'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
KISAH PEMUDA YANG BERUNTUNG DAN WANITA YANG KAYA

KISAH PEMUDA YANG BERUNTUNG DAN WANITA YANG KAYA



Top of Form
Ketika ujian datang kepada kita, disaat kita berada pada kondisi yang sangat memungkinkan untuk malakukan perbuatan itu (maksiat), namun kita merasa malu kepada Alloh dan malu terhadap predikat kita sebagai “seorang muslim”, maka niscaya Alloh akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik dari itu semua. Tidaklah kejayaan itu melainkan dengan Islam, tidaklah harga diri itu melainkan dengan Islam, dan tidaklah kebahagiaan itu sempurna melainkan dengan Islam.
Ini adalah sebuah kisah yang sangat menarik untuk bisa diambil pelajarannya bagi kita semua. Sebuah kisah, yang mungkin pada hari ini kita selayaknya bercermin pada diri kita masing-masing, apakah yang selama ini diri kita perbuat terhadap apa-apa yang Alloh larang??? Dan Alloh akan selalu menolong hambaNya yang sabar lagi ikhlas dalam menjalankan ketaatan kepadaNya dan menjauhi laranganNya. Berikut kisah yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Hassan (semoga Alloh menjaganya):
Firman Allah;
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ . وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya (QS.An Nuur:30-31) .
Sebuah kisah dari seorang pemuda, salah satu dari pemuda kita di Amerika, pemuda ini berasal dari Maroko, dia adalah pemuda Maroko yang sangat miskin. Dalam sebuah kunjungan, saya menanyakan tentangnya.  Pemuda ini berusia sekitar 24 atau 25 tahun. Mereka menjawab: MasyaAlloh, dia sekarang dalam kondisi baik, maka saya bertanya apa yang terjadi, mereka menjawab: dia kini menjadi seorang jutawan. Saya pun bertanya: jutawan? Apakah dia berjudi atau melakukan sesuatu?. Mereka menjawab: “Tidak, dia tidak melakukakannya”. Lalu apa yang telah terjadi??
Subhanalloh, suatu hari dia berada dalam sebuah lift di salah satu gedung  bertingkat, dan dengan kehendak Alloh dalam elevator tersebut ada banyak orang didalamnya. Lalu semua orang keluar satu persatu hingga tinggallah hanya si pemuda tadi dengan seorang wanita Amerika yang sangat cantik, kemudian lift itupun bergerak ke atas hingga beberapa lantai. Pemuda tersebut tetap menatap lantai lift. (Subhanalloh). Disana hanya ada si pemuda dan si wanita tersebut, tapi dia tidak menatapnya sekalipun. Wanita itu cantik... yang itu merupakan fitnah yang kuat..., dan dia tidak pernah menatap wanita itu.
Wanita itu (ketika mereka benar-benar berdua saat itu) merasa takut, karena khawatir mungkin saja akan diperkosa, tapi pemuda tersebut tidak menatapnya sama sekali. Wanita itu kemudian penasaran terus melihat gerak-gerik dan bagaimana dia tidak menatapnya. Dia merasa bingung dan heran. Wanita itu tapi tetap merasa sangat takut, maka sampailah mereka dilantai dimana pemuda tersebut keluar, maka dia pun keluar dari lift. Wanita tersebut mengikutinya dan memberhentikan si pemuda (pemuda tersebut di karuniai bahasa inggris yang lancar dan wajah yang bercahaya).
Wanita tersebut bertanya kepada si pemuda: “Apakah aku tidak cantik???”
Dia menjawab: “saya tidak tahu!! Saya tidak melihat kearahmu”
Wanita tersebut berkata: “mengapa? Mengapa kau tidak menatapku?! Apa aku tidak cantik??!!”
Pemuda itu menjawab: “agamaku melarangku dari hal itu”
(subhanalloh)
Wanita itu kemudian bertanya lagi kepada si Pemuda: “mengapa kau tidak mencoba mencium atau memperkosa(ku)?! ” (Naudzubillah)
Pemuda itu menjawab: “tidak,, saya berusaha untuk berlindung kepada Allah, saya takut pada Allah”
Wanita itu kemudian bertanya: dimana Allah?? Dimana Allah yang begitu kau takuti itu?
Kemudian pemuda itu mulai menjelaskan beberapa kalimat tentang islam dan tauhid.
Wanita itu berkata: agamamukah yang melarangmu dari menatapku, tidak membiarkanmu melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan?”
Dia berkata: “ya”. Dan dia kemudian menjelaskan kepadanya. 
Wanita itu kemudian berkata: “maukah kau menikah denganku??” 
Dia berkata: “saya seorang muslim, apa agamamu??” 
Wanita itu berkata: “saya bukan seorang muslim” 
Dia berkata: “hal ini tidak diperbolehkan”
Wanita itu berkata: “jika aku masuk kedalam agamamu, maukah kau menikah denganku??” 
Dia berkata: “ya” 
Wanita itu berkata: “apa yang harus aku lakukan??” 
Dia berkata: “lakukan ini dan ini (sambil memberi saran)”.
Maka Allah menjadikan laki-laki tersebut sebagai sebab wanita itu masuk islam, hanya dengan menundukkan pandangan. Ketahuilah dia hanya menundukkan pandangannya. Akankah para pemuda kita berpikiran seperti itu?? Suatu hal yang sangat jarang terjadi. Salah satu ajaran yang sangat berharga, dan hal ini mungkin sulit terjadi pada kita.
Dia (wanita) menikahinya (pemuda) dan memberikan semua kekayaannya, dan pemuda itupun mendapat keberuntungan yang besar sebagaimana saudara-saudara kita telah menceritakannya padaku,  pemuda ini dengan karunia Alloh mempunyai seorang istri yang cantik. Maka hal ini menjadi  lebih baik daripada unta merah (harta yang berharga, pent) dengan sebab masuknya wanita itu ke dalam Islam, dan wanita itu juga mempunya semua kekayaan ini. Maka benarlah apa yang Alloh katakan seperti yang Dia firmankan dalam Al-Qur’an: QS at-talaq ayat 3:
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@

