'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
4 Tingkatan Ahli Al-Quran

4 Tingkatan Ahli Al-Quran



Ada 4 tingkatan ahli qur’an menurut Ibnul Qayyim. Kita termasuk yang mana?
Ibnul Qayyim menyebutkan ada empat tingkatan manusia dilihat dari Al Qur’an dan iman.
Pertama: Ahli Al Qur’an dan ahli iman. Inilah sebaik-baik manusia.
Kedua: Orang yang bukan ahli Al Qur’an dan bukan ahli iman.
Ketiga: Orang yang dianugerahi Al Qur’an, namun tidak dianugerahi iman.
Keempat: Orang yang diberikan iman, namun tidak dianugerahi Al Qur’an.
Para ulama mengatakan bahwa orang yang diberikan iman walau tidak dianugerahi Al Qur’an tetap masih lebih utama dari orang yang dianugerahi Al Qur’an namun tidak memiliki iman yang benar.
Begitu pula siapa yang diberikan anugerah untuk mentadabburi (merenungkan) Al Qur’an tentu lebih utama daripada orang yang diberi anugerah banyak dan cepat dalam membaca Al Qur’an, padahal tidak disertai perenungan.
Demikianlah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau adalah orang yang membaca surat dengan tartil sehingga terlihat lama, bahkan dengan satu ayat saja bisa direnungkan hingga Shubuh hari (Zaadul Ma’ad, 1: 327-328).
Hal di atas menunjukkan bahwa perbaikan iman seharusnya lebih mendapat prioritas dibanding dari memperbanyak baca Al Qur’an. Juga kita dapat mengambil pelajaran bahwa merenungkan Al Qur’an walau hasilnya nanti sedikit lebih harus diistimewakan daripada cepat dan banyak membaca Al Qur’an.
Semoga Bermanfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
5 Sifat Orang Yang Beriman

5 Sifat Orang Yang Beriman



Menyandang gelar orang beriman adalah predikat yang mulia. Allah mensifati sifat orang-orang yang beriman sekaligus dalam 2 ayat, yaitu ayat ke 2 dan ke 3 dari surah Al-Anfal. Allah menyebut ada 5 sifat di dalam ayat tersebut. Berikut adalah sifat-sifatnya.
Memiliki Rasa Takut di Dalam Hatinya
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka” (QS. Al-Anfal: 2)
Hanya orang yang beriman jika disebutkan nama Allah, muncul rasa takut dalam hatinya. Rasa takutnya sebagai bentuk mengagungkan Allah. Sebagai contoh, jika ada seseorang yang berkeinginan melakukan maksiat, kemudian ia teringat Allah atau ada yang mengingatkannya dengan mengatakan, “bertakwalah anda kepada Allah”, maka dia adalah seorang yang mukmin. Rasa takut tersebut adalah ciri-ciri orang yang beriman.
Adanya Tambahan Iman ketika Ayat Quran Dibacakan
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا
dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya)” (QS. Al-Anfal: 2).
Hal ini menjadi bukti keimanan seseorang  ketika Al Qur’an dibaca baik oleh dirinya ataupun orang lain, ia dapat mengambil manfaat dengan bertambahnya rasa iman. Sebagaimana RasulullahShallallahu ‘alaihi Wasallam pernah memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk membacakan Al Qur’an, lantas Ibnu Mas’ud bertanya, “Bagaimana aku membacakan Al Qur’an sedang Al Qur’an diturunkan untukmu?”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pun menjawab, “Sungguh aku senang mendengar bacaan Al Qur’an dari orang lain.” Ibnu Mas’ud pun membaca surah An-Nisa, tatkala sampai pada ayat 41,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِن كُلِّ أُمَّةٍۭ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِ شَهِيدًا
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An-Nisa: 41).
Maka Nabi mengatakan, “Cukup” Aku pun memandangi Nabi dan melihat mata beliau berlinangan air mata. (HR. Al-Bukhari)
Potongan ayat ke-2 surah Al-Anfal di atas menjadi dalil bahwa rasa iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Karena akidah ahlusunnah adalah iman itu bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan maksiat. Dicontohkan dalam ayat di atas adalah melakukan ketaatan dengan mendengarkan bacaan al quran. Adapun kelompok murji’ah yang memiliki penyimpangan dalam akidah ini, mengatakan bahwa rasa iman tidak dapat bertambah maupun berkurang, dan ini adalah akidah yang keliru.
Kisah Ibnu Mas’ud di atas juga menunjukkan betapa lembutnya hati Nabi, tatkala beliau dibacakan Al Qur’an, hati beliau terenyuh sehingga berlinanglah air mata beliau.
Tawakkal Hanya kepada Allah
Allah Ta’ala berfirman:
وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
dan hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (QS. Al-Anfal: 2).
Orang yang beriman akan menyandarkan segala urusannya hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Akan tetapi mereka juga melakukan sebab agar terwujudnya suatu hal, di samping tetap bertawakkal kepada Allah. Karena mereka yakin bahwa tidak akan terwujud suatu hal kecuali atas kehendak Allah.
Mendirikan Shalat
Allah Ta’ala berfirman:
ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat” (QS. Al-Anfal: 3).
Banyak ayat yang menunjukkan shalat adalah bukti keimanan seseorang, salah satu dalam ayat ini. Orang yang beriman akan mendirikan shalat secara sempurna, baik shalat yang hukumnya wajib maupun yang dianjurkan.
Senang Berinfak
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
dan yang menginfakkan rizki yang Kami berikan kepada mereka” (QS. Al-Anfal: 3).
Seorang dikatakan beriman ketika ia menginfakkan hartanya di jalan Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah. Namun ada catatan penting, ketika ada yang memiliki kebutuhan mendesak, baik dari keluarga maupun orang lain, maka tidak sepatutnya menginfakkan seluruh hartanya.
Demikianlah 5 sifat orang beriman yang Allah sebut dalam surah Al-Anfal ayat ke-2 dan ke-3. Kemudian di awal ayat ke 4 Allah sebut mereka itulah orang yang memiliki iman dengan sebenar benar iman. Allah mengatakan:
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقًّا
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya” (QS. Al-Anfal: 4).
Semoga kita tergolong orang yang memiliki sifat-sifat di atas sehingga predikat orang yang beriman dapat kita raih. Wallahul muwaffiq.
            Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
Antara Istigfhar dan Taubat

