'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
'AIN "Mata Beracun" Sesi 2 (Ustadz Harman Tajang Lc,. M.HI hafidzahullah)

'AIN "Mata Beracun" Sesi 2 (Ustadz Harman Tajang Lc,. M.HI hafidzahullah)


Dalam hadist Bukhari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن جابر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال أكثر من يموت من أمتى بعد قضاء الله وقدره بالأنفس يعنى بالعين

 Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:“Kebanyakan orang yang meninggal dari umatku setelah qadla dan qadar Allah adalah karena Al-‘Ain”. (HR. Ath-Thayalisi hal. 242 no. 1760, Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir 4/360, no. 3144, Al-Hakim 3/46 no. , Al-Bazzar dalam Kasyful-Istaar 3/403 no. 3052, Ad-Dailami 1/364 no. 1467, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/136 no. 311; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1206).
Dalam riwayat yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم العين تدخل الرجل القبر و تدخل الجمل القدر

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:“Al-‘Ain adalah haq (benar), dapat memasukkan seseorang ke dalam kuburan dan dapat memasukkan onta ke dalam kuali”. (HR. Ibnu ‘Adi 6/407 biografi no. 1890 dari Mu’awiyyah bin Hisyam Al-Qashshaar, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/90, Al-Khathiib 9/244, Al-Qadlaa’I 2/140 no. 1059; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 4144).
Orang yang tekena ‘ain bisa jatuh sakit kemudian sakit itu membawa kepada kematian,  adapun hewan yang terkena Al-‘Ain dia bisa jatuh sakit sehingga ketika sakit disembelih oleh pemiliknya kemudian dimasukkan ke dalam kuali dan dimasak untuk dimakan dan inilah yang dimaksudkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadist diatas.
‘Ain bukan hanya menimpa orang yang masih hidup bahkan juga bisa menimpa benda mati, seperti seseorang membeli mobil baru namun ia melihatnya jelek sehingga ia tidak merasa tenang dengan kendaraan barunya tersebut maka boleh jadi mobilnya tersebut terkena ‘Ain atau mobilnya mogok terus,  begitupula dengan seseorang yang tidak tenang tinggal didalam rumahnya.
Salah seorang mazhab malikiyyah yang bernama Wahab bin Munabbih Rahimahullah ketika ia membangun rumah ia menulis diatas pucuk rumahnya :”MasyaAllah Tabarakallah” agar kemudian orang yang melihat membacanya dan juga sebagai penangkal agar tidak terkena ‘Ain, hal ini banyak diyakini oleh sebagian orang atau bahkan banyak orang sehingga membuat penangkal dari sesuatu yang tidak dibolehkan seperti mengikat sesuatu dipinggang atau menggunakan  gelang  dan ini bisa termasuk menggantungkan azimat yang dilarang dalam agama kita walaupun tujuannya untuk menolak ‘Ain akan tetapi tidak ada tuntunan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَإِن يَكَادُ الّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا سَمِعُواْ الذّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنّهُ لَمَجْنُونٌ

 “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al-Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”. (QS. Qalam: 51).
Berkata Ibnu Katsir terhadap firman Allah diatas: “Dalam ayat ini merupakan dalil bahwa sesungguhnya pengaruh  ‘Ain dan dampaknya adalah sesuatu yang hak sesuai dengan takdir Allah Subhanahu wata’ala”. Jadi ‘Ain tidak keluar dari takdir Allah Subhanahu wata’ala namun bisa terjadi dan membahayakan, bahkan para raja – raja terdahulu sebagaimana kata para fuqaha orang – orang yang dikhawatirkan ‘Ainnya bisa membahayakan orang lain karena ada sebagian orang yang matanya berbahaya sehingga para raja-raja terdahulu mengurung mereka, mereka dipenjarakan agar tidak membahayakan orang lain, karena sebagian anggapan bahwa dia sengaja memiliki ‘Ain untuk mencelakakan orang lain.
Diantara riwayat yang disebutkan ketika seseornag hasad keada orang lain dia sengaja tidak makan selama 3 hari agar hasadnya semakin bertambah dan pada hari ke 3 ia datang kepadanya kemudian melihatnya dan mengeluarkan hasadnya kemudian orang ini mendapatkan celaka atau ‘Ain.
Cara Berlindung Dari Keburukan ‘Ain
Berdasarkan ayat (QS. Qalam: 51) diatas Allah Subhanahu wata’ala menyuruh kita untuk berlindung dari ‘Ain, Berkata Hasan Al Basri Rahimahullah:”Ayat ini diantara ayat yang dibacakan terhadap orang yang terkena ‘Ain”,
Membaca Surah An-Nas:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ . مَلِكِ النَّاسِ . إِلَهِ النَّاسِ . مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ . الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ . مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

Katakanlah:”Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. raja manusia. sembahan manusia. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia“. (QS. An-Naas : 1-6).
Membaca Surah Al-Falaq:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ . مِن شَرِّ مَا خَلَقَ . وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ . وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ . وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh. dari kejahatan makhluk-Nya. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki“. (QS. Al-Falaq: 1-5).
Dalam ayat diatas Surah Al-Falaq kita diperintahkan untuk berlindung dari orang – orang yang hasad, karena orang – orang yang hasad bahayanya bukan hanya secara zahir bisa menyebabkan fitnah, ghibah atau namimah disebabkan karena tidak senang dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu  wata’ala. Orang yang hasad memiliki mata yang berbahaya karena bisa menyebabkan ‘Ain sehingga Allah menyuruh kita untuk berlindung dari orang – orang yang hasad dengan 2 surah diatas, 2 surah diatas disebut juga dengan “Muawwizatain (Surah pelindung)” sehingga kita diperintahkan untuk membacanya setiap selesai sholat 5 waktu dan termasuk ayat – ayat ruqiyah.
Kedua surah diatas bacakan kepada anak – anak kecil dan biasakan bacakan kepada mereka terutama pada anak kita ditambah dengan Surah Al-Fatihah dan Al-Ikhlas baik ketika kita merangkul mereka, memberi makan kepada mereka atau ketika mereka berangkat ke sekolah dll. Bacakan dengan memegang ubun – ubunnya  dengan berkali – kali dan setiap saat, dan buat mereka menghafal surah tersebut juga ditambah dengan ayat kursi dan juga doa yang dibaca oleh Rasulullah kepada cucunya hasan dan Husein , doanya adalah:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِ وَهَامَّةٍ وَمِن كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

