Puncak Kesabaran Iman Orang Sholeh
Dari Abu Abdullah Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu berkata:”Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berbantal kain selimut di naungan Ka’bah. Selanjutnya kami berkata:”Mengapa engkau tidak memohonkan pertolongan untuk kita, sehingga kita bisa menang? Mengapa engkau tidak berdo’a untuk kita?, Lalu beliau bersabda: “Pernah terjadi pada orang-orang sebelum kamu seseorang yang ditangkap kemudian digalikan tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam kubangan tersebut, kemudian diambilkan sebuah gergaji dan diletakkan diatas kepalanya, kemudian kepalanya dibelah menjadi dua. Selain itu, ia pun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan dibawah daging dan tulangnya. Semua siksaan ini tidak memalingkannya dari agamanya. Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini (Dakwah islam), sehingga seseorang yang berkendara berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian semua tergesa-gesa”. (HR. Shahih: Al-Bukhari (3612, 3852, 6943); Abu Dawud (2649); An-Nasa’i (8/204). Di dalam riwayat lain disebutkan:”Beliau sedang berbantal kain selimut padahal kami mendapati kesulitan menghadapi orang-orang musyrik“.
Penjelasan hadits:
Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu adalah salah seorang sahabat yang lemah dari kaum muslimin ketika diawal – awal islam beliau beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu selevel dengan sahabat yang mulia Bilal bin Rabah Radhiyallahu ‘anhu, dan juga termasuk sahabat yang mendapatkan cobaan yang begitu besar pada fase Makkah dimana kekuatan kaum muslimin pada waktu itu belumlah sekuat ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di Madinah. Para hamba sahaya saat itu mendapatkan banyak siksaan dari majikannya, termasuk yang mendapatkan siksaan adalah Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu.
Mungkin sebagaian diantara kita ada yang berkata:”Kemana Allah Subhanahu wata’ala dengan apa yang terjadi kepada saudara – saudara kita di Suriah, begitupula yang terjadi di Rohingya atau kemana Allah Subhanahu wata’ala dari Al-Quds yang mana orang – orang yahudi berusaha untuk merebutnya atau menjajahnya“, perkataan yang seperti ini serupa dan senada dengan yang pernah diucapkan oleh salah seorang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan yang lebih mengherankan ketika ada sebagian yang mengatakan:”Agama Allah tidak perlu ditolong ada Allah yang maha kuasa“, jadi dia tidak peduli terhadap agamanya sendiri, padahal dengan menolong agama Allah akan menjadi sebab Allah menolong hambanya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu“. (QS. Muhammad: 7).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjanji bahwasanya agama ini akan tersebar dengan kekuatan dari kalangan ahlul islam dan juga tersebar dengan kehinaan bagi orang – ornag kafir yang tunduk pada islam dan kaum muslimin. Allah Subhanahu wata’ala menegaskan didalam Al-Qur’an:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ إِنَّ فِي هَٰذَا لَبَلَاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah)“. (QS. Al Anbiya : 105-106).
Akan tetapi untuk menjadi apa yang disebutkan dalam ayat diatas tidaklah semudah dengan membalikkan telapak tangan karena Allah Subhanahu wata’ala ingin menguji siapa yang tinggi keimanannya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar“. (QS. Ali-Imran: 146).
Seperti yang terjadi kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya ketika dalam perjalanan perang uhud, pada perang uhud Nabi Muhammad dan para sahabatnya kalah, Allah Subhanahu wata’ala memuji mereka dengan menurunkan firmannya:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim“. (QS. Ali-Imran: 139).
Jadi selama seseorang beragama islam dan beraqidah dengan aqidah yang shahih walaupun secara zhahir islam menjadi hal yang dilecehkan, dihina, di kritik, direndahkan oleh orang – orang kafir dan orang – orang munafik maka ia tetap menjadi mulia dan derajatnya paling tinggi, sebagaimana firman Allah:”Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”.
Menjadi manusia yang mulia dan ditinggikan derajatnya disisi Allah Subhanahu wata’ala syaratnya adalah beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, telah menjadi sunnatullah bahwa setiap keimanan seorang hamba akan diuji Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ
“Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud“. (QS. Qaf: 12).
Ashaabur rass (Penduduk rass) yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala menceritakan kondisi kaum Nabi Nuh bersama dengan kaumnya Ashaabur rass, sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa mereka adalah kaum yang membunuh Nabinya bahkan sampai memakan dagingnya, sebagian yang lain ada yang mengatakan Ashaabur rass adalah yang membunuh Nabinya dan memasukkannya ke dalam sumur karena dalam bahasa arab Arras adalah sumur, namun mereka bersabar dengan kedustaan yang mereka dapatkan dari kaumnya, dan mereka yakin dengan pertolongan Allah karena pada hakikatnya kemenangan seorang muslim tidak mesti secara zhahir terlihat dengan kedua mata, akan tetapi dengan kemenangan itu boleh jadi dirasakan oleh kaum yang datang setelahnya dan kemenangan tertinggi seorang muslim adalah ketika jiwanya menjadi murah dijalan Allah Subhanahu wata’ala.
