'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
Showing posts with label Filsafat Ilmu. Show all posts
Showing posts with label Filsafat Ilmu. Show all posts
Filsafat Ilmu: Kerangka Berfikir Ilmiah

Filsafat Ilmu: Kerangka Berfikir Ilmiah


Kerangka adalah bangunan dasar dari sebuah bangunan, sebuah pikiran yang mamapan/kuat dan terstruktur maka harus memiliki sebuah karangka yang Jelas dan kuat. Berpikir adalah aktifitas akal untuk mengetaui sesuatu yang baikl dan buruk, berpikir berbeda dengan menghayal karena menghayal mendepankan imajinasi dan selalu cendrung pada hayalan kedepan, berpikir juga berbeda dengan malamun karena melamun cendrung pada sebuah pristiwa yang sudah terjadi, sehingga tujuan berpikir seseorang yaitu mencari tahu sesuatu, dan berpikir terjadi karena orang sadar.
Lantas bagaimana dengan mimpi, apakah termasuk berpikir? Mimpi adalah sebuah peristiwa dari alam bawah sadar, yang terungkit melalui mimpi, bukan di pengaruhi oleh cara kerja akal. Sedangkan ilmiah adalah ilmu, rasional, dan objektif. Sesuatu yang dapat di katakan ilmu apabila memenuhi ke tiga syarat yang ada tadi. Ilmu artinya pengetahuan yang sistimatis dan dapat di pertanggung jawabkan. Rasional adalah suatu argumentasi yang dapat di terima oleh orang, sedangkan objektif adalah sesuai dengan realitas.  Pengetahuan adalah konsepsi dasar manusia yang tidak berlandaskan analitis.
Dalam rangka menemukan sebuah kerangka berpikir yang ilmiah maka kita membutuhkan filsafat sebagai pisau analitisnya. filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.  Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Beberapa definisi kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda.
Pengertian filsafat menurut beberapa tokoh filsuf yang terdiri dari Plato (427sm - 347sm) seorang filsuf yunani yang termasyhur murid socrates dan guru aristoteles, mengatakan: filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
Aristoteles (384 sm - 322sm) mengatakan : filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda). Al-farabi (meninggal 950m), filsuf muslim terbesar sebelum ibnu sina, mengatakan : filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Immanuel kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir barat, mengatakan : filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: ” apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika) ” apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika) ” sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi). Teruslah mencari hingga mencapai titik kesempurnaan.
Kerangka filsafat terdiri dari : epistemologi “membicarakan apa itu pengetahuan:, ontologi “membicarakan apa itu ada”. Dan ekskatologis. Orang pertama yang menemukan epistemology Jl exprer. Dengan metode ini coba kita menganalistis tentang kebenaran, misalnya Tales Segala Sesuatau Berasal Dari Air (Bapak Filsafat), Arciminandus segala kehidupan berasal dari udara, Renedekartes : aku berpikir maka aku ada (berarti dia tidak berpikir maka dia tidak ada).
Dari 3 terori ini mana yang benar, apakah terdapat tiga kebenaran, padahal pada prinsipnya kebenaran tidak mungkin lebih dari satu. Sehingga muncullah Heraklitos mengatan bahwa udara dan air itu bisa beruba, segala sesuatu terus mengalami perubahan. Sedangkan berpikirpun tidak selamanya berada pada manusia. Seringkali manusia lupa, tidur dan sebagainya oleh karena itu heraklitos mengatakan bahwa yang abadi itu adalah perubahan itu sendiri. Tetapi sayangnya perubahan itu juga mengalami perubahan.
Mazhab berpikir
Emperikal
Bertanya tentang apa itu benar, benar adalah kesesuaian antara ide dan realitas (ada). Lantas apa itu ada?, John lock sesuatu itu ada karena dapat di pantau oleh panca indra (memikili wujud), berarti adanya kamu hari ini adalah ada sedangkan yang kemarin tidak ada karena tidak dapat di tampilkan keberadaanmu. (Berarti kamu ada hari ini atau hari kemarin?). apakah benar bahwa sesuatu yang ADA harus berlandaskan panca indra, Namun panca indra tidak dapat di jadikan sebagai landasan kebenaran absolud karena indra pada dasarnya menipu. Contoh melihat lidi dalam botol aqua yang bengkok namun ketika di keluakan dari botol pasti lurus.
Idealisme
tokohnya plato. Kebenaran sebenarnya sudah ada, keberan itu ada dalam ide, segala sesuatu berasal dari alam ide (metafisika), kita pada awalnya berada di alam ide, sedangkan realitas sekarang adalah sekedar mengingat kembali dari alam ide. Teori ini gugur oleh kaum rasionalisme, mana mungkin sesuatu yang tidak terbatas di batasi oleh sesuatu yang memiliki batasan. (renedekartes).
Skriptualis
Semua ajaran memiliki ajaran yang benar jadi kebenarannya lebih dari satu. Kaum skriptualis mencari kebenaran berlandaskan kitab suci sehingga konsekwensinya terjadi klaim-klaim kebenaran, Dari mana anda mengetahui Tuhan itu ada? Dari kitab berarti yang mengadakan tuhan adalah kitab. Jangan sampai semua ritual yang ada hanya sebatas dogma belaka.
Dari sekian mazhab yang ada, tidak ada jaminan yang mesti dalam mencaci hakekat kebenaran (Tuhan) oleh karena itu dalam mencari Tuhan harus menggunakan prinsip identitas, contoh A tidak Sama dengan B. sebab tidak bisa menjadi akibat dan akibat tidak bisa menjadi sebab. Prinsip sebab akibat  (Kausalitas)  contoh Al qur’an adalah bagian dari tulisan manusia? Apakah ini betul, berari tuhan tidak sempurna karena adanya tuhan tergantung oleh manusia. Apa betul tuhan tergantung pada manusia, berarti Tuhan sering ada dan tidaada (kalau solat) Kita adalah akibat, yang namanya akibat selalu kurang satu, berarti yang namanya akibat tidak bisa menjadi penyebab sehingga harus ada kausa prima. Alquran  hanya memperkenalkan Allah (anani anaula) dan rasulpun memperkenalkan Allah, karena akibat membutuhkan sebab.
Contoh-contoh : gerak  (Ibnu sina), Apa itu gerak, Plato : gerak adalah berpindanya sesuatu dari satu tempat ketempat lain (adanya perubahan), Seno mengatakan bahwa gerak adalah diam itu sendiri. Buah apel (perubahan warna dan ukuran, rasa). Mulasadra membedakan dua bentuk gerak, Gerak subtansi dan gerak aksiden, Gerak subtansi adalah (contoh sifat kertas tetaplah kertas karena walaupun di robek) gerak aksiden adalah (contoh air dan ekstra jos = menentukan rasanya). 