Aku memohon perlindungan (kepada Allah) bagi kalian berdua dengan firman-firman Allah yang sempurna dari gangguan setan dan binatang, serta dari bahaya sihir ‘ain yang tajam. Doa perlindungan bagi anak“. (HR. Al-Bukhari).
Jika dibacakan kepada 2 anak maka lafadz audzu di ganti dengan ‘Uidukuma”, jika banyak anak maka lafadz audzu diganti dengan ‘Uidhukum”,
Dalam hadist riwayat imam muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عن بن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال العين حق ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين وإذا استغسلتم فاغسلوا

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallaahu ‘anhuma bahwa ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:“Al-‘Ain itu haq (benar) dan sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya. Dan apabila engkau diminta mandi, hendaklah kalian mandi”. (HR. Muslim no. 2188).
Dalam hadist riwayat hakim dan ibnu majah:

عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استعيذوا بالله فإن العين حق

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Meminta perlindunganlah kepada Allah dari Al-‘Ain, karena sesungguhnya Al-‘Ain itu haq (benar)”. (HR. Ibnu Majah no. 3508; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 938).
Dalam hadist yang lain:

عن أبي ذر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن العين لتولع بالرجل بإذن الله تعالى حتى يصعد حالقا ثم يتردى منه

Dari Abi Dzarr Radhiyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:”Sesungguhnya Al-‘Ain dapat memperdaya seseorang dengan ijin Allah sehingga ia naik ke tempat yang tinggi lalu jatuh darinya”. (HR. Ahmad 5/146 no. 21340, 6/13 no. 5372, Al-Bazzar 9/386 no. 3972, dan Al-Haarits dalam Bughyatul-Bahits 2/603 no. 566; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 1681).
Hadist ‘Ain menimpa anak- anak dari Asma’ binti ‘Umais:

عن جابر بن عبد الله يقول رخص النبي صلى الله عليه وسلم لآل حزم في رقية الحية وقال لأسماء بنت عميس مالي أرى أجسام بني أخي ضارعة تصيبهم الحاجة قالت لا ولكن العين تسرع إليه قال أرقيهم

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah kepada keluarga Hazm dalam meruqyah (gigitan) ular. Maka beliau bersabda kepada Asma’ binti ‘Umais: “Mengapa saya melihat badan anak-anak keturunan- keturunan anak-anak saudara saya kurus-kurus ? Apakah karena kemiskinan ?”. Asma menjawab : “Tidak, akan tetapi Al-‘Ain cepat menimpa mereka”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :“Ruqyahlah mereka”. (HR. Muslim no. 2198).
Wallahu A’lam Bish Showaab
Read More
Puncak Kesabaran Iman Orang Sholeh

Puncak Kesabaran Iman Orang Sholeh


Dari Abu Abdullah Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu berkata:”Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika itu beliau sedang berbantal kain selimut di naungan Ka’bah. Selanjutnya kami berkata:”Mengapa engkau tidak memohonkan pertolongan untuk kita, sehingga kita bisa menang? Mengapa engkau tidak berdo’a untuk kita?, Lalu beliau bersabda: “Pernah terjadi pada orang-orang sebelum kamu seseorang yang ditangkap kemudian digalikan tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam kubangan tersebut, kemudian diambilkan sebuah gergaji dan diletakkan diatas kepalanya, kemudian kepalanya dibelah menjadi dua. Selain itu, ia pun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan dibawah daging dan tulangnya. Semua siksaan ini tidak memalingkannya dari agamanya. Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini (Dakwah islam), sehingga seseorang yang berkendara berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian semua tergesa-gesa”. (HR. Shahih: Al-Bukhari (3612, 3852, 6943); Abu Dawud (2649); An-Nasa’i (8/204). Di dalam riwayat lain disebutkan:”Beliau sedang berbantal kain selimut padahal kami mendapati kesulitan menghadapi orang-orang musyrik“.
Penjelasan hadits:
Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu adalah salah seorang sahabat yang lemah dari kaum muslimin ketika diawal – awal islam beliau beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu selevel dengan sahabat yang mulia Bilal bin Rabah Radhiyallahu ‘anhu, dan juga termasuk sahabat yang mendapatkan cobaan yang begitu besar pada fase Makkah dimana kekuatan kaum muslimin pada waktu itu belumlah sekuat ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  berada di Madinah. Para hamba sahaya saat itu mendapatkan banyak siksaan dari majikannya, termasuk yang mendapatkan siksaan adalah Khabbab bin Al-Aratt Radhiyallahu’anhu.
Mungkin sebagaian diantara kita ada yang berkata:”Kemana Allah Subhanahu wata’ala dengan apa yang terjadi kepada saudara – saudara kita di Suriah, begitupula yang terjadi di Rohingya atau kemana Allah Subhanahu wata’ala dari Al-Quds yang mana orang – orang yahudi berusaha untuk merebutnya atau menjajahnya“, perkataan yang seperti ini serupa dan senada dengan yang pernah diucapkan oleh salah seorang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan yang lebih mengherankan ketika ada sebagian yang mengatakan:”Agama Allah tidak perlu ditolong ada Allah yang maha kuasa“, jadi dia tidak peduli terhadap agamanya sendiri, padahal dengan menolong agama Allah akan menjadi sebab Allah menolong hambanya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu“. (QS. Muhammad: 7).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjanji bahwasanya agama ini akan tersebar dengan kekuatan dari kalangan ahlul islam dan juga tersebar dengan kehinaan bagi orang – ornag kafir yang tunduk pada islam dan kaum muslimin. Allah Subhanahu wata’ala menegaskan didalam Al-Qur’an:

 وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ إِنَّ فِي هَٰذَا لَبَلَاغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ

Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah)“. (QS. Al Anbiya : 105-106).
Akan tetapi untuk menjadi apa yang disebutkan dalam ayat diatas tidaklah semudah dengan membalikkan telapak tangan karena Allah Subhanahu wata’ala ingin menguji siapa yang tinggi keimanannya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar“. (QS. Ali-Imran: 146).
Seperti yang terjadi kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya ketika dalam perjalanan perang uhud, pada perang uhud Nabi Muhammad dan para sahabatnya kalah, Allah Subhanahu wata’ala memuji mereka dengan menurunkan firmannya:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ ۚ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim“. (QS. Ali-Imran: 139).
Jadi selama seseorang beragama islam dan beraqidah dengan aqidah yang shahih walaupun secara zhahir islam menjadi hal yang dilecehkan, dihina, di kritik, direndahkan oleh orang – orang kafir dan orang – orang munafik maka ia tetap menjadi mulia dan derajatnya paling tinggi, sebagaimana firman Allah:”Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”.
Menjadi manusia yang mulia dan ditinggikan derajatnya disisi Allah Subhanahu wata’ala syaratnya adalah beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala, telah menjadi sunnatullah bahwa setiap keimanan seorang hamba akan diuji Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ

Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud“. (QS. Qaf: 12).
Ashaabur rass (Penduduk rass) yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala menceritakan kondisi kaum Nabi Nuh bersama dengan kaumnya Ashaabur rass, sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa mereka adalah kaum yang membunuh Nabinya bahkan sampai memakan dagingnya, sebagian yang lain ada yang mengatakan Ashaabur rass adalah yang membunuh Nabinya dan memasukkannya ke dalam sumur karena dalam bahasa arab Arras adalah sumur, namun mereka bersabar dengan kedustaan yang mereka dapatkan dari kaumnya, dan mereka yakin dengan pertolongan Allah karena pada hakikatnya kemenangan seorang muslim tidak mesti secara zhahir terlihat dengan kedua mata, akan tetapi dengan kemenangan itu boleh jadi dirasakan oleh kaum yang datang setelahnya dan kemenangan tertinggi seorang muslim adalah ketika jiwanya menjadi murah dijalan Allah Subhanahu wata’ala.
Ketika terbunuh dijalan Allah ia terlihat dalam keadaan tersiksa secara zhahir padahal hakikatnya dia dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, bahkan kata Rasulullah rasa sakit yang didapatkan oleh orang yang sahid dijalan Allah walaupun ia tertidas dengan mobil, tank atau hantaman peluru, rudal dan seterusnya atau yang mereka dapatkan ketika meninggal maka sakit yang ia rasakan seperti gigitan serangga.
Mereka telah menang dan dimuliakan oleh Allah, mereka telah selamat dari fitnah kubur setelah meninggal yang mana sering kita berdoa perlindungan dari fitnah dan azab kubur, sahabat bertanya ya Rasulullah mengapa orang – orang yang syahid tidak lagi mendapatkan fitnah didalam kuburnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كَفَى بِبَارَقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً

Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah (ujian)”. (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih). Cukuplah penindasan dari orang – orang yang dzalim menjadi fitnah bagi mereka, dan ini yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana yang didapatkan oleh Abdullah bin Amr bin Haram , Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam menceritakan kegemarannya yang begitu cinta dengan mati syahid yang kemudian menjadi asbabun nuzul dari surat Ali Imran ayat 169-170:

سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ :لَمَّا قُتِلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ حَرَامٍ يَوْمَ أُحُدٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا جَابِرُ أَلا أُخْبِرُكَ مَا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لابِيكَ قُلْتُ بَلَى قَالَ مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا إِلَّا مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَكَلَّمَ أَبَاكَ كِفَاحًا فَقَالَ يَا عَبْدِي تَمَنَّ عَلَيَّ أُعْطِكَ قَالَ يَا رَبِّ تُحْيِينِي فَأُقْتَلُ فِيكَ ثَانِيَةً قَالَ إِنَّهُ سَبَقَ مِنِّي أَنَّهُمْ إِلَيْهَا لا يُرْجَعُونَ قَالَ يَا رَبِّ فَأَبْلِغْ مَنْ وَرَائِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذِهِ الايَةَ : وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا

Aku mendengar Jabir bin Abdillah berkata:“Ketika Abdullah bin Amr bin Haram terbunuh pada perang Uhud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: wahai Jabir maukah engkau aku kabarkan apa yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan kepada ayahmu? Aku menjawab; tentu ya Rasulullah, tidaklah Allah berbicara kepada seseorang pun kecuali dari balik hijab tapi Allah telah berbicara kepada ayahmu dengan bertatap muka, lalau Allah berfirman: ‘Wahai Hambaku, memohonlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu, ‘ ia menjawab; ‘Wahai Rabb, hidupkan aku kembali agar aku terbunuh di jalan-Mu untuk kedua kalinya.’ Allah berfirman: ‘Sesungguhnya telah berlalu dari-Ku bahwasanya mereka tidak akan kembali lagi ke sana, ‘ ia berkata; ‘Wahai Rabb, kalau begitu sampaikanlah kepada orang yang berada di belakangku (masih hidup).'” Beliau bersabda: “Maka Allah Ta’ala menurunkan: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki“. (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani). Mereka bergembira dengan apa yang Allah berikan kepada mereka dan memberikan kabar gembira itu kepada orang – orang yang masih hidup didunia agar mereka tidak takut dan bersedih selama mereka berada dijalan Allah Subhanahu wata’ala.
Jadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan hal ini kepada para sahabat dan ini merupakan salah satu bukti kenabian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau mengabarkan apa yang terjadi pada ummat – ummat sebelum beliau dan tentu ini adalah wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala.
Rasulullah berkata ada diantara mereka yang digalikan lubang kemudian dimasukkan dalam lubang tersebut, seperti kisah Ashabul Uhdud yang pernah kita jelaskan sebelumnya begitupula dengan Masyitah tukang sisir fir’aun, pernah suatu ketika Nabi menceritakan kepada sahabat tentang perjalanan isra’ dan miraj beliau, tiba – tiba beliau mencium bau yang sangat harum beliau bertanya:”Bau apa ini wahai Jibril”, Jibril menjawab:”Ini adalah baunya Masyitah dan keluarganya.
Kisahnya Masyitah ketika menyisir rambut dari anak fir’aun tiba – tiba sisir yang ia pegang jatuh lalu ia mengucapkan”Bismillah“, Masyitah adalah seorang muslimah yang menyembunyikan keimanannya karena takut kepada fir’aun akan tetapi didengar oleh putri dari fir’aun dari apa yang diucapkan oleh Masyitah, putrinya berkata:”Siapa yang engkau maksud, apakah bapakku”, Masyitah berkata:”Bukan, akan tetapi tuhanku, tuhanmu dan tuhannya bapakmu”, putrinya berkata:”Adakah tuhan yang disembah selain bapakku”, ia lalu menyampaikan perihal tersebut kepada bapaknya fir’aun maka dipanggilah Masyitah dan ditanya:”Siapa yang engkau maksud”, Masyitah berkata:”Tuhanku dan tuhanmu”, fir’aun kemudian menyuruh para prajurit dan tentaranya untuk mendatangkan kuali yang sangat besar kemudian dimasak minyak yang sangat panas lalu didatangkan Masyitah bersama dengan anak – anaknya lalu dipaksa untuk meninggalkan keimanannya dan beriman kepada fir’aun dan mengakuinya sebagai tuhan. Namun Masyitah bersikeras mengatakan:”Tuhanku adalah Allah Subhanahu wata’ala lalu diangkatlah anaknya satu persatu dimasukkan ke dalam kuali yang sangat panas sambil melihat dengan kedua matanya bagaimana anaknya merasakan sakit yang perih diatas kuali sehingga tercerai berai daging dan tulang – tulang anaknya, kemudian dipaksa untuk meninggalkan keimanannya akan tetapi Masyitah tidak mau, akhirnya diambil anaknya yang lain untuk dimasukkan ke dalam kuali begitu seterusnya hingga anaknya semuanya telah meninggal dimasak diatas kuali yang sangat panas sampai pada akhirnya anaknya yang ada pada pelukannya juga diambil dan dicampakkan ke dalam kuali yang sangat panas,
Ketika tiba giliran Masyitah ia berkata:”Tunggu sebentar wahai fir’aun”, fir’aun mengira bahwa ia akan meninggalkan keimanannya karena takut melihat kondisi dan keadaan yang ia lihat didepan matanya namun Masyitah justru berkata:”Satu permintaan saya ketika engkau mencampakkan saya ke dalam kuali ini tolong abu atau sisa tubuh saya kumpulkan bersama dengan anak – anak saya dan kuburkan kami dalam satu tempat yang sama”, akhirnya fir’aun menerima permintaan Masyitah dan memenuhi permintaannya, Masyitah akhirnya mati mempertahankan keimanannya kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Telah menjadi sunnatullah dimana Allah memilih mereka untuk menjadi syuhada, Allah memilih mereka untuk dimuliakan disisi Allah Subhanahu wata’ala, beginilah cara Allah menguji hambanya, dan begitu pula sunnatullah di dalam membela kebenaran, didalam mendakwahkan dan memerangi kebathilan dimana ia mendapatkan tantangan bahkan sampai nyawa taruhannya.
Rasulullah berkata:”Ada diantara mereka yang disisir kulitnya sehingga terpisah antara daging dan tulang namun hal itu tidak menjadikan mereka murtad dan meninggalkan agamanya“. Berbeda dengan orang yang menjual agamanya hanya demi mendapatkan sedikit dari keuntungan dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan nasehat kepada para sahabat dan kepada kita semua:”Demi Allah, pastilah Allah akan menyempurnakan hal ini (Dakwah islam), sehingga seseorang yang berkendara berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut”.Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang memiliki aqidah yang kuat ketika ia tidak takut dengan apapun kecuali kepada Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik“. (QS. An Nuur: 55).
Ketika aqidah dan tauhid ditegakkan kemudian kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan ditinggalkan maka disitulah pertolongan Allah diturunkan kepada mereka, pernah suatu ketika Umar mengirim sariyyah (mereka adalah pasukan perang yang diutus yang tidak diikuti langsung oleh pemimpin yang tertinggi_penj). Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia beliau telah mengirim 39 sariyyah, Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah  mengirim pasukan kemudian mendapatkan kemenangan dan dilaporkan kepada Umar, Umar bertanya:”Kapan kalian mulai menyerang”, mereka berkata:”Di pagi hari”, Umar bertanya lagi:”Kapan kalian mendapatkan kemenangan”, mereka menjawab:”Di sore hari”. Umar berkata:”Demi Allah ini adalah kemenangan yang sangat lama, ini disebabkan kalau bukan dosa yang saya lakukan atau ada diantara kalian melakukan dosa, jadi beliau tidak langsung menuduh orang lain akan tetapi beliau menuduhkan terlebih dahulu dirinya.
Oleh karenanya untuk mendapatkan kemenangan dan pertolongan dari Allah maka mari kita kembali kepada agama Allah Subhanahu wata’ala, menjalankan segala perintahnya, mendakwahkan kebenaran dan bersabar diatasnya sehingga Allah Subhanahu wata’ala menurunkan pertolongannya
Kemudian Rasulullah bekata:”Tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut pada serigala atas kambingnya. Akan tetapi, kalian semua tergesa-gesa”, Allah menguji keimanan kita untuk memilih siapa yang syahid dijalan Allah dan siapa yang tidak, dan salah satu diantara fitnah yang terjadi atau ujian yang diturunkan oleh Allah adalah untuk membersihkan shaf kaum muslimin yang jujur keimannanya dari barisan orang – orang munafik, sebagaimana ungkapan orang arab :”Seseorang dimuliakan atau dihinakan, dimuliakan dengan kesungguhannya dan dihinakan ketika ia tidak istiqamah diatas ujian Allah Subhanahu wata’ala”.
Wallahu A’lam Bish Showaab
Sumber: www.mim.or.id
Read More
Tingkatan Manusia Dalam Menghadapi Musibah

Tingkatan Manusia Dalam Menghadapi Musibah


 *TINGKATAN-TINGKATANN MANUSIA DALAM MENGHADAPI MUSIBAH​*

📝 *Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata :*


اﻟﻨﺎﺱ ﺇﺯاء اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻋﻠﻰ ﺩﺭﺟﺎﺕ:

Dalam menghadapi musibah, manusia terdiri dari beberapa derajat:

اﻷﻭﻟﻰ: اﻟﺸﺎﻛﺮ. اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ: اﻟﺮاﺿﻲ. اﻟﺜﺎﻟﺜﺔ: اﻟﺼﺎﺑﺮ. اﻟﺮاﺑﻌﺔ: اﻟﺠﺎﺯﻉ.

1⃣ *Pertama:* Orang yang ​bersyukur​,
2⃣ *Kedua:* Orang yang ​ridho​,
3⃣ *Ketiga:* Orang yang ​bersabar​,
4⃣ *Keempat:* Orang yang ​berkeluh kesah​

ﺃﻣﺎ اﻟﺠﺎﺯﻉ: ﻓﻘﺪ ﻓﻌﻞ ﻣﺤﺮﻣﺎ، ﻭﺗﺴﺨﻂ ﻣﻦ ﻗﻀﺎء ﺭﺏ اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ اﻟﺬﻱ ﺑﻴﺪﻩ ﻣﻠﻜﻮﺕ اﻟﺴﻤﻮاﺕ ﻭاﻷﺭﺽ، ﻟﻪ اﻟﻤﻠﻚ ﻳﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﻳﺸﺎء.

*ADAPUNN ORANG YANG BERKELUH-KESAH​,*.                                                                           maka dia telah melakukan sesuatu yang diharamkan dan kecewa dengan ketentuan Robb semesta alam yang di tangan-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Dia memiliki kekuasaan, Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.

ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺼﺎﺑﺮ: ﻓﻘﺪ ﻗﺎﻡ ﺑﺎﻟﻮاﺟﺐ، ﻭاﻟﺼﺎﺑﺮ: ﻫﻮ اﻟﺬﻱ ﻳﺘﺤﻤﻞ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ، ﺃﻱ ﻳﺮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﺮﺓ ﻭﺷﺎﻗﺔ، ﻭﺻﻌﺒﺔ، ﻭﻳﻜﺮﻩ ﻭﻗﻮﻋﻬﺎ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻳﺘﺤﻤﻞ، ﻭﻳﺤﺒﺲ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻦ اﻟﺸﻲء اﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﻫﺬا ﻭاﺟﺐ.

*ADAPUNN ORANG YANG BERSABAR​,*.                                maka sungguh dia telah menunaikan kewajiban. Orang yang sabar adalah orang yang memikul musibah tersebut, yaitu dia melihat bahwa musibah itu pahit, berat, sulit, dan dia tidak menyukai terjadinya musibah itu, namun dia tetap memikulnya dan menahan dirinya dari sesuatu yang diharamkan. Dan ini adalah wajib.

ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺮاﺿﻲ: ﻓﻬﻮ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﻬﺘﻢ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ، ﻭﻳﺮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﻋﻨﺪ اعﻟﻠﻪ ﻓﻴﺮﺿﻰ ﺭﺿﺎ ﺗﺎﻣﺎ، ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﺗﺤﺴﺮ ﺃﻭ ﻧﺪﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ؛ ﻷﻧﻪ ﺭﺿﻲ ﺭﺿﺎ ﺗﺎﻣﺎ، ﻭﺣﺎﻟﻪ ﺃﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺣﺎﻝ اﻟﺼﺎﺑﺮ. ﻭﻟﻬﺬا ﻛﺎﻥ اﻟﺮﺿﺎ ﻣﺴﺘﺤﺒﺎ، ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ.

*ADAPUNN ORANG YANG RIDHO​,*.                                                                                             maka dia adalah orang yang tidak mempedulikan musibah ini, dan dia melihat bahwa musibah ini dari sisi Allah, lalu dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna, dan tidak ada dalam hatinya rasa sedih atau penyesalan terhadap musibah itu, karena dia rela-menerima dengan kerelaan yang sempurna. Dan tingkatannya lebih tinggi dari tingkatan orang yang sabar. Oleh karena inilah, sikap ridho itu disukai (mustahab) dan bukan wajib.

ﻭاﻟﺸﺎﻛﺮ: ﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ. ﻭﻟﻜﻦ ﻛﻴﻒ ﻳﺸﻜﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺼﻴﺒﺔ ﻭﻫﻲ ﻣﺼﻴﺒﺔ؟

*DANN ORANG YANG BERSYUKUR​*                                adalah orang yang bersyukur kepada Allah atas musibah ini. Namun bagaimana bisa dia bersyukur kepada Allah atas musibah ini padahal itu adalah penderitaan
Read More
Tahun Baru, Inikah Yang Kita Harapkan?

Tahun Baru, Inikah Yang Kita Harapkan?



Saat pergantian tahun ini, sebagian orang bersorak sorai gembira. Mereka menyalakan kembang api, membisingkan langit dengan gemuruh ledakan petasan, lalu meneriakkan terompet yang saling bersahut-sahutan.

Hanya saja, apa latar belakang mereka melakukan semua ini, akankah ada harapan yang terpenuhi?

Saat pergantian tahun esok, mentari yang memancarkan cahyanya tetaplah ia yang tiap hari memancarkan cahyanya itu. Tatkala kita terbagun dari tidur, kita masih saja tetap berada pada ruang yang sama, dunia. Kecuali ruh benar-benar telah lepas sempurna dari jasad, mati.

Tahun baru, umur bertambah, mungkin lebih tua sehari, atau mungkin sebulan atau lebih dari itu. Disadari atau tidak, jatah hidup di dunia semakin berkurang, kesempatan untuk beribadah pun semakin berkurang. Semantra tak ada kepastian untuk kehidupan hari esok yang abadi, pada hari yang tak ada lagi kematian. Kebahagiaan yang abadikah atau kesengsaraan abadi dengan siksa pedih yang tak henti-hentinya.

Jadi, mengapa tidak memperbanyak istighfar dan bertaubat?

Tahun baru, apa yang kita harapkan darinya?
Hidup bahagia dengan kemewahan dunia, atau hidup bahagia dengan kedekatan bersama Sang Pemberi kebahagiaan itu?

Jika harapan kita adalah perubahan hidup menuju kebahagiaan dan kemewahan dunia, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya apa yang kita kehendaki itu tak dapat tercapai melainkan atas izin-Nya.

Tapi, jika harapan ita adalah perubahan hidup menuju kebahagiaan bersama Sang Pemberi kebahagiaan, maka sesungguhnya Dia amat senang dengan apa yang kita harapkan itu.

Mari bersegera, memperbaiki cara untuk mendapat kebahagiaan seperti yang Dia tuntunkan. Dengan niat yang benar dan cara yang benar, sesuai dengan kerdihaan-Nya. Bukan mengikuti cara orang-orang yang memusuhi agama-Nya.

Jika kita benar-benar yakin, bahwa ada kehidupan tanpa kematian setelah kehidupan dunia ini, maka persiapkanlah untuknya. Jika kita benar-benar yakin bahwa ada hari perhitungan amalan setelah kehidupan ini, maka berbekallah untuknya. Jika kita yakin adanya neraka yang siap menyiksa setiap orang yang menyelisihi perintah-Nya, mengapa kita tiada jua merasa takut?

Bukankah surga hanya untuk orang-orang yang takut pada-Nya?

جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ ٨

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ´Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. (al-Bayyinah: 8)

وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ٤٠ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٤١

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”. (al-Nazi’at: 40-41)

Jika kita benar-benar takut, maka buktikanlah. Malam tahun baru ini, kita ingin berada dijalan-Nya atau di jalan setan?

Oleh Abu Ukkasyah Wahyu al-Munawy
Read More
Inilah beberapa alasan Syar'i mengapa Tahun Baru Masehi dilarang bagi Umat Muslim

Inilah beberapa alasan Syar'i mengapa Tahun Baru Masehi dilarang bagi Umat Muslim


Tahun 2018 sudah tidak lama lagi. Beberapa orang sudah siap merayakannya, termasuk juga beberapa muslim. Dari mulai sebatas meniup-niup terompet, turut pesta kembang api, acara musik, sampai model-model perayaan yang lebih layak disebut ajang kemaksiatan.