Antara Istigfhar dan Taubat

Allah Ta’ala terkadang menyebutkan taubat secara terpisah dari istighfar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ
Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 39).
Demikian pula, Allah Ta’ala terkadang menyebutkan istighfar secara terpisah dari taubat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushshilat [41]: 6).
Namun di ayat yang lain, terkadang Allah Ta’ala menyebutkan keduanya secara bersamaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (QS. Huud [11]: 90).
Lalu, apa beda antara istighfar dan taubat dalam firman Allah Ta’ala di atas?
Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Terpisah
Sebagian ulama berpendapat jika istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar adalah sebagaimana makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Demikianlah pendapat Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau mengatakan,Istighfar yang disebutkan sendirian (terpisah dari taubat, pen.) memiliki makna taubat, bahkan taubat itu sendiri, yang terkandung di dalamnya meminta ampunan dari Allah, yaitu terhapusnya dosa, dihilangkannya dampak dosa, dan penjagaan dari keburukan dosa tersebut.
Hal ini tidak sebagaimana sangkaan sebagian orang yang mengatakan bahwa ampunan adalah ditutupinya dosa kita. Karena Allah menutupi dosa orang yang memohon ampun kepada-Nya dan yang tidak memohon ampun kepada-Nya. Akan tetapi, ditutupinya dosa adalah konsekuensi dari diampuninya dosa atau sebagian dari konsekuensinya.(Madaarijus Saalikiin, 1/307-308).
Jika Taubat dan Istighfar Disebutkan secara Bersamaan
Jika taubat dan istighfar disebutkan secara bersamaan sebagaimana firman Allah,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya.” (QS. Huud [11]: 3).
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan istighfar adalah bertaubat dari dosa-dosa yang telah terjadi. Sedangkan yang dimaksud dengan taubat adalah istighfar dari dosa yang mungkin akan terjadi setelah dosa tersebut benar-benar terjadi.
Oleh karena itu, makna ayat menjadi, bertaubatlah kepada Rabb kalian atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, dan bertaubatlah kepada-Nya dari dosa-dosa yang akan kalian lakukan. Kata ثُمَّkemudian” dalam ayat di atas zahirnya menunjukkan waktu yang akan datang.
Ulama yang lain berpendapat, sesungguhnya istighfar terkadang digunakan untuk menunjukkan makna taubat. Maka yang dimaksud adalah istighfar yang diperintahkan, yaitu istighfar yang didahului dengan taubat, yang berarti penyesalan. Maka seolah-olah Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Memintalah ampun kepada Tuhanmu setelah taubat (menyesal), kemudian bertaubatlah (yaitu, ikhlaslah dalam taubat dan istiqamahlah di atasnya.Ini sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Al-Alusi rahimahullah.
Al-Alusi rahimahullah berkata,Sesungguhnya istighfar adalah taubat, sehingga kata ثُمَّ dalam ayat tersebut bermakna ‘dan’.” (Lihat Tafsir Al-Alusi, 11/207).
Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau merinci masalah ini. Beliau menjelaskan bahwa jika istighfar disebutkan secara bersamaan dengan taubat, maka yang dimaksud adalah meminta perlindungan dari kejelekan (dosa) yang telah terjadi. Sedangkan taubat adalah kembali dan meminta perlindungan dari kejelekan yang dia takutkan terjadi di masa yang akan datang, berupa kejelekan amal yang dia perbuat. Maka istighfar adalah menghilangkan kejelekan, sedangkan taubat adalah meminta adanya manfaat (kebaikan). Ampunan (maghfirah) akan melindungi diri kita dari keburukan dosa (yang telah terjadi). Adapun taubat, setelah adanya perlindungan tersebut, maka terwujudlah apa yang dia cintai atau dia harapkan (berupa maslahat atau kebaikan, pen.). (Madaarijus Saalikin, 1/308-309).
Pendapat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah inilah yang tampaknya lebih tepat. Karena seorang hamba wajib untuk memohon ampun kepada Allah terlebih dahulu dari dosanya untuk menghilangkan kejelekannya. Sehingga dia mendahulukan istighfar dari taubat. Tidaklah seorang hamba memiliki tekad berkaitan dengan kehidupan di masa mendatang (untuk tidak kembali berbuat maksiat) kecuali dengan menyucikan diri terlebih dahulu dari pengaruh dosa dan maksiat (yang telah lewat). Sebagaimana kata ulama,
التخلية مقدمة على التحلية
Membersihkan diri itu lebih utama daripada menghiasi diri.”
Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk di antara hamba-Nya yang gemar untuk bertaubat.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@



