Ilmu Kepelatihan Olahraga: Hakikat Ilmu Kepelatihan (Pend. Kepelatihan Olahraga FIK UNM)
Oleh : Muhammad Akbar, S.Pd
Alumni Pendidikan Kepelatihan
Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Makassar
Hakikat  kepelatihan (disebut juga coashing) dalam bidang apapun ialah  meningkatkan ilmu, keterampilan, dan kinerja peserta pelatihan setinggi  mungkin dalam bidang yang ditekuninya. Demikian pula dalam pelatihan  olahraga tanding. Hakikat da tujuan kepelatihan olahraga ialah juga  meningkatkan ketiga unbsur tersebut  agar  para pertandingannya (olahragawannya) mampu mencapai prestasi maksimal  mungkin. Krena itu tugas pelatih ialah membantu atlet-atlenya untuk  meningkatkan prestasi olahraganya setinggi mungkin.
Dalam  asperk apasaja pelatih bias membantu atletnya?sedikitnya ada 4 aspek  yang perlu dipeerhatikan pelatih kepada para atletnya untuk memungkinkan  mereka mencapai prestasi maksimalnya, yaitu : 
a.      Aspek fisik
b.       Aspek teknik
c.       Aspek taktik
d.      Aspek mental
Aspek  tersebut harus diterapkan secara sistematik , berencana, serempak, dan  sinergis. Satu saja aspek tidak dilatih, tak mungkin perstasi maksimal  akan terwujud.
PRINSIP – PRINSIP LATIHAN
Untuk  memungkinkan meningkatkan prestasi, latihanb haruslah berpedoman pada  teoriu-teori seerta prinsif-prinsif latihan tertentu. Tanpa terpedoman  pada teori serta prinsip-prinsip latihan yang  benar,  latihan seringkali menjurus ke peraktik mala-latih (mal-practice) dan  latihan yang yang tidak sistematik-metodis sehingga peningkatan prestasi  pun sukar di peroleh.
Oleh karena itu kita perlu pahami apa batasan (depenisi)training itu.
“Training  adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara  berulang – ulang , dengan kian hari kian menambah jumlah beban  latihannya.”
Sistematis : berencana,  menurut jadwal, menurut pola dan system, tertentu, metodis, dari mudah  ke sukar, dari sederhana ke yang lebih komplek, latihan teratur, dan  sebagainya.
Berulang-ulang : maksudnya  ialah agar gerakan – gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi  semakin mudah, otomatis, dan erflektif pelaksanaannya sehingga menghemat  energy.
Kian hari ditambah bebannya: maksudnya  ialah setiap kali, secara periodic, dan mana kala sudah tiba saatnya  untuk ditambah, bebannya harus di peerberat, kalau beban tidak lpernah  bertambah maka prestasipun tidak akan meningkat.
Selanjutnya  akan disajikan secara ringkas beberapa prinsip latihanyang paling  penting untuk menjadi pedoman bagi siapapun yang ingin meningkatkan  perporma pelatihannya atau prestasi olahraganya.
PRINSIP BEBAN LEBIH : prinsip  beban lebih (overload) adala prinsip latihan yang meneklankan pada  pembebanan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet,  atau di atas batas ambang-ambang rangsangan atlet.kalau beban latihan  terlalu ringan , maka berapa lamapun kita latihan maka prestasi tidak  aka meningkat, peningkatan perestasi tidak akan mungkin.
Karena  system faallah tubuh membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan  rangsangan – rangsangan latihan. Penerapan rangsangan overload hrus  dilakukan secara bertahap,progresif, serta di selingi denga  periode-periode pemulihan atau penurunan intensitas latihan dan volume  latihan.
Jadi :
a.      Istirahat yang cukupsetiap hari adalah penting.
b.       Hari-hari latihan berat harus di selingi dengan hari-hari latihan ringan.
c.       Perencanaan  latiha harus disusun dalam sikluss-siklus, yaitu misalnya setelah  latihan puncak,. Latihan kemudian diturunkan intensitasnya dan  volumenya.
d.      Agar efektif hasilnya latihan overload sebaiknya menganut “sistem tangga” (step-tipe-approach)
PERKEMBANGAN MULTILATERAL:  prinsip  perkebangan multilateral atau menyelluruh sebaiuknya diterapkan pada  atlet-atlet usia muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan  dalam beragam kegiatan agar demikian mereka memiliki dasar yang lebih  kokoh guna menunjang spesialisnya kelak. Bberdasarkan teori tersebut,  pelatih sebaiknya jangan etrlalu membatasi atlet dalam program latihan  yang menjurus pada perkembangan spesialisasi yang sempit di masa usia  terlalu dini. Prinsip perkembanga multilateraldidasarkan pada pakta  bahwa selaluada saling ketergantungan (interdependensi) antara semua  organ dan system tubuh manusia, dan antara proses-proses faallah dan  psikologis.