silogisme
Deduksi : setiap mahluk hidup pasti akan mati, rahman adalah mahluk hidup jadi rahman pasti akan mati.
Kenapa tuhan tidak dapat di lihat, karena tuhan sangat dekat dengan sumber penglihatan kita maka kita tidak melihatnya, Tuhan tidak dapat di lihat karena tuhan maha besar- sesuatu yang maha besar pasti tidak dapat di liat, Tuhan tidak dapat menampakan dirinya karena kalau di tampakan maka harus di sandingkan, sedangkan Tuhan tidak memiliki sandingan,  (contoh siang di sandikan dengan malam).
Ada tiga macam “ADA” oleh Ibnu sina
1.      Wajib ada/ WUJUD (hujan itu wajib ada maka tdk ada kehidupan)
2.      Mungkin ada/ WUJUD (manuaia berkepala babi)
3.      Mustahil adanya/ WUJUD (manusia yg setinggi langit).
Tuhan itu inmateri karena kalau materi maka tuhan itu terbatas. Tetapi apakah malekat juga inmateri karena malaikatpun tidak dapat di pancaindari, namun berlandaskan wahyu bahwa Tuhan itu maha unik olah karena itu apabila malaikat juga inmateri maka malaikatpun sama dengan Tuhan, konsekwensinya tuhan tidak menjadi unik lagi oleh karena itu Quraib sihab dalam bukunya tafsir misbah bahwa malekat itu di sembunyikan. Kalau di sembunyikan maka bisa ti tampakan atau tidak, (tidak menjadi mustahil bagi Allah karena nabi Isa AS pun bisa lahir dari mariam sang perawan). Waulahua’alam
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@