Read More
KISAH MENAKJUBKAN: TENTANG SABAR DAN SYUKUR KEPADA ALLAH

KISAH MENAKJUBKAN: TENTANG SABAR DAN SYUKUR KEPADA ALLAH



Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik.Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqootmenyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu ‘anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik. 
Abdullah bin Muhammad berkata, “Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang telah buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang itu berkata, Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memuji-Mu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”
Abdullah bin Muhammad berkata, “Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan kepadanya, “Aku mendengar engkau berkata “Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan“, maka nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?? dan kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau mensukurinya??”
Orang itu berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini.
Namun, wahai hamba Allah, engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka tolonglah aku, carilah kabar tentangnya –semoga Allah merahmati engkau-”. 
Aku berkata, “Demi Allah tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau”.
Maka akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas. Akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji’uun. Aku berkata, “Bagaimana aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??”. Dan tatkala aku tengah kembali menuju orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihi as-Salam. Lalu aku menemui orang tersebut dan akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan berkata, “Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?”, aku berkata, “Benar”. Ia berkata, “Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?”. 
Akupun berkata kepadanya, “Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihis Salam?”, ia berkata, “Tentu Nabi Ayyub ‘alaihis Salam “, aku berkata, “Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya, serta anaknya?”, orang itu berkata, “Tentu aku tahu”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?”, ia berkata, “Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji Allah”. 
Aku berkata, “Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya”. Ia berkata, “Benar”. Aku berkata, “Bagaimanakah sikapnya?”, ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah”. Aku berkata, “Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal itu?”, ia berkata, “Iya”, aku berkata, “Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?” Ia berkata, “Ia bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, langsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah merahmatimu-!!”. 
Aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau”. Orang itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia menyiksanya dengan api neraka”, kemudian ia berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, lalu ia menarik nafas yang panjang lalu meninggal dunia.
Aku berkata, “Inna lillah wa inna ilaihi roji’uun“, besar musibahku, orang seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lalu akupun menyelimutinya dengan kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis.
Tiba-tiba datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku “Wahai Abdullah, ada apa denganmu?, apa yang telah terjadi?”. Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami. Lalu mereka berkata, “Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!”, maka akupun membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua tangannya, lalu mereka berkata, “Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur!!”.
Aku bertanya kepada mereka, “Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?”, mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu ‘Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan.
Tatkala tiba malam hari, akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah
}سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ| (الرعد:24)
“Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?”, ia berkata, “Benar”, aku berkata, “Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua”, ia berkata, “Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai”. Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdilmuhsin Firanda dari Kitab Ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban, tahqiq As-Sayyid Syarofuddin Ahmad, terbitan Darul Fikr, (jilid 5 halaman 2-5).
Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@