Prisif  multilaterak ini telah dianut banyak atlet didunia, antara lain bruce  jenner, juara dasa lomba Olimpiade Montreal, Nadia Comanecl, pesenam  nadal dari Rumania.
Barulah  kelak kalau atlet sudah milai dewasa dan cukup matang untuk memasuki  tahap latihan berikutnya, dan perkembangan fisiknya sudah memadai, sipat  latiha bagi dia bias mulai menuju sesialisasi. Dengan demikian maka  jalan menuju top prestasi biasanya juga akan lebih mulus, dan  prestasinya bias bertahan lebih lama.
PRINSIP REVERSIBILITY:  prinsip  reversibility (kebalikan)mengatakan bahwa, kalau kita behenti berlatih,  tubuh kita akan kembali ke keadaan semula atau kondisinya tidak aka  meingkat .
Penelitian  saun dkk (pyke : 1991) menemukan bahwa tiga minggu istirahat akan  menurunkan VO2 max sebesar 25%. Untuk kembali ke kondisi semula  dibutuhkan waktu 4-6 minggu latihan.
Houston (pyke : 1991) menemukan bahwa setelah 15 hari tidak latihan  daya tahan (endurance)pelari-pelari menurun secara sicnifik.
PRINSIP SPESIFIK : prinsip  spesifik (ke khasan, specificity)mengatakan bahwa manfaat yang bias  diperolleh dari rangsangan latihan bahwa akan terjadi kalau ransangan  tersebut mirip atau menyerupai gerakan-gerakan yang dilakukan dalam  olahraga tersebut. Contohnya untuk menguasai permainan bulu tangkis,  orang harus melakukan gerakan-gerakan yang di perlukan dalam bulu  tangkis.
Hal  serupa juga akan terjadi dengan komponen-komponen fisik lainnya seperti  kekuatan, kecepatan, kelentuka dan sebagainya. Kalau latihannya tidak  continue maka unsure-unsur tersebut juga akan berkurang kemampuannya.
Hal  ini juga akan terjadi pada hteknik-teknik gerakan dan skill. Kalau kita  lama tidak main tenis, maka teknik pukul, servis, smess akan menurun.  Karena itu kita harus berlatih secara continue, teratur, dan sistematis,  sedikitnya 3-4 kali dlam seminggu agar factor – factor biomotorik dan  keterampilan tidak akan menurun.
DENSITAS LATIHAN:  densitas  latihan bias diterjemahkan dengan kepekatan, kepadatan, kekerapan. Yang  dimaksud dengan kepekatan latihan ialah frekuensi atau kekerapan atlet  dalam melakuka suatu rangkaian (serie) rangsangan per satuan waktu.  Jadi, istilah kepekatan mengacu pada hubunga yang dinyatakan antara  kerja dan fase istirahat dalam latihan.
Istirahat  (interval) antara dua rangsangan latihan bergantung pada intensitas  latihan da lamanya setiap rangsangan. Rangsanga diatas intensitas sub  maksimal membutuhkan istirahat yang cukup lama  ketimbang kalau rangsangan tidak begitu tinggi.
Untuk latiha kekuatan terutama latihan untuk meningkatkan power atau kekuatan maksimal, istirahatnya ialah antara 3 – 5 menit.
Jadi kita lihat disini istirahat sama pentingnya dengan latihan.