10 hal ini seharusnya cukup menjadi alasan untuk seseorang muslim tidak untuk ikut meyarakan tahun baru, ini dia alasannya:

Alasan Sejarah

Dalam The World Book Encyclopedia dijelaskan bahwa Penguasa Romawi Julius Caesar mengambil keputusan 1 Januari juga sebagai hari permulaan th. baru sejak era ke 46 SM. Orang Romawi menghadirkan hari itu (1 Januari) pada Janus, dewa semua gerbang, pintu-pintu, serta permulaan (saat). Bln. Januari di ambil dari nama Janus sendiri, yakni dewa yang mempunyai dua muka – suatu berwajah menghadap ke (masa) depan serta sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.

Jika demikian, merayakan tahun baru masehi memiliki keterkaitan historis dengan ritual/budaya paganisme Romawi. Bagaimana jika tidak tahu sejarah tersebut.? Cukuplah firman Allah menjadi pengingat kita:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS. Al isra’: 36)

Tasyabbuh

Perayaan tahun baru masehi adalah kebiasaan orang-orang barat yang sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam. Merayakan tahun baru termasuk menyerupai kebiasaan mereka (tasyabbuh). Kita patut khawatir, sebab tasyabbuh bisa membuat seseorang jatuh ke dalam golongan yang diserupainya.

Rasulullah bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi; hasan)

Terompet Yahudi

Perayaan tahun baru identik dengan terompet. Bahkan meniup terompet dianggap sebagai perayaan yang paling sederhana menyambut tahun baru. Selain harganya murah, juga mudah dilakukan.

Tapi tahukah kita bahwa meniup terompet adalah kebiasaan Yahudi sehingga ketika ada sahabat mengusulkan meniup terompet sebagai tanda masuknya shalat, Rasulullah bersabda :

هو من أمر اليهود

“Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi” (HR. Abu Daud; shahih)

Pemborosan

Merayakan tahun baru, khususnya dengan acara musik dan pesta kembang api serta acara sejenisnya, pastilah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini termasuk bentuk pemborosan yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إن الله كره لكم ثلاثا قيل وقال وإضاعة المال وكثرة السؤال

“Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukhari)

Begadang sepanjang malam

Salah satu bentuk perayaan tahun baru yang paling umum adalah menunggu detik-detik pergantian tahun, yakni tepat pukul 00:00. Dengan demikian, orang-orang yang merayakan tahun baru, mereka begadang hingga dini hari.

Begadang yang tidak memiliki kemaslahatan merupakan salah satu hal yang dibenci oleh Rasulullah. Jika tidak ada keperluan penting, Rasulullah biasa tidur di awal malam.

وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan ngobrol setelah isya’ (HR. Bukhari)

Meninggalkan shalat

Sering kali, karena begadang sepanjang malam dan baru tidur menjelang fajar atau pagi hari, orang yang merayakan tahun baru meninggalkan Shalat Subuh. Bahkan terkadang shalat isya’ juga tidak dihiraukan karena acara perayaan sudah dimulai sejak petang.

Meninggalkan shalat adalah salah satu dosa besar. Bahkan meninggalkan shalat dengan sengaja, bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kekafiran dan pembeda antara Muslim dan Kafir adalah Sholat.

Menyia-nyiakan waku

Merayakan tahun baru dengan berbagai bentuk aktifitasnya, apalagi yang hura-hura, adalah termasuk menyia-nyiakan waktu. Padahal, dalam Islam, waktu sangatlah berharga sehingga Allah bersumpah demi waktu. Dan di akhirat nanti, seseorang juga tidak bisa beranjak dari tempatnya hingga ditanya waktunya untuk apa dihabiskan.

Imam Syafi’i membuat kesimpulan yang sangat tepat terkait dengan waktu:

ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل

“Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”

Ikhtilath

Perayaan tahun baru umumnya tidak memisahkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Sehingga terjadilah ikhtilath yang luar biasa. Bersentuhan lawan jenis menjadi tidak terelakkan, bahkan memang disengaja.

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani; shahih)

Hal-hal haram

Perayaan tahun baru tidak terlepas dengan musik dan acara sejenis, kadang juga disertai dengan hal yang jelas-jelas haram. Misalnya minuman keras. Jika ini yang dilakukan tentu dosanya semakin banyak.

Terjerumus zina

Termasuk hal yang paling parah dalam perayaan tahun baru adalah terjerumus zina. Ini bukan kekhawatiran semata, karena faktanya banyak berita yang melaporkan pembelian alat kontrasepsi meningkat menjelang tahun baru dan paginya di tanggal 1 Januari ditemukan banyak alat kontrasepsi bekas di lokasi perayaan tahun baru.

Ada yang berzina karena memang sudah direncanakan dari awal. Namun ada juga perempuan yang terjerumus ke dalam zina saat perayaan tahun baru karena dimulai dari ikhtilath dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk. Na’udzubillah min dzalik.

Lantas bagaimana dengan orang-orang yang pada malam itu hanya berkumpul dirumah bersama keluarga sambil bakar-bakar jagung, goreng pisang, minuman jahe hangat, dsb...???
Jawabnya TEGAS...!!! Hal tersebut sama saja halnya dengan Bertasyabbuh dengan mereka karena turut meramaikan Hari perayaan mereka.

Intinya janganlah ikut-ikutan meramaikan perayaan mereka pada malam itu...!!!

Lebih baik kita menjauhi apa yang telah Allah Ta'ala larang

Allah Ta'ala berfirman :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً “

Wahai orang-orang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari Api Neraka” (Qs. At-Tahrim ayat 6)

Tolong agar difikirkan baik" sebelum menyesal selamanya
Ingat...!!!  ajal tidak mengenal usia, jangan sampai anda terlena turut bertasyabbuh lantas kematian tiba-tiba menjemput, Naudzubillah...!!!
 #Peduli_Ummat_Muslim
Sebarkan...!!!
Read More
Perayaan Natal dan Budaya Syirik

Perayaan Natal dan Budaya Syirik


Oleh: Dr. Ilham Kadir, MA

Akhir Desember tiba, para ulama dan supaha' kembali berpolemik, boleh tidaknya mengucapkan "Selamat Hari Natal" kepada penganut agama Kristen yang meyakini bahwa tuhan mereka, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember.

Kelahiran Yesus itulah yang selalu membawa perdebatan, baik dalam kalangan teolog Kristen sendiri apalagi umat Islam yang hanya percaya bahwa Yesus tidak lebih dari manusia biasa yang dikenal dengan nama Isa binti Maryam, diberi wahyu oleh Allah untuk menjadi Nabi dan Rasul.

