'

Selamat Datang di Website Resmi Muhammad Akbar bin Zaid “Assalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatu” Blog ini merupakan blog personal yg dibuat & dikembangkan oleh Muhammad Akbar bin Zaid, Deskripsinya adalah "Referensi Ilmu Agama, Inspirasi, Motivasi, Pendidikan, Moralitas & Karya" merupakan kesimpulan dari sekian banyak kategori yang ada di dalam blog ini. Bagi pengunjung yang ingin memberikan saran, coretan & kritikan bisa di torehkan pada area komentar atau lewat e-mail ini & bisa juga berteman lewat Facebook. Terimah Kasih Telah Berkunjung – وَالسٌلام عَلَيْكُم
Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abbas bin Abdul Muthallib  radhiallahu anhu.

Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abbas bin Abdul Muthallib radhiallahu anhu.



Ia adalah paman Rasulullah dan salah seorang yang paling akrab di hatinya dan yang paling dicintainya. Oleh sebab itu, beliau senantiasa berkata, "Abbas adalah saudara kandung ayahku. Barangsiapa yang menyakiti Abbas sama dengan menyakitiku."
Pada zaman Jahiliyah, ia mengurus kemakmuran Masjidil Haram dan melayani minuman para jamaah haji. Seperti halnya ia akrab di hati Rasulullah, Rasulullah pun dekat sekali di hatinya. Ia pernah menjadi pembantu dan penasehat utamanya dalam Baiat Aqabah menghadapi kaum Anshar dari Madinah.
Abbas adalah saudara bungsu ayah Nabi SAW, Abdullah bin Abdul Muthalib. Menurut sejarah, ia lahir tiga tahun sebelum kedatangan pasukan Gajah yang hendak menghancurkan Baitullah di Makkah. Ibunya, Natilah binti Khabbab bin Kulaib, adalah seorang wanita Arab pertama yang mengenakan kelambu sutra pada Baitullah.
Pada waktu Abbas masih anak-anak, ia pernah hilang. Sang ibu lalu bernazar, kalau putranya itu ditemukan, ia akan mengenakan kelambu sutra pada Baitullah. Tak lama kemudian, Abbas ditemukan, maka ia pun menepati nazarnya.
Abbas kemudian menikah dengan Lubabah binti Harits, juga dikenal dengan sebutan Ummu Fadhl, yang dalam sejarah Islam menjadi wanita kedua yang masuk Islam. Lubabah masuk Islam pada hari yang sama dengan sahabatnya, Khadijah binti Khuwailid, yang tidak lain adalah istri Muhammad SAW. Abbas dan Lubabah adalah orang tua dari Al-Fadhl, Abdullah, Ubaidillah dan Qasim bin Abbas.
Pada tahun-tahun awal perjuangan Nabi SAW menyampaikan dakwah Islam, Abbas selalu melindungi Rasulullah dari orang-orang Quraisy yang hendak mencelakakan beliau. Meskipun pada saat itu, ia sendiri belum masuk Islam.
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang Islamnya Abbas. Ada yang mengatakan, sesudah penaklukkan Khaibar. Ada yang bilang, lama sebelum Perang Badar.
Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Yatsrib, Abbas tetap tinggal di Makkah, mendengarkan berita Rasulullah dan kaum Muhajirin, dan mengirimkan berita-berita kaum Quraisy, hingga berkecamuknya Perang Badar.
Abbas, biasa juga disebut Abu Fadhl, pergi berhijrah ke Madinah bersama Naufal ibnul Harits. Ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal hijrahnya, namun mereka sependapat bahwa Rasulullah telah memberikan sebidang tanah kepadanya, terdekat dengan tempat tinggalnya.
Suatu hari, Abbas datang menghadap Rasulullah dan memohon dengan penuh harap,
"Ya Rasulullah, apakah engkau tidak suka mengangkat aku menjadi pejabat pemerintahan?"
