Pengertian Latihan Dalam Olahraga (Pendididkan Kepelatihan Olahraga FIK UNM)
Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis & Guru SMP IT Wahdah Islamiyah, Serta
Alumni Pendididkan Kepelatihan
Olahraga
Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar)
Seseorang yang melakukan suatu
aktivitas secara teratur, terencana, berulang-ulang dengan kian hari semakin
berat beban kerjanya sering dinyatakan bahwa orang tersebut sedang melakukan
latihan. Hal ini didasarkan pada pengertian training yang dijelaskan oleh
Harsono (1988:101) bahwa “Training adalah proses yang sistematis dari berlatih
atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian
menambah jumlah beban latihan/pekerjaannya.” Kemudian Giriwijoyo (1992:78)
menjelaskan sebagai berikut:
Latihan ialah upaya sadar yang
dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan
fungsional raga yang sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu,
untuk dapat menampilkan mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek
kemampuan dasar (latihan fisik) maupun pada aspek kemampuan keterampilannya
(latihan teknik).
Berdasarkan penjelasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses pemberdayaan diri melalui
suatu aktivitas yang sistematis, berulang-ulang, dan kian hari kian menambah
beban tugasnya.
Prinsip-prinsip Latihan
Salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan prestasi atlet adalah
penerapan prinsip-prinsip latihan dalam pelaksanaan program latihan. Hal ini
disebabkan prinsip-prinsip latihan merupakan faktor yang mendasar dan perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program latihan. Harsono (1991:83)
menyatakan:
Agar prestasi dapat meningkat,
latihan harus berpedoman pada teori dan prinsip latihan. Tanpa berpedoman pada
teori dan prinsip latihan yang benar, latihan seringkali menjurus ke praktek
mala-latih (mal-practice) dan latihan yang tidak sistematis-metodis
sehingga peningkatan prestasi sukar dicapai.
Prinsip-prinsip latihan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
a. Prinsip pemanasan tubuh
(warming-up principle)
Pemanasan tubuh penting dilakukan
sebelum berlatih. Tujuan pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh
guna menghadapi kegiatan yang lebih berat dalam hal ini adalah penyesuaian
terhadap latihan inti.
b. Prinsip beban lebih (overload
principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada
umumnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan beban kerja dan
tantangan-tantangan yang lebih berat. Selama beban kerja yang diterima masih
berada dalam batas-batas kemampuan manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu
berat sehingga menimbulkan kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses
perkembangan fisik maupun mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya.
Jadi beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup
bengis namun realistis yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus
dilakukan berulang kali dengan intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9)
menyatakan, “Beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah secara periodik
dan progresif ditingkatkan.”
c. Prinsip sistematis
(systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan
yang dimulai dari kegiatan yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari
beban yang ringan sampai beban yang berat. Hal ini berkaitan dengan kesiapan
fungsi faaliah tubuh yang membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya beban yang
diberikan dalam latihan. Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan
berulang-ulang yang konstan, maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan
fisiologis akan menjadi bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi
gerakan yang otomatis dan reflektif.
d. Prinsip intensitas (intensity
principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis
yang positif hanyalah mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program
latihan yang intensif yang dilandaskan pada prinsip overload dimana secara
progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan serta kadar intensitas dari
pengulangan tersebut. Harsono (2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang
dari 60%-70% dari kemampuan maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya
(dampak/manfaat latihannya).
e. Prinsip pulih asal (recovery
principle)
Harsono (2004:11) menyatakan,
“Perkembangan atlet bergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai
latihan agar regenerasi tubuh dan dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam
hal ini atlet perlu mengembalikan kondisinya dari kelelahan akibat latihan
melalui istirahat.
f. Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama
sering menimbulkan kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang
dilaksanakan bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, latihan harus
dilaksanakan melalui berbagai macam variasi sehingga beban latihan akan terasa
ringan dan menggembirakan. Apalagi variasi latihan yang diterapkan sesuai
dengan kebutuhan. Harsono (2004:11) menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan
berlatih, pelatih harus kreatif dan pandai menerapkan variasi-variasi dalam
latihan.”
g. Prinsip
perkembangan multilateral
Harsono
(2004:11) menyatakan, “Prinsip ini menganjurkan agar anak usia dini jangan
terlalu cepat dispesialisasikan pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal
ini sebaiknya anak diberikan kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas
olahraga agar ia bisa mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam
aspek fisik, mental maupun sosialnya.
h. Prinsip
individualisasi
Harsono
(2004:9) menyatakan, “Agar latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip
individualisasi harus senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban
latihan harus disesuaikan dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta
karakteristik spesifik dari atlet.
i. Prinsip
spesifik (specificity principle)
Prinsip
ini mengisyaratkan bahwa latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih
apa yang harus dilatih. Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang
bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan
tersebut mirip atau merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan
dalam olahraga tersebut.”
Norma-Norma
Pembebanan
Norma-norma pembebanan latihan
meliputi volume, intensitas, interval dan densitas. Adapun
pembahasan mengenai norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:
a. Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill
atau bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus
diselesaikan ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13)
dijelaskan, “Volume is the total work performed is single work at session or
cycle”. Sedangkan mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57)
dikatakan, “As an athlete approaches the stage of high performance, the
overall volume training becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan
bahwa setiap latihan harus memperhatikan volume latihan selain dari intensitas
latihannya.
b. Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek
(1984:12) dijelaskan, “Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”.
Kemudian Chu (1989:13) menyatakan, “Intensity is effort involved in
performing a given task”. Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban
latihan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu.
Untuk mengetahui suatu intensitas
latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur denyut jantungnya. Cara mengukur
intensitas ini oleh Harsono (1988:115) dijelaskan, “Intensitas latihan dapat
diukur dengan berbagai cara, diantaranya mengukur denyut jantung (heart rate)”.
Selanjutnya Katch dan McArdle yang dikutip oleh Harsono (1988:116)
menjelaskan:
Intensitas latihan dapat diukur
dengan cara menghitung denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadi maksimum
(DNM) = 220 – umur (dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya
= 220 – 20 = 200.
Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi:
antara 80%-90% dari DNM. Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut takaran
intensitas yang harus dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160
sampai dengan 180 denyut nadi/menit.
b.
Untuk olahraga kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang
berumur 40 tahun yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran
intensitas latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126
s/d 153 denyut nadi/menit. Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126
s/d 153 denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan
orang yang berumur 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone,
atau secara singkat biasanya disebut training zone.
Lamanya berlatih di dalam training
zone:
a. Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
b. Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
c. Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap
penyelesaian suatu tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut
kesiapan tubuh umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas
berikutnya. Mengenai masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan oleh
Soepadmo (1996:12) menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat
istirahat, karena pada waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan
berikutnya. Maka istirahat yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal. Jika
anda terlalu giat berlatih dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat
diantara tiap sesi latihan, maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan
kemunduran.
d.
Densitas
Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan
dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau
bisa disebut pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set @ 25RM Squat=
75 kali, jadi kepadatannya adalah 75 kali Squat.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@