Karena itu, dalam perspektif Islam, Yesus tidak sepatutnya diperingati kelahirannya, sebab, Tuhan itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (lam yalid wa lam yulad). Demikian pula, dari segi rasionalitas, tuhan Yesus sangat susah dicerna, sebab digambarkan menjadi tiga jenis yang berbeda. Roh kudus, tuhan bapak, dan tuhan anak. Kadang anak menjelma menjadi bapak, di lain waktu menjadi roh kudus, dan pada saat yang lain menjadi anak. Sangat tidak rasional, tukang pembuat meja, sewaktu-waktu menjelma menjadi meja, dan lain waktu menjelma menjadi roh. Begitulah Islam memandang Yesus. Dan karena itu pula, umat Islam sampai kapan pun tidak akan dapat menerima penuhanan Yesus.

Walau pun demikian, wajib bagi umat Islam untuk tetap bermuamalat dengan baik kepada umat Kristiani. Dan tetap melakukan interaksi sosial non keagamaan sebagaimana sepantasnya. Tidak memerangi, selama mereka tidak menganggu ketentraman. Dalam soal agama dan akidah boleh beda, namun persaudaraan antarsesama umat manusia tetap rukun dan harmonis. Dalam konteks kebangsaan, kita berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

***

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang paling otoritatif di Indonesia dalam menentukan halal dan haram sebuah masalah sosial keagamaan pernah menerbitkan fatwa tentang Natal pada 1981. Meski titik tekan fatwa pada perayaan natal bersama, MUI juga membahas secara umum tentang batasan bermuamalah dengan non-Muslim dan hal-sal syubhat seputar natal.

Pada poin pertama 'Fatwa Natal' dijelaskan bahwa umat Islam diperbolehkan bekerja sama dan bergaul dengan umat agama lain. Catatannya, kerja sama yang dilakukan dalam masalah yang berhubungan dengan keduniaan. Dasarnya adalah Al-Qur'an surah Mumtahanah ayat ke-8, bahwa Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil.

Umat Islam secara jelas juga dilarang mencampur-adukkan akidah dan peribadatan agamanya dengan akidah agama lain. Dan janganlah campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahuinya, (QS. Al-Baqarah: 42).

Natal jelas menjadi peribadatan agama lain. Di dalamnya ada ibadah-ibadah yang dilakukan. MUI secara eksplisit memang tidak mengatur detail tentang hukum mengucapkan selamat Natal. Namun, hal-hal umum yang berkaitan dengan Natal diatur dalam poin keenam dari Fatwa MUI 1981itu. MUI menjelaskan dengan dasar tersebut maka mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram. MUI lalu menganjurkan agar umat Islam tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.

Ada pun Majelis Tarjih Muhammadiyah merujuk ke fatwa MUI saat ditanya tentang hukum mengucapkan selamat Natal. Dewan Fatwa Resmi Muhammadiyah itu berpandangan, hukum mengucapkan selamat Natal masuk dalam kriteria poin agar umat Islam tidak terjerumus ke dalam hal yang syubhat seputar Natal. Oleh karena itu, lebih baik dihindari.

Nahdatul Ulama (NU) memiliki persepsi lain tentang ucapan selamat Natal pada penganut agama Kristen. Organisasi terbesar umat Islam ini berpandangan mengucapkan selamat Nalat boleh saja dengan syarat-syarat yang ketat. Seperti, hanya tujuan basa-basi (mujamalah zhahiriyah) yang tidak ada keyakinan rasa dalam hati dalam konteks ucapan tersebut, hanya dengan maksud sebagai bagian dari tenggan rasa.

NU berpedoman pada dalil, Manusia itu umat yang satu, setelah timbul perselisihan, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, (QS. Al-Baqarah: 213).

Ada pun dari dalil Sunnah, NU, dalam melakukan muamalat antarsesama manusia berpedoman pada riwayat Muslim bahwa Nabi bersabda, Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan bila kamu berjumpa dengan mereka di jalan maka desaklah mereka ke tempat lain yang lebih sempit."

Melalui hadis ini, NU mengambil qiyas dalam kehidupan sehari-hari. Maknanya, setiap muslim seharusnya menyediakan ruang sosial yang disediakan untuk non-Muslim lebih sempit dibandingkan ruang sosial yang disediakan untuk sesama Muslim. Ruang itu pun harus jelas batasannya, Imam Nawawi rahumahullah dalam "Tafsir Munir" menjelaskan bahwa penghormatan itu hanya boleh dilakukan dalam batas urusan duniawi saja. Itu pun harus disertai dengan keyakinan bahwa hanya Islamlah agama yang paling benar.

Walaupun NU tidak setegas MUI dan Muhammadiayh  dalam menyikapi ucapan Selamat Natal, namun jika ditinjau dari persepktif teologis, nampaknya perayaan Natal sangat berpeluang menjerumuskan pelakunya dalam kesyirikan karena dapat menjadi sebuah pengakuan bahwa tuhan Yesus benar-benar lahir pada tanggal 25 Desember, padahal belum ada fakta sejarah dan empiris yang mengungkap dengan pasti kebenaran itu dan tidak dapat pula dimengerti mengapa tuhan dapat dilahirkan seperti manusia biasa.

Sangat tepat apa yang difatwakan Ibnul Qayyem al-Jauziyah dalam "Ahkam Ahluz Dzimmah", Ucapan terhadap ritual kekufuran haram hukumnya. Seperti ucapan selamat atas hari raya dan puasa mereka. Sekalipun pelakunya terhindar dari penyimpangan akidah, tetap saja ucapannya dihukumi haram.

Bersikap toleran tidak harus mengorbankan akidah dengan mengakui kebenaran agama lain. Yang benar adalah, mengakui eksistensi agama lain tanpa mengakui kebenarannya. Tidak ada untungnya umat Islam mengucapkan selamat Natal, dan tidak ada ruginya pula penganut agama Kristen jika tidak diucapkan 'Selamat Hari Natal' kepada mereka. Selama ini, Islam dan Kristen di Indonesia hidup rukun kendati tanpa ucapan selamat Natal, dan kita umat Islam tidak usah diajari toleran dengan bangsa lain, apalagi Barat lebih khusus Amerika yang hingga saat ini mash berlaku tidak toleran terhadap agama Islam.

