Realitas Pendidikan Indonesia: Kekerasan Terhadap Pola Asuh Anak
Oleh: Muhammad Akbar
Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas
Negeri Makassar
Akbarusamahbinsaid.@gmail.com
Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) STKIP St. Paulus Ruteng Nusa
Tenggara Timur bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia telah mengadakan
penelitian tentang “Potret Kekerasan Terhadap Anak dan Pola Asuh Anak di
Manggarai”. Paparan dari penelitian tersebut telah diselenggarakan pada 21 Juni
2015 di Aula STKIP St Paulus Ruteng NTT.
Penelitian
ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan fenomena dan kecenderungan
kejadian/masalah kekerasan terhadap anak dan pola asuhnya; Mengeksplorasi dan
mengidentifikasi sebab akibat pola asuh dan kekerasan terhadap anak;
Mendeskripsikan persepsi masyarakat Manggarai tentang pola asuh dan kekerasan
terhadap anak; Menemukan kemungkinan pola asuh dan perlindungan anak di masa
yang akan datang.
Dalam
kesempatan pembahasan hasil penelitian tersebut, hadir sebagai pembicara Rita
Pranawati, MA, Komisioner Bidang Pengasuhan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) sebagai pembahas dan paparan oleh Dr. Fransiska Widyawati, Kepala LPPM
STKIP St Paulus Ruteng NTT.
Romo Dr. Yohanes
Servatius Boy Lon, MA selaku ketua STKIP St Paulus mengawali acara dengan
memberikan key note speechnya danmenyatakan bahwa paradigma banyak anak banyak
rizki harus di ganti dengan setiap anak harus bahagia. Hal ini agar kualitas
sumber daya manusia Indonesia benar-benar memiliki kualitas yang baik dan
menjadi asset bangsa.
Sosialisasi hasil
awal riset ini dihadiri oleh kurang lebih 350 peserta yang terdiri dari para
tokoh agama, SKPD-SKPD terkait, para guru, forum anak, organisasi sosial
masyarakat, kepolisian, pemerhati anak, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Acara ini dilanjutkan dengan acara diskusi terfokus mendalami kasus-kasus
kekerasan yang ada di masyarakat.
Fokus dari penelitian
ini antara lain isu-isu yang menyangkut fenomena yang terjadi di Manggarai.
Diantara kasus anak yang mengemuka antara lain kekerasan fisik, verbal dan
penelantaran, kekerasan seksual, buruh/pekerja anak, perilaku menyimpang pada
anak, pola asuh anak, kesehatan anak, perjudian dan kekerasan terhadap anak.
Adapun metode
penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Responden riset ini ada 674 responden, perempuan dan laki-laki, dewasa, usia di
atas 20 tahun, menikah dan tidak menikah.
Dari hasil penelitian
ini didapatkan bahwa sebanyak 10,3%, 16,4% dan 2,7 % anak sering menjadi koban
kekerasan fisik dari secara berurutan angka kekerasan fisik yang dilakukan oleh
orangtua/keluarga, guru dan kepala sekolah, dan teman. Sebanyak 16,7 %
responden pun menyatakan sering menjadi pelaku kekerasan fisik. Terkait
kekerasan verbal, sebanyak 15,4%, 8,4% dan 17,7% responden menyatakan menjadi
korban kekerasan verbal oleh orangtua/keluarga, guru/kasek, dan
teman/lingkungan.
Dari responden
tersebut 31,54% diantaranya menjadi pelaku kekerasan verbal. Terkait kekerasan
seksual, ada 1% yang pernah menjadi korban kekerasan seksual oleh orang tua/keluarga.
Ada 10,7% responden yang pernah mengalami kekerasan seksual di sekolah dan dari
responden yang pernah mengalami kekerasan seksual di sekolah, 1,4% diantaranya
menyatakan sering menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan 0,9% serta 6,7%
responden pernah menajdi korban kekerasan seksual oleh teman dan orang di luar
kategori yang telah disebutkan sebelumnya.
Berkait dengan
kebiasaan merokok, hanya 28,5% yang pada masa kanak-kanaknya tidak merokok dan
16,8 % diantaranya sering merokok. Terkait video porno, 4,3% anak sering
menonton video porno, 55,8% menyatakan kadang-kadang menonton dan 39,9% tidak
pernah. Dari data tersebut artinya ada 60.3% anak pernah menonton video porno.
Terkait pola asuh orangtua, 16% dan 9% responden pernah mengalami pendisiplinan
yang mengalami kekerasan fisik dan verbal secara berurutan.
Hal ini bermakna
praktek kekerasan sebagai upaya pendisiplinan masih terjadi yang seharusnya
tidak ada. Terkait tanggung jawab dan prioritas orang tua dalam pembiayaan
untuk anak, 82% responden menyatakan bahwa prestise dan tagihan adat lebih
penting dari kebutuhan dasar anak. Sehingga banyak kebutuhan anak yang tertunda
dikesampingkan.
Komisoner KPAI bidang
pengasuhan, Rita Pranawati, menambahkan bahwa dalam konteks pengasuhan ada tiga
jenis pola asuh, yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Orang tua yang
otoriter akan menjadikan dirinya sebagai pusat dalam relasinya dengan anak. Anak
dianggap individu yang tidak memiliki ha…..k untuk didengarkan pendapatnya dan
berproses bersama dalam pengasuhan.
Sedangkan orang tua
yang permisif cenderung mengiyakan semua keinginan anak padahal anak masih
membutuhkan panduan menilai suatu hal, butuh dipandu diarahkan dan diingatkan
jika ada hal yang menyimpang. Adapun orang tua yang demokratis akan memberikan
kesempatan anak bereksperimen, didengarkan pendapatnya, dan tetap mendapatkan
arahan dan pengawasan sehingga anak akan tumbuh dengan kepercayaan diri yang
baik.
Pola asuh sangat
berpengaruh pada kepribadian anak, apakah anak akan menjadi anak yang penakut,
tidak mandiri, atau sangat agresif, sangat tergantung dari bagaimana relasi
orang tua dan anak. Data penelitian diatas menjadi bukti bahwa pengasuhan orang
tua sangat berpengaruh pada anak. Kontrol orang tua menjadi kunci bagaimana
kondisi anak. Walhasil, pengasuhan berkualitas menjadi kunci dari kualitas
sumber daya manusia Indonesia.
Kepala STKIP ST Paulus Ruteng Dr.
Yohanes Servatius Boy Lon, MA, Komisioner KPAI Rita Pranawati, MA, dan Dr.
Fransiska Widyawati (Kepala LPPM)
Semoga
Bermamfaat, Syukran Jazakumullahu Khairan@
Oleh :
Rita Pranawati, MA.
Komisioner KPAI Bidang Pengasuhan
0 Response to "Realitas Pendidikan Indonesia: Kekerasan Terhadap Pola Asuh Anak"
Post a Comment