Read More
KEBERKAHAN DAN MANFAAT HUJAN, BEBERAPA AMALAN KETIKA TURUN HUJAN

KEBERKAHAN DAN MANFAAT HUJAN, BEBERAPA AMALAN KETIKA TURUN HUJAN



Allah telah menurunkan hujan sebagai rahmat di saat diperlukan oleh seluruh makhluk. Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy Syuura: 28). Yang dimaksudkan dengan rahmat di sini adalah hujan sebagaimana dikatakan oleh Maqotil.[1]
Keberkahan dan Manfaat Hujan
Hujan adalah air yang diturunkan dari langit dan penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS. Qaaf: 9). Yang dimaksud keberkahan di sini adalah banyaknya kebaikan.[2]
Di antara keberkahan dan manfaat hujan adalah manusia, haiwan dan tumbuh-tumbuhan sangat memerlukannya untuk keberlangsungan hidup, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiya’: 30). Al Baghowi menafsirkan ayat ini, “Kami menghidupkan segala sesuatu menjadi hidup dengan air yang turun dari langit yaitu menghidupkan haiwan, tanaman dan pepohonan. Air hujan inilah sebab hidupnya segala sesuatu.”[3]
Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan
Pertama: Takut datangnya adzab ketika mendung.
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khuatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah.”[4]
Kedua: Do’a ketika turun hujan sebagai rasa syukur pada Allah.
’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[5]
Ketiga: Turunnya hujan, kesempatan terbaik untuk memanjatkan do’a.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[6] mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : (1) Bertemunya dua pasukan, (2) Menjelang shalat dilaksanakan, dan (3) Saat hujan turun.”[7]
Keempat: Do’a ketika terjadi hujan lebat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, “Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk meruosak kami. Ya Allah, turunkanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[8]
Kelima: Do’a ketika terjadi angin kencang.
Dianjurkan bagi seorang muslim ketika terjadi angin kencang untuk membaca do’a berikut sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ketika itu, “Allahumma inni as-aluka khoirohaa wa khoiro maa fiihaa wa khoiro maa ursilat bihi, wa a’udzu bika min syarrihaa wa syarri maa fiiha wa syarri maa ursilat bihi (Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu baiknya angin ini dan kebaikan yang ada padanya, dan aku memohon kebaikan dari yang diutus dengannya. Aku berlindung kepada-Mu dari buruknya angin ini, dan keburukan yang ada padanya dan aku berlindung dari keburukan yang diutus dengannya)”[9]
Keenam: Do’a ketika mendengar suara petir.
Apabila ’Abdullah bin Az Zubair mendengar petir, dia menghentikan pembicaraan, kemudian mengucapkan, “Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih” (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya kerana rasa takut kepada-Nya).”[10]
Ketujuh: Mengambil berkah dari air hujan.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga tersiram hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kerana hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[11]
An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh kerana itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[12]
Kelapan: Dianjurkan berwudhu dengan air hujan.
Dalilnya, “Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[13]
Kesembilan: Tidak boleh mencela hujan.
Sebahagian orang sering keluar dari mulutnya celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”. Ketahuilah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasihatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin kerana kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman (yang ertinya), “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.”[14] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.”[15]
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.[16]
Kesepuluh: Do’a setelah turun hujan
Do’anya adalah, “Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih (Kita diberi hujan kerana kurnia dan rahmat Allah).”[17]
Keringanan Ketika Turun Hujan
Pertama: Bolehnya meninggalkan shalat jama’ah di masjid ketika turun hujan.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, beliau mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan, ”Apabila engkau mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ’Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian]. …”[18]
An Nawawi -semoga Allah merahmati beliau- menjelaskan, ”Dari hadits di atas terdapat dalil tentang keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan dan ini termasuk udzur (halangan) untuk meninggalkan shalat jama’ah. Dan shalat jama’ah -sebagaimana yang dipilih oleh ulama Syafi’iyyah- adalah shalat yang mu’akkad (betul-betul ditekankan) apabila tidak ada udzur[19]. Dan tidak mengikuti shalat jama’ah dalam kondisi seperti ini adalah suatu hal yang disyari’atkan (diperbolehkan) bagi orang yang susah dan sulit melakukannya. Hal ini berdasarkan riwayat lainnya, ”Siapa yang mahu, silakan mengerjakan shalat di rihal (kendaraannya) masing-masing.”[20]
Sayid Sabiq -semoga Allah merahmati beliau- dalam Fiqh Sunnah menyebutkan salah satu sebab yang membolehkan tidak ikut shalat berjama’ah adalah cuaca yang dingin dan hujan. Lalu beliau membawakan perkataan Ibnu Baththol yang menyatakan bahawa hal ini adalah ijma’ (kesepakatan para ulama).[21]