VOLUME LATIHAN : volume latihan merupakan bagian yang penting  dalam  latihan, baik untuk latihan teknik, taktik, maupun fisi volume latihan  tidak sama dengan lamanya (duration). Latihan . bias saja latihan  berlangsung singkat namun materinya banyak. Atau sebaliknya. Latihan  berlangsung lama namun tanpa dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Volume latihan ialah kuantitas beban latihan atau banyaknya materi latiha yang bias dinyatakan dalam :
a.      Total waktu berlangsung latihan
b.       Jarak yang harus ditempuh atau beban beban yang harus diangkat persatuan waktu.
c.       Jumlah  repetisi dalam melakukan suatu latihan, atau dalam melatih suatu unsure  teknik atau keterampilan tertentu. Misalnya lari 400 m sebanyak 10  repetisi,(berarti volume latihanya adalah 4000 m)
Jadi volume latihan ialah jumlah aktifitas yang dilakukan dalam latihan.
Jumlah volume latihan. Semakin tinggi tingkat prestasi atlet, semakim banyak pula jumlah volume latihan yang harus dilakukan.
Bompa  (1994) juga mengatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi anatara  volume latihan per tahun dengan prestos yang ingin dicapai oleh atlet.
PRINSIP SUPERKOMPENSASI. Prinsip  ini mengacu pada dampak latihan dan regeneerasi organism tubuh kita  yang menjadi dasar biologis untuk persiapanuntuk persiapan fisik  dan mental dalam menghadapi latihan atau pertandingan  berikutnya 
INTENSITAS LATIHAN. Perubahan fisiologis  dan  pskologis yang positif hanyalah mungkin bila atlet berlatih melalui  suatu program latihan yang intensif, yaitu latihan yang secara progresif  menambah program kerja, jumlah ulangan gerakan (repetisi), serta kadar  intensitas  dari repetisi tersebut.
Intensitas  latihan mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu  tetentu. Makin banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu  tertentu, makin tinggi intensitas kerjanya.
Intensif tidaknya latihan tergantung dari beberapa paktor (Bompa :1994)
a.      Beban latihan 
b.       Kecepatan dalam melakukan gerakan – gerakan
c.       Lama singkatnya interval diantara refetisi-refetisi
d.      Stress mental yang di tuntut dalam latihan
Berat ringan nya intensitas :  berat  ringannnya intensitas suatu latihan dapat diukur dengan tipe atau sipat  latihan tesebut. Untuk latihan – latihan yang mengandung unsure  kecepatan, intensitas intensitas mlakukan gerakan diukur dalam suatu  jarak per detik atau per menit. Latihan yang dilakukan melawan suatu  tahanan (resistance) diukur dalam kg atau kgm.( Kg  yang diangkat 1 m melawan daya tarik bumi (gravitasi).
Zona intensitas latihan. Klasifikasi zona intenstas latihan yang  didasarkan pada penemuan 
Intensitas berdasarkakn pada denyut jantung. Selama  latihan, kadar intensitas kerja yang dilakukan atlet biasanya beragam.  Kadang – kadang tinggi, kadang – kadang medium/rendah.
Organism  tubuh kita menyesuaikan diri dengan kadar intensitas tersebut dengan  cara meningkatkan fungsi – fungsi faallah agar bias menyesuaikan diri  dengan tuntutan latihan.didasarkan pada perubahan – perubahan faal  tersebut, khususnya denyut jantung, pelatih dapat memonitor intensitas  program latihan.klasifikasi mengenaiintensitas yang didasarkan pada DJ  (denyut jantung)sebagaimana dianjurkan  Nikiforov (1974) adalah sebagai berikut :
KUALITAS LATIHAN. Berlatih  secara intensif saja belum bermanfaat apabila latihan atau dril-dril  yang diberiklan tidak berbobot, bermutu, berkualitas,. Orang bias saja  berlatihkeras sampai habis napas dan tenaga, tetapi isi latihannya tidak  bermutu. Karena itu prestasinya tidak akan meningkat. Lalu apa yag  dimaksud dengan latihan yang berkualitas itu?
Latihan yag berlkualitas adalah :
a.      Apabila latihan dan dril-dril yang diberikan memang benar-benar bermanfaat dan sesuai dengana kebutuhan atlet.
b.       Apabila korelasi – kkorelasi yang tepat dan konsumtif sering diberikan
c.       Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai gerakan – gerakan yang paling rinci, da setiap kesalahan segera diperbaiki.
d.      Apabila prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek teknik, taktik, maupun mental.