Read More
Amin Satu Kata Pelebur Dosa

Amin Satu Kata Pelebur Dosa



          Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أذا أمن الإمام فأمنوا فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
Jika seorang imam mengucapkan ‘amin’ maka ucapkanlah pula ‘amin’ karena ungkapan amin seseorang yang bersesuaian dengan ungkapan amin para malaikat akan terampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.1
FAWA’ID AL-HADITS:
Faidah Pertama: Apa yang dimaksud dengan ungkapan amin?
Ungkapan amin bermakna ‘Allahumma istajib’ (Ya Allah, kabulkanlah).2
Faidah Kedua: Apa hikmah mengucapkan amin setelah imam selesai membaca alfatihah?
Secara umum, dalam setiap kebaikan yang diperintahkan oleh Islam mengandung begitu banyak hikmah dan kebaikan untuk manusia itu sendiri. Ini sesuai dengan salah satu kaidah agung yang ditetapkan Islam:
الدين جاء لسعادة البشر
Islam terbit untuk kebahagiaan manusia”3
Dalam hadits ini terdapat sebuah pelajaran yang mulia nan agung yaitu pensyariatan ungkapan amin dan keutamaan yang diperoleh bagi orang yang mengucapkannya.
Surat al-Fatihah mengandung do’a teragung, termulia dan terbaik seperti yang diungkpakan para ulama dalam kitab mereka. Secara umum, dalam kitab-kitab yang mensyarah hadits ini, diungkapkan bahwa pensyariatan amin dikaitkan dengan doa yang termaktub dalam al-Fatihah.4
Faidah Ketiga: Kapan amin diucapkan?
Para ulama menjelaskan bahwa amin diucapkan beberapa saat setelah imam selesai membaca surat al-Fatihah.5
Faidah Keempat: Apakah ma’mum mengucapkan amin mendahului imam atau setelah ungkapan amin sang imam?
Dari hadits tersebut nampak bahwa amin sang imam lebih dahulu dibanding amin ma’mum namun jumhur ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ammana al-imam (أمن الإمام)” adalah saat sang imam akan memulai ungkapan amin. Saat inilah ma’mum bersegera mengucapkan amin sehingga ungkapan imam dan ma’mu menyatu dalam satu waktu.6
Faidah Kelima: Bolehkan ma’mum mendahului amin imam?
Tidak boleh bagi makmum mendahului unngkapan amin sang imam atau mengakhirkannya agar mendapat keutamaan besar yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini.
Faidah Keenam: Apakah yang terhapus adalah semua jenis dosa?
Secara umum, dalam ilmu Ushul Fiqh, lafadz “maa (ما)” adalah “ism maushul” yang bermakna umum. Artinya, berdasarkan redaksi di atas, dosa yang disebutkan mengandung dosa kecil dan besar.7 Namun, para ulama yang meneliti nash mengungkapkan bahwa pengguguran dosa yang dimaksud dalam hadits di atas dan hadits lain yang sejenisnya berhubungan dengan dosa kecil saja.8
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy mengungkapkan bahwa semua nash yang mengandung pengampunan dosa ditujukan terhadap dosa kecil, bukan dosa besar. Dosa besar gugur dengan taubat yang dilakukan seorang hamba.9
Faidah Ketujuh: apa yang dimaksud dengan “muwaafaqah (موافقة)/berkesesuaian”?
Para ulama berbeda pendapat tentang makna “muwaafaqah (موافقة)/berkesesuaian.”
  1. Kesamaan waktu.
Artinya, amin ma’mum dan amin para malaikat bersamaan di waktu yang sama. Kebersamaan do’a dan berpadunya waktu adalah salah satu factor diterimanya doa apalagi doa tersebut bersesuaian dengan doa para malaikat yang memang tidak bermaksiat kepada Allah, melakukan apa yang Allah perintahkan, bershaf-shaf di sisi Allah, bertasbih dan bersujud kepada Allah ‘azza wajalla.