Read More
Filsafat Ilmu: Teori-Teori Kebenaran Filsafat

Filsafat Ilmu: Teori-Teori Kebenaran Filsafat



1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.
Kesimpulan
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebanaran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu.
Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,rasio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@


Read More
Filasafat Ilmu: Teori Kebenaran Filsafat

Filasafat Ilmu: Teori Kebenaran Filsafat



Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarnan ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
- Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran
- Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
- Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian.
Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
Filsafat Ilmu: Cabang-cabang Filsafat

Filsafat Ilmu: Cabang-cabang Filsafat



Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian bertambah lagi, pertama teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, tetang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran (metafisika), dan kedua kajian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang ideal (politik). Kelima cabang utama ini berkembang lagi menjadi cabang filsafat yang lebih spesifik mencakup:
  1. Epistemologi (filsafat pengetahuan)
  2. Etika (filsafat moral)
  3. Estetika (filsafat seni)
  4. Metafisika
  5. Politik (filsafat pemerintahan)
  6. Filsafat agama
  7. Filsafat ilmu
  8. Filsafat pendidikan
  9. Filsafat hukum
  10. Filsafat sejarah
  11. Filsafat matematika
Penerapan Filsafat
Penerapan filsafat dalam sisi humanisme yaitu mengembangkan manusia dari segi keterampilan dan praktek hidup, sedangkan dari sisi aspek akademik yaitu menekankan nilai kognitif dan ilmu murninya. Keduanya merupakan aspek penting yang tidak dapat dipisahkan karena berperan untuk terus menganalisa dan mengkritisi aspek akademik dan humanis demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang.
Peranan Filsafat
  1. Pendobrak: Berabad-abad manusia tertawan dalam penjara tradisi, kebiasaan, dan mistik. Dengan filsafat, manusia mendobrak penjara tersebut dan menyadarkan bahwa kehidupan dalam penjara adalah kehidupan yang tidak benar.
  1. Pembebas: Filsafat bukan hanya mendobrak penjara tersebut, tetapi juga berhasil membawa keluar manusia dari penjara tersebut dan meninggalkan kebodohan, kepicikan, ketidakteraturan, kesesatan berpikir serta menuju ke dunia rasionalitas yang bebas dari hal-hal yang mengekang akal budi manusia
  1. Pembimbing: Filsafat kemudian membimbing manusia untuk berpikir rasional, luas, mendalam, sistematis, integral, dan koheren.
  1. Pendidikan:Dalam pendidikan Filsafat berperan untuk terus menganalisa dan mengkritisi aspek akademik (menekankan nilai kognitif dan ilmu murni) dan humanis (mengembangkan manusia dari segi ketrampilan dan praktik hidup) demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
Filsafat Ilmu: Landasan Berfikir Filsafat