Contoh model training
1.      Menciptakan stress yang tiba-tiba dan tidak di duga-duga sebelumnya oleh atlet.
2.      Latihan  isolasi. Dalam latihan isolasi ini atlet untuk beberapa waktu harus  berlatih sendiri tanpa dihadiri scara langsung oleh pelatihnya.  Maksud latihan demikian adalah untuk mempersiapkan atlet untuk berdikari dan agar atlet mampu memecahkan masalah – masalahnya  sendiri  kalau dalam latihan terjadi kesalahan – kesalahan. Situasi demikian  akan dijumpai oleh atlet kelak pada waktu perlombaan.
TEST TRIAL. Antara jadwal latihan dan jadwal pertandingan atau test trial harus;ah  ada keseimbangan yang wajar. Training yang baik dibarengi dengan  perencanaan test trial yang cerdik dan seksama, kecuali dapat  menumbuhkan rasa percaya diri pada atlet, akan pula dapat membantu dia  untuk lebih mengenal akan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Situasi dan  peraturan perlombaan yang sebenarnya, serta pengaturan taktik dan  stategi sebelum dan selama perlombaan. Demikian pula akan membulka  matanya akan kekurangan-kekurangannya, baik dalam teknik, fisik, taktik,  mental.
Yang  penting adalah bahwa tujuan test trial adalah untuk mengevaluasi sampai  dimana kemajuan (atau kemunduran) atlet setelah berlatih sekian lama.  Oleh karena itu antara test trials haruslah ada waktu yang cukup untuk  erl;atih guna memungkinkan atlet memperbaiki kekurangn-kekuranganya.  Kesalahan banyak pelatih adalah bahwa mereka terlalu sering melakukan  test ujicoba dan bahwa dlam dalam setiap test uji coba atlet harus  menang.
MENETAPKAN SASARAN
Stiap  atlet harus mempunyai sasaran (tujuan, goal) dalam latiuhan, baik  sasaran jangka panjang, menengah, maupun sasaran jangka pendek, sasaran  adalah penting karena :
1.      Akan dapat meningkatkan motivasi, konsentrasi, dan semangat atlet untuk berlatih.
2.      Atlet secara mental akan merasa wajib dan terikat untuk mencapai sasaran tersebut
3.      Kalau  sasaran berhasil dicapai, atlet akan memperoleh keppuasan untuk  kebanggaan tersendiri, sehingga akan terdorong untuk menggapai sasran  yang lebih tinggi.
Beberapa ketentuan dalam menetapkan sasaran :
1.      Harus  ditetapkan jangka panjang (misalya juara PON)jangka menengah (misalnya  kondisi fisik yang baik), dan jangkka pendek (misalnya lemparanya harus  mencapai 30 m)
2.      Sasaran  harus spesifikda dapat diukur subjektif mungkin. Misalnya, dalam 2  bulan atlet diharap sudah kuat lari sejauh 2531 m dalam jangka waktu 12  menit. Atau mengangkat barbell seberat 30 kg sebanyak 8 kalii maksimal.  Contoh sasaran yang tidak spesifik dan tidak objektif adalah seperti ini  “setelah latihan 2 bulan, kondisi fisik atlet harus sudah mencapai  tingkat optimal”
PEMANDUAN BAKAT OLAHRAGA
PRASAYAR PENENTUAN BAKAT
Perkembangan  prestasi seorang atlet akan lebih mulus apabila atlet tersebut  berlatihdalam cabang olahraga yang paling sesuai baginya dan memiliki  potensi yang dibutuhkan untuk melakukan cabang olahraga tersebut.
Pada  dasarnya, menentukan bakat atau tidak berbakatnya seorang anak untuk  suatu cabang olahraga tertentu harus dilakukan dengan cara melihat,  memperhatikan, dan mengawasi dengan seksama bagaimana anak tersebut  berkiprah dalam latihan – latihan. Dengan memperhatikan annak tersebut  berlatih kita akan dapat memperkirakan :
a.      Apakah dia mudah dan cepat mempelajari suatu skill yang masih baru baginya (motor educability).
b.       Apakah dari waktu-kewaktu Nampak jelas perkembanganya dalam kemampuan dan potensi olahraga.
c.       Apakah dia bias menerima dengan wajar dan baik stress-stress yang dialaminya dalam latihan.
d.      Apakah interesse atau perhatianya dalam olahraga meningkat.
e.       Bagaimana motifasinya dalam berlatih.
Karena  itu. Keikut sertaan anak dalam latihan-latihan adalah kondisi eksternal  yang penting untuk menentukan apakah anak berbakat dan cocok untuk  cabang olahraga yang dilakukan.
