Subhanahu wata’ala, kesempurnaan
al-Quran adalah bagian dari kesempurnaan Allah Ta'ala.
2.
Kesempurnaan al-Quran
dalam membenarkan sekaligus menjaga kitab-kitab yang yang diturunkan
sebelumnya.
Oleh karenanya al-Quran adalah kitab suci terakhir yang
diturunkan, ia merangkum dan menyempurnakan kandungan kitab-kitab sebelumnya.
Al-Quran adalah mukjizat terbesar hingga hari akhir. Keagungan di atas
terkandung dalam lafal“الكتاب”, para ahli tafsir bersepakat bahwa huruf alif dan lam (ال) dalam lafal كتاب berfungsi istighraaq, yaitu untuk mencakup atau
meliputi, yang artinya kitab suci al-Quran menyempurnakan dan mencakup
kitab-kitab sebelumnya.
3.
Firman Allah Ta'ala
yang artinya:
“Tidak
ada keraguan didalamnya.“
Menjelaskan keagungan yang ketiga. Bila merenungi setiap
lafal serta gaya bahasa yang digunakan untuk menjelaskan pesan di atas maka
kita akan mendapati bahwa tidak ada sedikitpun keraguan dan tidak akan pernah
ada selamalamanya. Kesempurnaan tersebut ditegaskan dalam firman Allah yang
lain yang artinya:
“Tidak (akan) datang (sedikit pun) kebatilan terhadap
al-Quran pada awal dan akhirnya.” [QS.
Fushshilat: 42]
Dalam firman Allah yang lain dijelaskan tidak ada kerancuan
dan perselisihan dalam al-Quran, baik huruf dan lafalnya, gaya bahasa dan
maknanya, bahkan dalam kandungan dan pesan-pesannya. Adakah kitab yang memiliki
kesempurnaan di atas selain alQuran?
Kita sering dibuat kagum bila mendapati sebuah buku tertulis
“best seller” atau penulis buku tersebut terkenal, padahal adakah yang menjamin
bahwa buku tersebut bersih dari kesalahan dan kerancuan? Sementara al-Quran
yang kita miliki jarang mendapatkan perhatian meskipun sekedar kagum lantaran
lemahnya takzim (pengagungan) terhadapnya.
4.
Ketika Allah Ta'ala
berfirman yang artinya:
“(Al-Quran)
adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
Merupakan penjelasan sekaligus penegasan tentang kesempurnaan
al-Quran dalam fungsi dan tujuan diturunkannya. Allah telah menjamin petunjuk,
bahkan penjelas, pembeda antara yang hak dan yang batil, kesembuhan dari segala
macam penyakit serta rahmat-Nya dalam al-Quran.
Adakah kitab atau buku selain al-Quran yang menjamin petunjuk
atau solusi untuk segala macam problem atau menjamin ketenangan hati serta
ketenteraman jiwa bagi pembacanya? Lisan kita pasti menjawab satu kata yaitu
tidak ada! Namun perilaku dan sikap kita seringkali meragukan jaminan-jaminan
Allah dalam al-Quran.
Bagaimana salaf mengagungkan al-Quran?
Ada 5 hal yang menjadikan para salaf mulia dengan al-Quran.
Untuk memudahkan dalam mengingatnya kelima hal tersebut bisa disingkat menjadi
I 4 T. Apa saja kelima hal tersebut?
1.
Huruf I adalah iman.
Yaitu meyakini bahwa al-Quran adalah kalam Allah Ta'ala dan
bukan makhluk, diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam untuk menjadi pedoman dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Keimanan inilah yang menjadikan para salaf selalu membenarkan
makna, hakikat, dan pesan-pesan al-Quran. Segala perintah dalam al-Quran adalah
petunjuk dan kebenaran.Tidaklah al-Quran melarang sesuatu kecuali karena
keburukan dan kerusakannya. Sehingga para salaf selalu jujur dalam berkata,
adil dalam memutuskan, dan konsisten dalam kebaikan.
2.
Huruf T yang pertama
adalah tilawah artinya membaca.