Filsafat Ilmu: Landasan Berfikir Filsafat



Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat adalah 1) Keheranan; 2) Kesangsian; 3) Kesadaran akan keterbatasan karena merasa dirinya sangat kecil, sering menderita, dan sering mengalami kegagalan. Hal ini mendorong pemikiran bahwa di luar manusia yang terbatas, pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dalam kehidupan, adakalanya kita dapat menggolongkan manusia kedalam beberapa jenis berdasarkan pengetahuannya, yaitu:
  • Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
  • Orang yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya;
  • Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
  • Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.
Orang dapat memperoleh pengetahuan yang benar apabila orang tersebut termasuk golongan 1) dan sekaligus 2) yaitu Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya sekaligus Orang yang mengetahui apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikian maka filsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui. Pengetahuan diperoleh dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari kedua-duanya.
Tidak semua orang mampu berfilsafat, orang yang akan mampu berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena memahami bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan kebesaran alam semesta. Filsuf Faust mengatakan : ”Nah disinilah aku, si bodoh yang malang, tak lebih pandai dari sebelumnya”. Socrates menyadari kebodohannya dan berkata “yang saya ketahui adalah bahwa saya tak tahu apa-apa”.
Sifat selanjutnya adalah bersedia untuk mengoreksi diri dan berani berterus terang terhadap seberapa jauh kebenaran yang sudah dijangkaunya. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri sendiri mengenai:
  1. Apakah yang sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?;
  2. Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang bukan ilmu?;
  3. Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar?;
  4. Kriteria apa untuk menentukan kebenaran?;
  5. Mengapa kita harus mempelajari ilmu?;
  6. Apakah kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang berfilsafat diibaratkan seperti seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya dalam lingkungan alam semesta. Hamlet berkata “Ah Horaito, masih banyak lagi di langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu”. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu “menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan orang lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari merenungkan bahwa betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Seperti Socrates yang berkata ”Ternyata saya tak tahu apa-apa”.
Selanjutnya Socrates berpikir filsafati yakni dia tidak percaya bahwa ilmu yang sudah dimilikinya itu benar dan bertanya-tanya mengenai apakah kriteria untuk menyatakan kebenaran?, apakah kriteria yang digunakan tersebut sudah benar?, dan apakah hakekat kebenaran itu sendiri?. Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam dan ini merupakan karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu “mendasar”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dan melingkar yang seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir. Namun bagaimana menentukan titik awal?. Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita hanya bisa berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu “spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter berpikir filsafat yaitu meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.
LANDASAN FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom.
Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?.
Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini.


 Bagan Landasan Filsafat IlmuGambar : Bagan Landasan Filsafat Ilmu
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
Read More
Filsafat Ilmu: Mamfaat Penerapan Filsafat

Filsafat Ilmu: Mamfaat Penerapan Filsafat



Tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian). Oleh karena itu, dengan berfilsafat, seseorang akan lebih menjadi manusia, karena terus melakukan perenungan akan menganalisa hakikat jasmani dan hakikat rohani manusia dalam kehidupan di dunia agar bertindak bijaksana. Dengan berfilsafat seseorang dapat memaknai makna hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi maupun sosial.
Kebiasaan menganalisis segala sesuatu dalam hidup seperti yang diajarkan dalam metode berfilsafat, akan menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan objektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga mampu meraih kualitas, keunggulan dan kebahagiaan hidup.
Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berfikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, tetapi disisi lain masih mampu mengakui harkat martabat orang lain, mengakui keberagaman dan keunggulan orang lain. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam.
Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman atas hakikat kesatuan semua pengetahuan dan kehidupan manusia lebih dipimpin oleh pengetahuan yang baik.
Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius. Plato menghendaki kepala negara seharusnya seorang filsuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakan. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari, memberikan pandangan yang luas, merupakan sarana latihan untuk berpikir sendiri, memberikan dasar-dasar untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
Manfaatnya filsafat adalah sebagai alat mencari kebenaran dari gejala fenomena yang ada, mempertahankan, menunjang dan melawan/berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dll.
Jadi untuk memahami landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam 2 fungsi, yaitu: Sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendeskripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupa menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar sederhana.
Apabila dijabarkan, berikut ini manfaat atau kegunaan dari filsafat secara umum:
  1. Diperoleh pengertian yang mendalam tentang manusia dan dunia
  2. Diperoleh kemampuan untuk menganalisis secara terbuka dan kritis tentang berbagai gejala dari bermacam pandangan
  3. Diperoleh dasar metode dan wawasan yang lebih mendalam serta kritis dalam melaksanakan studi pada ilmu-ilmu khusus
  4. Diperoleh kenikmatan yang tinggi dalam berfilsafat (Plato)
  5. Dengan berfilsafat manusia berpikir dan karena berpikir maka manusia ada. Menurut Rene Descartes : karena berpikir maka saya ada (cogito ergo sum)
  6. Diperoleh kesadaran akan kepentingan yang memberi semangat kepada seluruh usaha peradaban (Alfred North Whitehead)
  7. Filsafat merupakan sumber penyelidikan berdasarkan eksistensi tentang manusia (Maurice Marleau Ponty)
Kegunaan filsafat secara khusus ( dalam lingkungan sosial budaya Indonesia menurut Franz Magnis Suseno), meliputi:
  1. Menghadapi tantangan modernisasi melalui perubahan pandangan hidup, nilai-nilai dan norma filsafat agar dapat bersikap terbuka dan kritis;
  2. Filsafat merupakan sarana yang baik untuk menggali kebudayaan, tradisi, dan filsafat Indonesia serta untuk mengimplementasikannya;
  3. kritik yang membangun terhadap berbagai ketidakadilan sosial dan pelanggaran hak asasi manusia;
  4. Merupakan dasar yang paling luas dan kritis dalam kehidupan intelektual di lingkungan akademis;
  5. Menyediakan dasar dan sarana bagi peningkatan hubungan antar umat beragama berdasarkan Pancasila..
Manfaat lainnya dalam kaitannya terhadap ilmu:
  1. Agar tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual;
  2. Kritis terhadap aktivitas ilmu / keilmuan;
  3. Merefleksikan, menguji, mengkritik asumsi dan metode ilmu terus menerus sehingga ilmuwan tetap berada dalam koridor yang benar;
  4. Mempertanggungjawabkan metode keilmuwan secara logis dan rasional;
  5. Memecahkan masalah keilmuwan secara cerdas dan valid;
  6. Berfikir sintesis aplikatif (lintas ilmu kontekstual);
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
Filsafat Ilmu: Objek Kajian Filsafat

