Rahasia Sukses Ulama Zaman Terdahulu
👍Sebagian dari kita mungkin mengenal ulama' zaman dulu sekaliber Imam Syafi'i, salah satu tokoh pendiri Madzhab yang banyak pengikutnya. Imam An-Nawawi, ulama' yang meninggal dunia di usia muda dan rela tidak menikah hingga hayatnya demi ilmu, karya beliau melebihi umurnya. Imam Sibawaih, maestro ilmu nahwu dari kota Bashrah. Imam Al-Bukhari, beliau rela menempuh perjalanan ribuan kilometer hanya untuk mendapatkan satu hadits. Dan masih banyak lagi ulama' zaman dulu lainnya yang sangat besar perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan. Kesuksesan mereka tidak lepas dari kebiasaan dan cara belajarnya yakni dengan menghafal.
Namun, ironisnya cara belajar dengan menghafal ini mulai ditinggalkan. Banyak kalangan akademisi seperti dosen, mahasiswa, doktor bahkan profesor menilai bahwa metode belajar dengan menghafal ini dianggap kuno, tidak praktis, tidak efektif, membosankan dan melelahkan. Bukankah segala sesuatu itu butuh pengorbanan bila ingin mendapatkan hasil yang besar?. Bukankah orang yang tidak mau menanggung lelah dan sulitnya belajar, maka ia akan merasakan pahitnya kebodohan?. Maka dari itu, ilmu yang diperoleh oleh kalangan akademisi tersebut hanya berada pada komputer, laptop, smartphone, google, slide-slide powerpoint, buku dan diktat perkuliahan, tanpa semua itu mereka takkan bisa menyampaikan suatu ilmu. Ilmu mereka bagai uap yang hilang tak berbekas. Ilmu mereka hanya terdapat pada kertas-kertas, tidak menancap dalam hati dan pikirannya. Bukankah sebenarnya ilmu itu berada di hati, bukan di kertas?.
Masa kecil ulama' zaman dulu, mereka diajarkan adab dan akhlak terlebih dahulu dalam lingkungan keluarga. Bersamaan dengan itu mereka juga diajarkan belajar membaca Al-Qur'an yang benar kemudian menghafalkan sampai selesai 30 juz. Kebiasaan seperti ini sudah umum terjadi pada waktu itu. Mereka sejak kecil sudah hafal Al-Qur'an 30 juz. Ulama' zaman dulu tidak akan mempelajari ilmu-ilmu lain sebelum terlebih dahulu belajar membaca Al-Qur'an dan menghafalkannya. Mereka sadar bahwa Al-Qur'an adalah sumber ilmu pengetahuan yang jadi prioritas utama. Terbalik 180 derajat dengan apa yang terjadi di indonesia saat ini, titel mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi hanya segelintir yang bisa baca Al-Qur'an.
Setelah belajar adab dan akhlak serta selesai hafal Al-Qur'an 30 juz, barulah mereka masuk sekolah dan belajar berbagai ilmu terlebih dahulu mendalami ilmu agama seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu hadits, dan lainnya.
Rahasia sukses belajar ulama' zaman dulu adalah mereka gemar menghafal. Menghafal semua ilmu meski belum paham. Mereka menghafal Al-Qur'an, hadits dan menghafal kitab-kitab matan (ringkasan) dari berbagai cabang ilmu. Seperti menghafal kitab matan Taqrib dari kitab Fathul Qarib untuk cabang ilmu Fiqh dan menghafal kitab matan Ajrumiyyah untuk cabang ilmu nahwu. Hafalan merupakan modal yang sangat berharga. Setelah menghafal mereka bisa memikirkan dan merenungkan hafalannya tanpa harus melihat buku atau kitab dan perlahan mulai memahami dengan pemahaman yang utuh dan benar mengenai suatu ilmu. Inilah buah dari menghafal.
Metode belajar Al-Hifzhu Qoblal Fahmi (menghafal sebelum memahami) ini dipopulerkan oleh Imam An-Nawawi dan sudah lama dipraktekkan oleh ulama'-ulama' sebelumnya. Selain gemar menghafal, para ulama' zaman dulu juga gemar meringkas sesuatu yang dipahaminya dari sebuah kitab ditulis dalam bentuk karya tulis. Tak lupa pula semua ilmu yang dipahaminya tadi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tercapai semua prinsip belajar, yaitu membaca, menghafal, memahami, menulis dan mengaplikasikannya.
Kesimpulan rahasia sukses belajar ulama' zaman dulu adalah pertama dengan menghafal terlebih dahulu, meskipun belum memahami (Al-Hifdzu Qoblal Fahmi), seiring waktu sambil memikirkan dan merenungi apa yang telah di hafal, sehingga muncul pemahaman yang utuh dan benar terkait suatu ilmu. Kemudian meringkas pemahaman tersebut dalam bentuk karya tulis yang sebelumnya telah diamalkan terlebih dahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu A'lam.