Kondisi social. Kondisi  – kondisi social biasanya juga berpengaruh terhadap kemajuan prestasi  anak dalam latihan. Deikian terhadap kemajuan prestasinya. Contohnya :  perhatian serta dorongan orang tuaakan amat berpengaruh terhadap  perkembangan olahraga anak muda tersebut.
Atlet-atlet  muda sebaiknya juga anak-anak yang tergolong pandai disekolah.  Atlet-atlet yang pandai dan senang kerja keras biasanya juga lebih  mengerti dan dapat lebih cepat menyesuaikan diri denga proses latihan  yang makin lama makin komplek.
Jadi  mengidentifikasi apakah seorang anak berbakat olahraga atau tidak  sebetulnya merupakan suatu usaha observasi jangka panjang (long term  obsevasion). Banyak pelatih atau pemandu bakat menentukan berbakat  tidaknya seorang anak hanya atas dasar prestasi anak dalam pertandingan,  malah seringkali dalam satu pertandingan saja. Cara demikian  menyebabkan sa;ah pilih, sehingga setelah di bina dan dilatih beberapa  lama ternyata anak tidak meunjukan bakat-bakat istimewa sebagaimana  diharapkan. Dengan sendirinya hal ini menyebabkan pemborosan dalam dana,  tenaga, pikiran, sarana, dan sebagainya.
Tujuan utama pemanduan  bakat  adalah untuk memprediksi dengan probabilitas yang tinggi sebeapa besar  pelung seorang untuk mampu mencapai prestasi maksimal. Haree  (1982)menambahkan bahwa anak yang berbakat adalah anak yang bisa  menyelesaikan program latihanjuniornyaaa dengan baik, dan yang dengan  perhitungan yang wajar (reasonable measure of sentainty) akan mampu  menjalani latihan ditahap-tahap selanjutnya. Semakin cepat atlet muda  tersebut memperlihatkan kemampuan dan kecocokanya untuk cabang olahraga  yang diikutinya, semakin sukses dia akan emnyelesaikan program  juniornya. Dengan demikian atlet muda tersebut akan mempunyai lebih  banyak waktu untuk berlatih sebelum mencapai gol;den akhirnya.
Pengidentifikasian  bakat juga menganut factor-faktor internal dan eksternal. Artinya anak  yang berbakat adalah anak yang memiliki factor-faktor internalyang baik,  yang kalau ditunjang oleh factor-faktor eksternal yang optimal akan  mampu mencapai prestasi maksimal. Factor-faktor internal adalah antara  lain motivasi, ambisi, tekad, kegemaran olahraga, ketahanan terhadap  stress dan sebagainya. Sedangkan factor-faktor eksternal adalah misalnya  fisk yang baik, gizi yang baik, pelatih yang baik, kesejahtraan hidup  terjamin, sarana dan prasarana latihan terjamin, meskipun factor  internalnya baik namun kalau factor eksternalnya tidak menunjang, maka  bakat anak akan tetap tinggal bakat tinggal saja, demikian pula  sebaliknya. (Harsono 1988).
PEMANDUAN DAN REKOKNISI DINI
Sebaiknya  pemanduan bakat dimulai sedini mungkin. Caranya adalah dengan melihat  dan memantau anak yang berolahraga disekolah-seklah atau di club-club  olahraga, atau melaluimelalui pertandingan-pertandingan. Selain itu,  beberapa aspek dan karakteristik yang perlu diperhatikan adalah :
1.      Analisis  yang menyeluruh dan lengkap mengenai kondisi fisik da mental anak, oleh  karena itu aspek-aspek tersebut merupakan dasar guna memilih  (screening)dan men-sleksi anak yang diharapkan dan dapat memenuhi  ketentuan-ketentuan standar untuk prestasi olahraga.
2.      Beberapa factor determinan utama lain yang penting dipantau guna menentukan bakat olahraga  ialah :
a.      Karakteristik  antropometriknya, seperti tinggi badan, beratr badan, serta kaitannya  dengan parameter fisik tertentu. Berbagai hasil study menunjukan bahwa  tinggi dan berat badan merupakan factor determinan untuk memperoleh  efisiensi yang tinggi dalam olahraga, terutama dalam olahraga atletik,  renang, permainan dengan bola, dan beberapa cabang olahraga lainya.