Dari hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, ada beberapa lafadz tambahan adzan ketika kondisi hujan, dingin, berangin kencang, dan tanah yang penuh lumpur baik ketika mukim maupun safar :
Alaa shollu fir rihaal artinya Hendaklah shalat di rumah (kalian) Alaa shollu fi rihaalikum artinya Hendaklah shalat di rumah kalian Sholluu fii buyutikum artinya Sholatlah di rumah kalian An Nawawi mengatakan, “Lafadz ini boleh diucapkan setelah adzan maupun di tengah-tengah adzan kerana terdapat dalil mengenai dua model ini. Akan tetapi, mengucapkannya sesudah adzan lebih baik agar lafadz adzan yang biasa diucapkan tetap ada.”[22]
Kedua: Bolehnya menjama’ shalat ketika hujan deras.
Dari Abu Az Zubair, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, beliau berkata, ”Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya’ secara jama’, bukan dalam keadaan takut maupun safar.”[23] Yang meriwayatkan dari Abu Az Zubair adalah Imam Malik dalam Muwatho’nya. Imam Malik mengatakan, ”Aku menyangka bahwa menjama’ di sini adalah ketika hujan.”
Al Baihaqi mengatakan, ”Begitu pula hadits ini diriwayatkan oleh Zuhair bin Mu’awiyah dan Hammad bin Salamah, dari Abu Az Zubair, juga dikatakan, ”(Beliau menjama’) bukan kerana keadaan takut dan bukan pula kerana safar. Akan tetapi dalam riwayat tersebut tidak disebutkan shalat Maghrib dan ’Isya dan hanya disebut jama’ tersebut dilakukan di Madinah.”[24] Ertinya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan jama’ ketika mukim (tidak bepergian) dalam kondisi hujan.
Beberapa point yang perlu diperhatikan:
Yang diperintahkan ketika hujan adalah menjama’ shalat (menggabungkan dua shalat) tanpa perlu mengqoshor.[25] Jama’ dilakukan dengan imam di masjid dan bukan dilakukan di rumah.[26]
Apabila shalat telah dijama’ pada waktu pertama dari dua shalat, lalu setelah dijama;’, hujan tersebut reda, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.[27]
Boleh menjama’ shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan Isya. Yang paling afdhol jika dilakukan dengan jama’ taqdim.[28]
Hujan yang membolehkan seseorang menjama’ shalat adalah hujan yang boleh membuat pakaian basah kuyup dan mendapatkan kesulitan jika harus berjalan dalam kondisi hujan semacam itu. Adapun hujan yang rintik-rintik dan tidak begitu deras, maka tidak boleh untuk menjama’ shalat ketika itu.[29]
Demikian panduan ringkas mengenai beberapa amalan dan keringanan dari syariat ketika turun hujan. Semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya walaupun di tengah keterasingan. Hanya Allah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal][30].
[1] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/322, Mawqi’ At Tafasir
[2] Tafsir Al Baghowi (Ma’alimut Tanzil), Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi, 7/357, Dar Thoyibah, cetakan keempat, 1417 H
[3] Tafsir Al Baghowi, 5/316
[4] Lihat Adabul Mufrod no. 686. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
[5] HR. Bukhari no. 1032, Ahmad no. 24190, dan An Nasai no. 1523
[6] Al Mughni fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hambal Asy Syaibani, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 2/294, Darul Fikr, Beirut, cetakan pertama, 1405 H
[7] Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohihul Jaami’ no. 1026
[8] HR. Bukhari no. 1014
[9] HR. Muslim no. 899
[10] Lihat Adabul Mufrod no. 723. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[11] HR. Muslim no. 898
[12] Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 6/195, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392 H
[13] HR. Muslim, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Gholil no. 679. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[14] HR. Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246, dari Abu Hurairah
[15] HR. Tirmidzi no. 2252, dari Abu Ka’ab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[16] Faedah dari guru kami Ustadz Abu Isa hafizhohullah. Lihat buah pena beliau “Mutiara Faedah Kitab Tauhid”, hal. 227-231, Pustaka Muslim, cetakan pertama, Jumadal Ula 1428 H
[17] HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71, dari Kholid Al Juhaniy
[18] HR. Muslim no. 699
[19] Pendapat yang lebih kuat, shalat jama’ah adalah fardhu ‘ain –bagi kaum pria-
[20] Syarh Muslim, 5/207
[21] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, 1/234-235, Mawqi’ Ya’sub
[22] Syarh Muslim, 5/207
[23] HR. An Nasa-i no. 601. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[24] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 24/73
[25] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/292, Mawqi’ Al Ifta’
[26] Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhutsil Al ‘Ilmiyyah wal Iftaa’, 8/135, Darul Ifta’
[27] Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, Mahmud ‘Abdul Latif ‘Uwaidhoh, 2/ 497-499, Daruk Wadhoh, ‘Amman, Yordania, cetakan ketiga, tahun 2004
[28] Syarhul Mumthi’, 2/285
[29] Al Mughni, 2/117
[30] Lihat tulisan ini selengkapnya di www.muslim.or.id dengan judul “Musim Hujan Telah Tiba”.
            Semoga Bermamfaat, Shukran Jazakallah Khairan@


Read More