💐💐💐
══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah & Informasi Seputar Ummat Islam⤵
📡Berita Ummat Islam..
📲Gabung Group WA: ☎085298527223
📝Caranya: BUI#Nama#Kota#Instansi.
👤Khusus Laki-laki (Ikhwah)
💼 Sebarkan! Raih pahala...
Namun, ironisnya cara belajar dengan menghafal ini mulai ditinggalkan. Banyak kalangan akademisi seperti dosen, mahasiswa, doktor bahkan profesor menilai bahwa metode belajar dengan menghafal ini dianggap kuno, tidak praktis, tidak efektif, membosankan dan melelahkan. Bukankah segala sesuatu itu butuh pengorbanan bila ingin mendapatkan hasil yang besar?. Bukankah orang yang tidak mau menanggung lelah dan sulitnya belajar, maka ia akan merasakan pahitnya kebodohan?. Maka dari itu, ilmu yang diperoleh oleh kalangan akademisi tersebut hanya berada pada komputer, laptop, smartphone, google, slide-slide powerpoint, buku dan diktat perkuliahan, tanpa semua itu mereka takkan bisa menyampaikan suatu ilmu. Ilmu mereka bagai uap yang hilang tak berbekas. Ilmu mereka hanya terdapat pada kertas-kertas, tidak menancap dalam hati dan pikirannya. Bukankah sebenarnya ilmu itu berada di hati, bukan di kertas?.
Masa kecil ulama' zaman dulu, mereka diajarkan adab dan akhlak terlebih dahulu dalam lingkungan keluarga. Bersamaan dengan itu mereka juga diajarkan belajar membaca Al-Qur'an yang benar kemudian menghafalkan sampai selesai 30 juz. Kebiasaan seperti ini sudah umum terjadi pada waktu itu. Mereka sejak kecil sudah hafal Al-Qur'an 30 juz. Ulama' zaman dulu tidak akan mempelajari ilmu-ilmu lain sebelum terlebih dahulu belajar membaca Al-Qur'an dan menghafalkannya. Mereka sadar bahwa Al-Qur'an adalah sumber ilmu pengetahuan yang jadi prioritas utama. Terbalik 180 derajat dengan apa yang terjadi di indonesia saat ini, titel mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi hanya segelintir yang bisa baca Al-Qur'an.
Setelah belajar adab dan akhlak serta selesai hafal Al-Qur'an 30 juz, barulah mereka masuk sekolah dan belajar berbagai ilmu terlebih dahulu mendalami ilmu agama seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu hadits, dan lainnya.
Rahasia sukses belajar ulama' zaman dulu adalah mereka gemar menghafal. Menghafal semua ilmu meski belum paham. Mereka menghafal Al-Qur'an, hadits dan menghafal kitab-kitab matan (ringkasan) dari berbagai cabang ilmu. Seperti menghafal kitab matan Taqrib dari kitab Fathul Qarib untuk cabang ilmu Fiqh dan menghafal kitab matan Ajrumiyyah untuk cabang ilmu nahwu. Hafalan merupakan modal yang sangat berharga. Setelah menghafal mereka bisa memikirkan dan merenungkan hafalannya tanpa harus melihat buku atau kitab dan perlahan mulai memahami dengan pemahaman yang utuh dan benar mengenai suatu ilmu. Inilah buah dari menghafal.
Metode belajar Al-Hifzhu Qoblal Fahmi (menghafal sebelum memahami) ini dipopulerkan oleh Imam An-Nawawi dan sudah lama dipraktekkan oleh ulama'-ulama' sebelumnya. Selain gemar menghafal, para ulama' zaman dulu juga gemar meringkas sesuatu yang dipahaminya dari sebuah kitab ditulis dalam bentuk karya tulis. Tak lupa pula semua ilmu yang dipahaminya tadi dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tercapai semua prinsip belajar, yaitu membaca, menghafal, memahami, menulis dan mengaplikasikannya.
Kesimpulan rahasia sukses belajar ulama' zaman dulu adalah pertama dengan menghafal terlebih dahulu, meskipun belum memahami (Al-Hifdzu Qoblal Fahmi), seiring waktu sambil memikirkan dan merenungi apa yang telah di hafal, sehingga muncul pemahaman yang utuh dan benar terkait suatu ilmu. Kemudian meringkas pemahaman tersebut dalam bentuk karya tulis yang sebelumnya telah diamalkan terlebih dahulu dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu A'lam.
💐💐💐
══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah & Informasi Seputar Ummat Islam⤵
📡Berita Ummat Islam..
📲Gabung Group WA: ☎085298527223
📝Caranya: BUI#Nama#Kota#Instansi.
👤Khusus Laki-laki (Ikhwah)
💼 Sebarkan! Raih pahala...
0 Response to "Rahasia Sukses Ulama Zaman Terdahulu"
Post a Comment