Ketika terbunuh dijalan Allah ia terlihat dalam keadaan tersiksa secara zhahir padahal hakikatnya dia dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, bahkan kata Rasulullah rasa sakit yang didapatkan oleh orang yang sahid dijalan Allah walaupun ia tertidas dengan mobil, tank atau hantaman peluru, rudal dan seterusnya atau yang mereka dapatkan ketika meninggal maka sakit yang ia rasakan seperti gigitan serangga.
Mereka telah menang dan dimuliakan oleh Allah, mereka telah selamat dari fitnah kubur setelah meninggal yang mana sering kita berdoa perlindungan dari fitnah dan azab kubur, sahabat bertanya ya Rasulullah mengapa orang – orang yang syahid tidak lagi mendapatkan fitnah didalam kuburnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كَفَى بِبَارَقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً
“Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah (ujian)”. (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih). Cukuplah penindasan dari orang – orang yang dzalim menjadi fitnah bagi mereka, dan ini yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana yang didapatkan oleh Abdullah bin Amr bin Haram , Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam menceritakan kegemarannya yang begitu cinta dengan mati syahid yang kemudian menjadi asbabun nuzul dari surat Ali Imran ayat 169-170:
سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ :لَمَّا قُتِلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَرَامٍ يَوْمَ أُحُدٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا جَابِرُ أَلا أُخْبِرُكَ مَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لابِيكَ قُلْتُ بَلَى قَالَ مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَكَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا فَقَالَ يَا عَبْدِي تَمَنَّ عَلَيَّ أُعْطِكَ قَالَ يَا رَبِّ تُحْيِينِي فَأُقْتَلُ فِيكَ ثَانِيَةً قَالَ إِنَّهُ سَبَقَ مِنِّي أَنَّهُمْ إِلَيْهَا لا يُرْجَعُونَ قَالَ يَا رَبِّ فَأَبْلِغْ مَنْ وَرَائِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذِهِ الايَةَ : وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا
Aku mendengar Jabir bin Abdillah berkata:“Ketika Abdullah bin Amr bin Haram terbunuh pada perang Uhud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: wahai Jabir maukah engkau aku kabarkan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan kepada ayahmu? Aku menjawab; tentu ya Rasulullah, tidaklah Allah berbicara kepada seseorang pun kecuali dari balik hijab tapi Allah telah berbicara kepada ayahmu dengan bertatap muka, lalau Allah berfirman: ‘Wahai Hambaku, memohonlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu, ‘ ia menjawab; ‘Wahai Rabb, hidupkan aku kembali agar aku terbunuh di jalan-Mu untuk kedua kalinya.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya telah berlalu dari-Ku bahwasanya mereka tidak akan kembali lagi ke sana, ‘ ia berkata; ‘Wahai Rabb, kalau begitu sampaikanlah kepada orang yang berada di belakangku (masih hidup).'” Beliau bersabda: “Maka Allah Ta’ala menurunkan: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki“. (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani). Mereka bergembira dengan apa yang Allah berikan kepada mereka dan memberikan kabar gembira itu kepada orang – orang yang masih hidup didunia agar mereka tidak takut dan bersedih selama mereka berada dijalan Allah Subhanahu wata’ala.
Jadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan hal ini kepada para sahabat dan ini merupakan salah satu bukti kenabian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau mengabarkan apa yang terjadi pada ummat – ummat sebelum beliau dan tentu ini adalah wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala.
Rasulullah berkata ada diantara mereka yang digalikan lubang kemudian dimasukkan dalam lubang tersebut, seperti kisah Ashabul Uhdud yang pernah kita jelaskan sebelumnya begitupula dengan Masyitah tukang sisir fir’aun, pernah suatu ketika Nabi menceritakan kepada sahabat tentang perjalanan isra’ dan miraj beliau, tiba – tiba beliau mencium bau yang sangat harum beliau bertanya:”Bau apa ini wahai Jibril”, Jibril menjawab:”Ini adalah baunya Masyitah dan keluarganya.