  1. Kesamaan ma’mum dengan sifat dan keadaan malaikat yaitu memandang kerendahan diri saat berdoa, menundukkan hati dan khusyu’ karena Allah tidak menerima doa dari hati dan jiwa yang lalai.10
Faidah kedelapan: Siapa malaikat yang disebutkan dalm hadits di atas?
Para ulama menjelaskan bahwa para malaikut pun mendengar bacaan imam11. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang malaikat mana saja yang dimaksudkan dalam hadits di atas.
Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah al-Bassam mengungkapkan bahwa malaikat yang dimaksud adalah malaikat yang ikut menyaksikan shalat tersebut baik malaikat yang ada di bumi maupun malaikat yang ada di langit.12
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin mengungkapkan bahwa malaikat yang dimaksudkan hanyalah malaikat yang diijinkan Allah untuk mengucapkan amin bersama orang yang shalat.13 Dan ini tidak berlaku bagi malaikat yang tidak diijinkan Allah.14
Penutup:
Ada banyak sekali permasalahan fiqhiyyah yang berkaitan dengan hadits di atas, misalnya status hukum ucapan amin dalam shalat, apakah imam wajib membaca amin baik dengan mengeraskan hingga terdengar makmum atau dengan suara pelan, ataukah sebatas sunnah baginya, dan permasalahan lain.
Hanya saja, alangkah baiknya bagi imam dan makmum, dan ini begitu disarankan para ulama, untuk membaca amin dalam waktu yang sama dengan suara yang terdengar sehingga mereka mendapat keutamaan penghapusan dosa. Begitu pula ketika membaca amin diharapkan dengan hati yang khsuyu’ penuh ketundukan sehingga menyerupai keadaan para mailaikat.
Sungguh, kita dapati sebagian saudara kita begitu lalai membaca amin dalam shalat padahal para ulama mengungkapkan bahwa kesempatan membaca amin dalam shalat ini dengan ungkapan:
هذه غنيمة جليلة وفرصة ثمينة ألا وهي غفران الذنوب بأيسر الأسباب فلا يفوتها إلا محروم
Ini adalah harta/kemenangan (peraihan sesuatu tanpa ada kesulitan sedikit pun –ed) yang mulia dan kesempatan yang begitu berharga yaitu pengampunan dosa dengan wasilah yang paling mudah. Orang yang terluput dari kesempatan ini hanyalah orang-orang yang memang diharamkan untuk meraihnya ”
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@
Referensi:
  1. Ta’liqat ‘ala ‘Umdah al-Ahkam, karya syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy, Dar a’Atsar, Mesir.
  2. Mandzumah Ushul al-Fiqh wa Qawa’iduhu, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dar Ibn Jauziy, Saudi Arabia
  3. Taisiyr al-‘Allam Syarh ‘Umdah al-Ahkam, karya syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Dar al-Aqidah, Mesir.
  4. Syarh ‘Umdah al-Ahkam, karya syaikh Sa’ad bin Nashir as-Syatstriy, Dar Kanuz Isybilya, Arab Saudi
  5. Tanbih al-Afham Syarh ‘Umdah al-Ahkam, karya syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Maktabah as-Shabah, Mesir.
  6. Zubdah al-Afham bi Fawa-idh ‘Umdah al-Ahkam, karya syaikh Abu ‘Usamah Salim bin ‘Ied al-Hilaliy, Dar Ibn Hazm, Libanon.
Kebun Nanas, Jakarta Timur, Senin, 17 Muharram 1436 H/10 Nopember 2014