Al-Quran bagi para salaf ibarat pakaian yang selalu melekat,
dibaca setiap saat dan tempat karena mereka yakin tahapan pertama untuk meraih
kemuliaan al-Quran setelah iman adalah dengan selalu membacanya.
Abdullah bin Mas'ud
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bacalah AlQuran (seluruhnya) dalam sepekan dan hendaklah
seseorang menjaga (wirid tilawahnya) sehari semalam (minimal) satu juz”.[HR. Ibnu Abi Syaibah, sanadnya shahih].
Membaca 30 juz (khatam) dalam sepekan adalah rutinitas para
salaf, sebagian yang lain mampu mengkhatamkan kurang dari sepekan sebagaimana
diriwayatkan bahwasanya Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhu gemar mengkhatamkan
Al-Quran dalam semalam sehingga Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang
firman Allah dalam surat azZumar ayat 9 bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut
adalah Usman radhiyallahu 'anhu.
Tidak perlu heran dengan pernyataan Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma tentang Usman radhiyallahu ‘anhu karena beliau pernahberkata: “Seandainya hati kita bersih (dari dosa)
niscaya kita tidak akan pernah merasa puas dengan Al-Quran.”[HR. Abu Nu’aim
dalam Hilyatul Auliya, sanadnya shahih].
3.
Hurut T yang kedua
adalah tahfizh artinya menghafal.
Tahapan ini tentu lebih tinggi dari sekedar membaca karena
orang yang membaca belum tentu menghafal namun orang yang menghafal ia pasti
membacanya, bahkan terkadang harus berkali-kali.
Menghafal bagi salaf adalah ibadah yang sangat agung sehingga
salah satu ciri yang sangat menonjol dari generasi salaf adalah kesungguhan
mereka dalam menghafal al-Quran. Bahkan hafal al-Quran adalah syarat bagi
mereka sebelum menimba ilmu-ilmu yang lain baik ilmu agama apalagi ilmu dunia.
Apalagi hafalan al-Quran sangat erat kaitannya dengan ibadah-ibadah yang lain
seperti shalat. Karena panjang atau pendeknya shalat seseorang tergantung
kepada berapa hafalan al-Qurannya.Sehingga para salaf gemar memanjangkan bacaan
shalatnya terutama pada shalatshalat sunnah.
Tentu panutan mereka dalam hal ini adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah
berkata: “Janganlah engkau bertanya
bagaimana bagus dan panjangnya shalat malam Rasulullah.” [HR. Ahmad,
sanadnya shahih].
Ya, shalat beliau panjang dan indah karena dalam satu rakaat
beliau mampu membaca al-Baqarah, Ali Imran dan an-Nisa, sebagaimana dituturkan
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Ketika mampu menghafalkan al-Quran berarti
seseorang telah memiliki sumber petunjuk dan solusi untuk setiap
masalah,sehingga ia tinggal memilih ayat yang tepat untuk dijadikan solusi dan
petunjuk. Lain halnya dengan orang yang tidak hafal, maka ia akan
bersusah-payah untuk mencari solusi dan petunjuk, bahkan terkadang ia tersesat
atau salah.
4. Huruf T yang ketiga adalah tadabbur yang artinya menghayati.
Tadabbur adalah menghayati maksud dan pesan dari ayat
al-Quran baik perintah, larangan, nasihat, peringatan atau petunjuk sehingga
tadabbur tidak hanya sekedar mengetahui arti atau tafsir ayat.
Penghayatan para salaf terhadap al-Quran tidak bisa
digambarkan melalui risalah yang sangat singkat ini, cukup menjadi bukti dalam
hal ini adalah kemuliaan hidup mereka yang tergambar dalam kesempurnaan ibadah
dan ketinggian akhlak.
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang
paling lembut hatinya diantara para sahabat. Sehingga ketika beliau diminta
menggantikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadi imam shalat
Aisyah berkata: “Wahai Rasul, Abu Bakar
adalah orang yang lembut, bila ia mengimami shalat para makmumtidak akan
mendengar bacaannya disebabkan deras tangisannya.” [HR. Muslim].