Kisahnya Masyitah ketika menyisir rambut dari anak fir’aun tiba – tiba sisir yang ia pegang jatuh lalu ia mengucapkan”Bismillah“, Masyitah adalah seorang muslimah yang menyembunyikan keimanannya karena takut kepada fir’aun akan tetapi didengar oleh putri dari fir’aun dari apa yang diucapkan oleh Masyitah, putrinya berkata:”Siapa yang engkau maksud, apakah bapakku”, Masyitah berkata:”Bukan, akan tetapi tuhanku, tuhanmu dan tuhannya bapakmu”, putrinya berkata:”Adakah tuhan yang disembah selain bapakku”, ia lalu menyampaikan perihal tersebut kepada bapaknya fir’aun maka dipanggilah Masyitah dan ditanya:”Siapa yang engkau maksud”, Masyitah berkata:”Tuhanku dan tuhanmu”, fir’aun kemudian menyuruh para prajurit dan tentaranya untuk mendatangkan kuali yang sangat besar kemudian dimasak minyak yang sangat panas lalu didatangkan Masyitah bersama dengan anak – anaknya lalu dipaksa untuk meninggalkan keimanannya dan beriman kepada fir’aun dan mengakuinya sebagai tuhan. Namun Masyitah bersikeras mengatakan:”Tuhanku adalah Allah Subhanahu wata’ala lalu diangkatlah anaknya satu persatu dimasukkan ke dalam kuali yang sangat panas sambil melihat dengan kedua matanya bagaimana anaknya merasakan sakit yang perih diatas kuali sehingga tercerai berai daging dan tulang – tulang anaknya, kemudian dipaksa untuk meninggalkan keimanannya akan tetapi Masyitah tidak mau, akhirnya diambil anaknya yang lain untuk dimasukkan ke dalam kuali begitu seterusnya hingga anaknya semuanya telah meninggal dimasak diatas kuali yang sangat panas sampai pada akhirnya anaknya yang ada pada pelukannya juga diambil dan dicampakkan ke dalam kuali yang sangat panas,
Ketika tiba giliran Masyitah ia berkata:”Tunggu sebentar wahai fir’aun”, fir’aun mengira bahwa ia akan meninggalkan keimanannya karena takut melihat kondisi dan keadaan yang ia lihat didepan matanya namun Masyitah justru berkata:”Satu permintaan saya ketika engkau mencampakkan saya ke dalam kuali ini tolong abu atau sisa tubuh saya kumpulkan bersama dengan anak – anak saya dan kuburkan kami dalam satu tempat yang sama”, akhirnya fir’aun menerima permintaan Masyitah dan memenuhi permintaannya, Masyitah akhirnya mati mempertahankan keimanannya kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Telah menjadi sunnatullah dimana Allah memilih mereka untuk menjadi syuhada, Allah memilih mereka untuk dimuliakan disisi Allah Subhanahu wata’ala, beginilah cara Allah menguji hambanya, dan begitu pula sunnatullah di dalam membela kebenaran, didalam mendakwahkan dan memerangi kebathilan dimana ia mendapatkan tantangan bahkan sampai nyawa taruhannya.
Rasulullah berkata:”Ada diantara mereka yang disisir kulitnya sehingga terpisah antara daging dan tulang namun hal itu tidak menjadikan mereka murtad dan meninggalkan agamanya“. Berbeda dengan orang yang menjual agamanya hanya demi mendapatkan sedikit dari keuntungan dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan nasehat kepada para sahabat dan kepada kita semua:”Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini (Dakwah islam), sehingga seseorang yang berkendara berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut”.Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang memiliki aqidah yang kuat ketika ia tidak takut dengan apapun kecuali kepada Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik“. (QS. An Nuur: 55).
Ketika aqidah dan tauhid ditegakkan kemudian kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan ditinggalkan maka disitulah pertolongan Allah diturunkan kepada mereka, pernah suatu ketika Umar mengirim sariyyah (mereka adalah pasukan perang yang diutus yang tidak diikuti langsung oleh pemimpin yang tertinggi_penj). Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia beliau telah mengirim 39 sariyyah, Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah mengirim pasukan kemudian mendapatkan kemenangan dan dilaporkan kepada Umar, Umar bertanya:”Kapan kalian mulai menyerang”, mereka berkata:”Di pagi hari”, Umar bertanya lagi:”Kapan kalian mendapatkan kemenangan”, mereka menjawab:”Di sore hari”. Umar berkata:”Demi Allah ini adalah kemenangan yang sangat lama, ini disebabkan kalau bukan dosa yang saya lakukan atau ada diantara kalian melakukan dosa, jadi beliau tidak langsung menuduh orang lain akan tetapi beliau menuduhkan terlebih dahulu dirinya.
Oleh karenanya untuk mendapatkan kemenangan dan pertolongan dari Allah maka mari kita kembali kepada agama Allah Subhanahu wata’ala, menjalankan segala perintahnya, mendakwahkan kebenaran dan bersabar diatasnya sehingga Allah Subhanahu wata’ala menurunkan pertolongannya
Kemudian Rasulullah bekata:”Tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian semua tergesa-gesa”, Allah menguji keimanan kita untuk memilih siapa yang syahid dijalan Allah dan siapa yang tidak, dan salah satu diantara fitnah yang terjadi atau ujian yang diturunkan oleh Allah adalah untuk membersihkan shaf kaum muslimin yang jujur keimannanya dari barisan orang – orang munafik, sebagaimana ungkapan orang arab :”Seseorang dimuliakan atau dihinakan, dimuliakan dengan kesungguhannya dan dihinakan ketika ia tidak istiqamah diatas ujian Allah Subhanahu wata’ala”.
Wallahu A’lam Bish Showaab
Sumber: www.mim.or.id
0 Response to "Puncak Kesabaran Iman Orang Sholeh"
Post a Comment