Filsafat Ilmu: Objek Kajian Filsafat


Objek Material
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Objek material filsafat (segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat) setidaknya ada 3 persoalan pokok, 1) Hakikat Tuhan, 2) Hakikat Alam, 3) Hakikat Manusia.
Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi sekalipun kelihatan terpisah akan tetapi saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Ada beberapa pengertian objek material filsafat, yaitu:
  1. Segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang ada dan mungkin ada;
  2. Segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir tentang dirinya dan tempatnya di dunia;
  3. Segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin diketahui manusia.
Dalam hal ini permasalahan yang dikaji oleh filsafat meliputi:
  1. Logika ( benar dan salah )
  2. Etika ( baik dan buruk )
  3. Estetika ( indah dan jelek )
  4. Metafisika (zat dan pikiran )
  5. Politik ( organisasi pemerintahan yang ideal).
Objek Formal Filsafat
Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Misalnya objeknya “manusia” yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia.
Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.

METODE FILSAFAT
Metode dan filsafat mempunyai hubungan erat, karena secara tidak langsung filsafat membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat. Untuk mempelajari filsafat ada tiga macam metode: 1) metode sistematis, 2) metode historis, dan 3) metode kritis menggunakan filsafat/pemikiran lain.
Menggunakan metode sistematis, berarti seseorang menghadapi dan mempelajari karya filsafat. Misalnya mula-mula ia menghadapi teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat, setelah itu ia mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang lain. Kemudian ia mempelajari teori nilai atau filsafat tatkala membahas setiap cabang atau cabang itu, aliran-aliran akan terbahas. Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatiannya terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh atau pun periode.
Adapun metode historis digunakan apabila seseorang mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarah, terutama sejarah pemikiran. Metode ini dapat dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah, misalnya dimulai dari membicarakan filsafat Thales beserta riwayat hidupnya, pokok ajarannya dalam teori pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas setelah mengetahui Thales dari mulai pemikiranya, dilanjutkan lagi membicarakan tokoh selanjutnya, misalnya Heraklitus, Pramendes, Sokrates, Demokritus, Plato, dan tokoh-tokoh lainnya.
Metode kritis digunakan oleh orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pengguna metode ini haruslah sedikit-banyak telah memiliki pengetahuan filsafat, langkah pertama dengan memahami isi ajaran, kemudian mengajukan kritiknya. Kritik itu dapat menggunakan pendapatnya sendiri atau pun orang lain.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More