Ya, menangis adalah sifat khas para salaf ketika membaca
ataupun mendengar al-Quran, karena mereka menghayatinya. Tentu teladan mereka
dalam hal ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abdullah bin
Mas'ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memintanya untuk membaca
al-Quran. Ibnu Mas'udpun bertanya: “Mengapa aku membaca untukmu wahai Rasul
sedangkan al-Quran itu diturunkan kepadamu?” Rasulpun menjawab: “Aku suka
mendengarkan bacaan selainku.” Kemudian Ibnu Masu'd membaca suratan-Nisa hingga
pada ayat yang ke 41. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukup
wahai Abdullah.” Kemudian Ibnu Mas'udpun berhenti dan melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah berlinang air mata. [HR. Bukhari dan
Muslim].
Dengan tadabbur, iman mereka bertambah, hati bergetar
lantaran takut kepada Allah dan jiwa raga senantiasa tunduk kepada Allah dan
rasul-Nya.
5.
Huruf T yang terakhir
adalah tathbiq yang artinya beramal.
Dan inilah tahapan sekaligus tujuan al-Quran diturunkan,yaitu
untuk diamalkan dalam segala aspek kehidupan baik aqidah, ibadah, maupun
akhlak. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa para salaf adalah alQuran
bergerak atau berjalan. Karena segala aktivitas mereka bersandar kepada
al-Quran.
Mereka berbicara, berpikir, berhukum, berobat, menasihati, membina,
bahkan mengatur kehidupan pribadi, masyarakat, hingga negara dengan alQuran.
Oleh karenanya, tidak ada masa kehidupan yang lebih gemilang dari masa salaf
karena mereka telah menjadikan alQuran sebagai pedoman bukan sekedar bacaan.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah dihardik dan
dihina oleh seseorang, padahal saat itu beliau adalah khalifah.Wajar saja bila
beliau kemudian emosi dan hendak memarahi, namun seketika hilang amarahnya saat
diingatkan dengan firman Allah:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” [QS. Al-A’raf: 199].[HR. Bukhari].
Di lain kesempatan, Umar membawa ghanimah (harta rampasan
perang)yang banyak, segera saja para pembantunya menghitungnya, merekapun lelah
karena banyaknya ghanimah tersebut, sebagian mereka berkata: “Wahai Umar ini
adalah karunia dan rahmat Allah.” Umarpun menjawabnya: “Kamu salah, al-Quranlah
karunia dan rahmat Allah yang sebenarnya.” Kemudian beliau membaca firman Allah
Ta'ala:
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.Katakanlah
(Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[QS. Yunus: 57-58][HR. Thabrani dan Abu Nu’aim, sanadnya
lemah].
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Usman bin Affan membeli surga Allah dari Rasul dua kali, pertama di
saat menggali sumur Ruumah, yang kedua di saat membiayai persiapan pasukan pada
perang Tabuk.”[HR. Hakim, dan dishahihkan olehnya].
Adapun sumur Ruumah, beliau membelinya dari seorang Yahudi
dengan harga yang sangat mahal, kemudian beliau wakafkan untuk kaum muslimin.
Sedangkan dalam perang Tabuk beliau berinfak dengan seribu dinar, sehingga
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apapun yang dilakukan Usman tidak akan membahayakannya setelah
ini.” [HR. Tirmidzi, hasan]
Kedermawanan beliau adalah bukti patuh dan taatnya terhadap
firman Allah Ta'ala dalam suratal-Baqarah ayat 254 dan 245. Risalah ini tentu
akan bertambah panjang bila disebutkan contoh-contoh salaf yang lain dalam
mengamalkan al-Quran. Apa yang telah disebutkan di atas mudah-mudahan cukup
sebagai teladan kita.
Baca Juga: Mentadabburi Al-Quran Di Bulan Ramadhan
Terimah Kasih atas
kunjungan Ta' semoga artikel ini bermamfaat... @Wassalam
0 Response to "Interaksi Salaf Dengan Al-Qur’an Di Bulan Ramadhan"
Post a Comment