Read More
Al-Quran Adalah Cahaya

Al-Quran Adalah Cahaya

Satu wasiat lagi yang disampaikan Syaikh Muhammad Khalifah At Tammimi ketika kami berkunjung ke kampus Al Madinah International University (MEDIU), beliau memberikan wejangan kepada hadirisan dan di dalamnya beliau menjelaskan sebuah ayat mengenai pentingnya dakwah dan menyebarkan ilmu syar’i di tengah umat. Berikut ini kami ringkas lagi yang masih teringat:
Yaitu firman Allah Ta’ala:
(وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ)
Demikianlah Kami wahyukan ruh (Al Qur’an) kepadamu dari sisi Kami. Sebelumnya kamu (Muhammad) tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Asy-Syura : 52)
Penjelasan ayat
Syaikh Muhammad Khalifah At Tammimi menjelaskan:
Demikianlah Kami wahyukan ruh (Al Qur’an) kepadamu dari sisi Kami“, demikianlah dalam ayat ini Allah sebut Al Quran adalah “Ruh” karena dengannya hiduplah hati, seperti badan yang hidup dengan ruh.
Sebelumnya kamu (Muhammad) tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu“. Allah ajarkan Rasulullah Al Quran dan Islam yang sama sekali beliau belum tahu sebelumnya. Maka kebodohan terhadap Islam dan kebodohan terhadap Al Quran itu harus ditumpas, bukan didiamkan.
tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami“. Kalau Anda berjalan di tempat gelap, tentu perlu lampu bukan? Begitulah, kekufuran adalah kegelapan, sedangkan lampunya adalah Al Quran.
Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus“.
Perhatikan, sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang Al Qur’an, tidak tahu apa-apa tentang iman, akhirnya menjadi penunjuk ke jalan yang lurus yang diikuti banyak orang. Itulah berkah cahaya ilmu, dan itulah berkah cahaya Al Quran.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@


Read More
Adab-Adab Membaca Al-Quran

Adab-Adab Membaca Al-Quran

Al Qur’anul Karim adalah firman Alloh yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al Qur’an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta’ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Ketika membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an:
1. Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.
Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. Namun, diperbolehkan apabila dia membaca dalam keadaan terkena najis. Imam Haromain berkata, “Orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama.” (At-Tibyan, hal. 58-59)
2. Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rosululloh bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan).
Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rosululloh telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari) (HR. Bukhori, Muslim). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu.
3. Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’, dengan menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan.
Alloh Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS. Al-Isra': 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.
4. Membaguskan suara ketika membacanya.
Sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
5. Membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka mintalah perlindungan kepada Alloh dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rosululloh shollallohu ‘alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim). Wallohu a’lam.
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
19 Nama-Nama Hari Kiamat