Penting  pula diikuti pertumbuhan fisik si anak, apakah menginjak dewasa kelak,  pertumbuhan tinggi dan berat badanya baik. Sebagai patokan bisa dipakai  pedoman bahwa :
-          Anak yang tinggi sebelum masa pubertas, pada umumnya juga akan tinggi pada masa dewasa
-          Anak  yang kedua orangtuanya tinggi, atau salah seorang diantara kedua orang  tuanya tinggi, seringkali lebih tinggi dari ukuran rata-rata setelah  dewasa (Herre :1982).
b.       Speed  – strength, yang dimaksud disana adalah mereka pada waktu kanak-kanak  larinya cepat. Sampai suatu batas tertentu, kecepatan tertentu,  kecepatan lari bisa dijadikan indicator dari speed-strengthuntuk cabang  olahraga lainya. Oleh karena itu sspeed-strength sangat penting utnuk  semua cabang olahraga. Dan kemampuanlari lari dengan cepat diperlukan  dalam banyak cabang olahraga, maka anak – anak yang larinya cepat harus  di sleksi sedini mungkin.
c.       Koordinasi.  Atlet-atlet muda yang kelak akan spesialisasi dalam cabang ol;ahraga  yang menuntut teknik yang rumit dan koordinasi geerak seperti senam,  loncat indah, renang ritmik, dan lain-lain.adalah anak-anak yang waktu  kecil memiliki kemampuan untuk belajar gerak motorik dengan baik.  Kemampuan demikian akan terlihat pada pelajaran senam disekolah.
Selain  itu, mereka juga memilki motor educability yang baik. Artinya mereka  cepat dan mudah mempelajari suatu gerakan atau skill yang masih baru  bagi mereka.
Selain  itu untuk cabang olahraga senam dan loncat indah, koordinasi juga  sangat dominan dalam cabang olahraga gulat, tinju, dan cabang olahraga  permainan dengan bola.
d.      Kemampuan analisis dan antisipasi dalam  permainan. Suatu factor determinan lainya ialah kemampuan anak untuk  membaca, mengantisipasi, dan menganalisis situasi-situasi dalam  permainan, serta kemampuannya untuk merespon secara tepat dan benar  terhadap situasi-situasi tersebut. Kemampuan tersebut sangat penting  dalam cabang olahraga seperti gulat, tinju, judo,. Jadi anak dengan  kemampuan-kemampuan tersebut diatas berpeluang untuk cabang olahraga  tersebut.
INDIKATOR LAINNYA
Untukl  mengurangi sebanyak mungkin, atau untuk menghapus kemungkina salah  pilih, maka beberapa indicator kemampuan olahraga lainya yang bisa  dijadikan pedoman dalam menentukan bakat olahraga.
1.      Indicator tentang tingkat prestasi atau perpormaya dibandingkan dengan teman-teman seusianya.
2.      Indicator tentang tempo atau  cepat tidaknya perkembangannya dalam olahraga setelah mengikuti suaatu program latihan,  dan  apakah berpotensi untuk berkembang terus, anak yang memiliki bakat,  peningkatan prestasinya lebih cepat daripada anak yang tidak berbakat.
3.      Indicator apakah peningkatan prestasinya stabil, apakah naik-turunya prestasinya tidak stabil.
4.     Indicator  mengenai toleransi dan ketahanannya terhadap beban latihan yang  diberikan, apakah mampu menyesuaikan diri dengan pembebanan latihan yang  intensitas dan volumenya semakin meningkat.
5.      Indicator keuggulan atau cirri – cirri prestasi yang unik di lingkungan sekolah.
Beberapa aspeek psikologis dan social penting pula untuk dipertimbangkan dalam mengevaluasi bakat anak. Antara lain ialah :
1.      Bagaimana perhatianya (interese) anak akan olahraga pada umumnya.
2.      Bagai mana perhatianya dalam olahraga, baik disekolah maupun di luar sekolah.
3.      Bagaimana partisifasinya dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, di klub-klub olahraga, dan lain-lain.
4.     Bagaimana motifasi berolahraganya, intrinsic atau ekstrinsik.


0 Response to "Ilmu Kepelatihan Olahraga: Hakikat Ilmu Kepelatihan (Pend. Kepelatihan Olahraga FIK UNM)"
Post a Comment