Di Indonesia hari raya Natal adalah hari libur, sedangkan Eropa dan Amerika tidak menjadikan Hari Raya Islam sebagai hari libur. Indonesia, kendati selalu dipimpin oleh Presiden dan Wapres muslim, tapi menteri dan kepala daerahnya banyak yang non-Muslim. Kita adalah model negara paling noleran di dunia.

Maka, hidup rukun tidak mesti mengorbankan agama dengan mengucapkan selamat Natal atau menggunakan atribut Natal yang sesungguhnya sangat dekat dengan budaya syirik. Wallahu A'lam!

http://www.ilhamkadir.com/
Read More
Argumen Ust Dr. Zaitun Rasmin حفظه الله Tentang LGBT ( Wasekjen MUI Pusat, Wakil Ketua GNPF-MUI & Ketua Umum Wahdah Islamiyyah)

Argumen Ust Dr. Zaitun Rasmin حفظه الله Tentang LGBT ( Wasekjen MUI Pusat, Wakil Ketua GNPF-MUI & Ketua Umum Wahdah Islamiyyah)


1.) Dari Sisi Hukum

Tidak mungkin kaum muslimin ini di pisahkan dalam hukum yang berlaku di masyarakat dengan apa yang ada di dalam agama mereka Walupun kita telah menerima sejak di coretnya tujuh kata di 18 Agustus 1945. Kita terima sebuah proses bahwa kaum muslimin untuk pidana, kita sudah terima bahwa harus bersabar,  Tidak bisa menjalankan syariat islam (secara kaffah) bagi pemeluknya. tapi tidak berarti semuanya lepas (dari syariat/hukum islam).

2.) Dari sisi HAM

Kita sepakat dengan teman-teman ini masalah HAM & kita orang beragama ini paling mengerti HAM _In Syaa allah_, *Sebab Agama ini tentu sejalan dengan HAM*.

Tapi semua orang mengerti bahwa HAM ini Pasti ada batasnya. Tidak mungkin HAM itu menjadi bebas,  HAM Liberal yang tanpa nilai-nilai yang mengikatnya.

Kalau selalu begerak dengan landasan seperti itu, sangat berbahaya. Karena kalau kita biarkan seseorang itu sesukanya atau karena tidak mengganggu orang lain maka silahkan,  kalau begitu *UU Narkoba Harus di Cabut*. Orang kemudian kalau mengonsumsi sendiri, itu bisa tidak terkena hukum karena hanya merusak dirinya sendiri. Padahal sekarang pelaku sabu-sabu, narkoba, ada hukumnya. Begitu Juga dengan perbuatan-perbuatan yang lain. Ini merupakan pelanggaran bagi kemanusiaan itu sendiri, (yakni)  membiarkan ada manusia merusak dirinya sendiri.

Sebab manusia ini walaupun ada akal & nurani dalam dirinya, tapi jangan lupa manusia ini di penuhi oleh nafsu juga. Dalam Alquran di katakan _"Jiwa manusia ada 2 Potensi"_. bisa menjadi baik (taqwa rasional) atau kemudian jadi fujur (mengikuti hawa nafsu) dan hawa nafsu itu seperti binatang. *Apa kita mau manusia ini menjadi seperti BINATANG..??*

Katakanlah kehidupan seksual, maukah kita membiarkan ada saudara kita yang kehidupan seksual nya seperti Binatang? Lantas Manusia apa kita ini? Bangsa apa? Negara apa? Hanya karena alasan _ini kan kebutuhan sendiri, tidak menggangu orang lain_. Tidak bisa seperti itu.

Mungkin saja, orang-orang bicara seperti ini pas belum kena keluarganya. Tapi kalau kena anaknya, keluarganya, dia akan merasakan.

3.) Dari Sisi Keadilan

Jangan selalu di fahami, ketika ada orang yang memperjuangkan ini  (penolakan terhadap LGBT),  Lantas motivasi nya itu Diskriminasi,  atau tidak berbuat adil. Justru ini keadilan;  bahkan kami semua ini dengan penuh kasih sayang tidak ada benci sedikitpun. Ketika kami mengupayakan agar ini ada hukum yang mengaturnya,  itu (karena)  sayang kepada mereka, dan sayang pada seluruh bangsa ini.

Saya sendiri sebetulnya kalau masalah ini, kalau berkembang yang namanya LGBT dan lain sbgnya yang kita tidak suka secara agama, kami tidak menyalahkan pertama hukum yang lemah. *Tapi yang pertama bahwa pencerahan tidak jalan, dakwah tidak jalan* dan yang kedua bahwa penyadaran tentang kesehatan belum jalan,  kemudian yang ketiga masalah hukum, sebab masalah hukum ini untuk mengatur ketertiban masyarakat. Bagaimana bisa mencegah & mengobati penyakit masyarakat, kalau tidak ada hukum-hukum yang kuat.

4.) *Diri Sisi Kaidah Fiqih*

Dalam Alquran & Kitab Suci Lainnya (Perjanjian Lama, Perjanjian baru) di ceritakan bagaimana nasib kaum-kaum yang telah  terjatuh pada hal seperti ini;  harus nya cukup jadi pelajaran. Kata pepatah arab _"orang bahagia itu, yang mengambil pelajaran dari orang lain"_.

Kemudian, ayat-ayat tentang ini (Homoseks) semuanya membawa kata "Fahisyah".

Nabi Luth sendiri menawarkan pada mereka, "ini anak-anak perempuan saya kalau memang kalian ingin melampiaskan  nafsu, ini anak perempuan saya (maksudnya nikahilah),"  karena nabi mana yang mau anak nya di perkosa? Tentu tidak. Artinya, "inilah silahkan (nikahi)  walaupun kalian saya tau buruk akhlak kalian, tapi perbuatan kalian  suka sesama jenis itu, itu mungkar banget,  fahisyah. Maka saya ingin obati kalian".

Ini sebuah hukum dalam islam (kaidah fiqih) di sebut dengan ارتكاب أخف الضررين artinya _"mengambil kemudharatan yang lebih kecil dari dua kemudharatan"_ yakni ketika Nabi Luth memilih untuk menikahkan anak-anak perempuan nya (atau ummatnya yg perempuan) kepada kaum  yang buruk akhlak nya, dari pada mereka terjatuh pada kemungkaran yang besar yakni *Homoseksual*.

Karena itu, kalau kemudian suatu ketika DPR mudah-mudahan dapat memutuskan ini, jangan di artikan kita membenci mereka, meng kriminalisasi mereka. (Justru) ini menyelamatkan dari sesuatu yang lebih besar akibatnya.
__________
✍🏻 _*Syahrial Paputungan*_

@ILC-ZinaLGBT
19/12/2017. TVone
Read More