19 Nama-Nama Hari Kiamat


Di antara akidah dasar dari seorang muslim adalah mengimani adanya hari berbangkit, yaitu hari kiamat. Hal ini merupakan salah satu bentuk tauhid rububiyah. Karena kafir Quraisy juga memiliki cacat dalam hal tauhid rububiyah, yaitu mereka mengingkari akan dantangnya hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman
زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن لَّن يُبْعَثُوا
Orang-orang  yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (QS. At-Taghabun: 7).
Namun yang jadi pokok pembahasan kali ini bukanlah masalah di atas, tapi penulis ingin menyebutkan 19 nama lain dari hari berbangkit berdasarkan dalil dari al-quran.
1. As-Sa’ah
إِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS. Ghafir: 59)
2. Yaumul Ba’ats (hari berbangkit)
لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Sungguh, kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. Maka inilah hari berbangkit itu, tetapi kamu tidak mengetahuinya.” (QS. Ar-Rum: 56).
3. Yaumud Din (hari pembalasan)
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
“Yang menguasai di Hari Pembalasan.” (QS. Al-Fatihah: 4).
4. Yaumul Hasrah (hari penyesalan)
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedang mereka dalam keadaan lalai dan tidak beriman.” (QS. Maryam: 39).
5. Ad Darul Akhirah (negeri akhirat)
وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64)
6. Yaumut Tanad (hari saling memanggil)
وَيَا قَوْمِ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ يَوْمَ التَّنَادِ
Wahai kaumku, ‘Sesungguhnya aku takut kepada kalian pada hari saling memanggil’”. (QS. Ghafir: 32).
7. Darul Qarar (tempat kembali)
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kesenangan sementara. Dan sesungguhya akhirat itu adalah negeri tempat kembali”. (QS. Ghafir: 39).
8. Yaumul Fashl (hari pemisahan )
هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
Inilah hari pemisahan yang dahulu kamu dustakan.” (QS. Ash Shaffat: 21)
9. Yaumul Jama’ (hari berkumpul )
وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ
Dan memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul yang tidak ada keraguan padanya.” (QS. Asy-Syura: 7)
10. Yaumul Hisab (hari perhitungan)
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ
Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari perhitungan.” (QS. Shad: 53)
11. Yaumul Wa’id (hari yang dijanjikan)
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang dijanjikan.” (QS. Qaf: 20)
12. Yaumul Khulud (Kekal)
ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ
Masukilah ke (dalam surga) dengan keselamatan. Itulah hari yang kekal.” (QS. Qaf: 34)
13. Yaumul Khuruj (hari dikeluarkan dari kubur)
يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ
Pada hari ketika mereka mendengar suara dahsyat dengan sebenarnya. Itulah hari keluar (dari kubur).” (QS. Qaf: 42)
14. Al-Waqi’ah
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ
Apabila terjadi hari Kiamat.” (QS. Al-Waqi’ah: 1)
15. Al Haqqah (yang pasti)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ
Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?” (QS. Al-Haqqah: 3)
16. Ath Thammatul Kubra (bencana besar)
فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى
Maka apabila bencana yang sangat besar (hari kiamat) telah datang.” (QS. An-Nazi’at: 34)
17. Ash-Shakhkhah (teriakan)
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ
Maka apabila datang suara yang memekakkan (telinga).” (QS. Abasa: 33)
18. Al-Azifah (suatu yang dekat)
أَزِفَتِ الآزِفَةُ
“Yang dekat (hari Kiamat) telah makin mendekat.” (QS. AN-Najm: 57)
19. Al-Qari’ah (ketukan keras)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?” (QS. Al-Qari’ah: 3)
Demikianlah nama lain dari hari kiamat, sebagai tambahan ilmu pengetahuan kita tentang adanya hari berbangkit. Setiap arti dari hari kiamat memiliki makna khusus yang semoga di lain waktu dapat dibahas kembali.

Read More