Berdasarkan pengalaman, ia seorang yang berpikiran cerdik, berpengetahuan luas, dan mengetahui liku-liku jiwa orang. Namun Nabi SAW tidak ingin mengangkat pamannya menjadi kepala pemerintahan. Ia tidak ingin pamannya dibebani tugas-tugas pemerintahan. "Wahai paman Nabi, menyelamatkan sebuah jiwa lebih baik dari menghitung-hitung jabatan pemerintahan," kata Rasulullah.
Ternyata Abbas menerima dengan senang hati pendapat Rasulullah, tetapi malah Ali bin Abi Thalib yang kurang puas. Ia lalu berkata kepada Abbas, "Kalau kau ditolak menjadi pejabat pemerintahan, mintalah diangkat menjadi pejabat pemungut sedekah!"
Sekali lagi Abbas menghadap Rasulullah untuk meminta seperti yang dianjurkan Ali itu. Rasulullah kemudian bersabda kepadanya, "Wahai pamanku, tak mungkin aku mengangkatmu mengurusi cucian (kotoran) dosa orang."
Rasulullah adalah orang yang paling akrab dan paling kasih kepadanya, tidak mau mengangkatnya menjadi pejabat pemerintahan atau pengurus sedekah. Bahkan ia tidak diberi kesempatan dan harapan untuk mengurusi soal-soal yang bersifat duniawi, tetapi menekannya supaya lebih menekuni soal-soal ukhrawi.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Abbas adalah orang yang paling merasa kesepian atas kepergiannya itu. Abbas hidup terhormat di bawah pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq maupun pada masa kepemimpinan Umar bin Khathab.
Pada suatu hari dalam pemerintahan Khalifah Umar, terjadi paceklik hebat dan kemarau ganas. Orang-orang berdatangan kepada Khalifah untuk mengadukan kesulitan dan kelaparan yang melanda daerahnya masing-masing.
Umar menganjurkan kepada Muslimin yang berkemampuan untuk mengulurkan tangan membantu saudara-saudaranya yang ditimpa kekurangan dan kelaparan. Kepada para penguasa di daerah diperintahkan supaya mengirimkan kelebihan daerahnya ke pusat.
Ka'ab menemui Khalifah Umar seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, biasanya Bani Israil kalau menghadapi bencana semacam ini, mereka meminta hujan dengan kelompok para nabi mereka."
Umar berkata, "Ini dia paman Rasulullah dan saudara kandung ayahnya. Lagi pula, ia pimpinan Bani Hasyim."
Khalifah Umar pergi kepada Abbas dan menceritakan kesulitan besar yang dialami umat akibat kemarau panjang dan paceklik itu. Kemudian ia naik mimbar bersama Abbas seraya berdoa, "Ya Allah, kami menghadapkan diri kepada-Mu bersama dengan paman Nabi kami dan saudara kandung ayahnya, maka turunkanlah hujan-Mu dan janganlah kami sampai putus asa!"
Abbas lalu meneruskan, memulai doanya dengan puja dan puji kepada Allah SWT, "Ya Allah, Engkau yang memiliki awan dan Engkau pula yang memiliki air. Sebarkanlah awan-Mu dan turunkanlah air-Mu kepada kami. Hidupkanlah semua tumbuh-tumbuhan dan suburkanlah semua air susu. Ya Allah, Engkau tidak mungkin menurunkan bencana kecuali karena dosa dan Engkau tidak akan mengangkat bencana kecuali karena tobat. Kini umat ini sudah menghadapkan dirinya kepada-Mu maka turunkanlah hujan kepada kami ... "
Ternyata doanya itu langsung diterima dan diijabah Allah SWT. Hujan lebat turun dan tanaman tumbuh dengan suburnya. Orang-orang bersyukur kepada Allah dan mengucapkan selamat kepada Abbas, "Selamat kepadamu, wahai Saqil Haramain, yang mengurusi minuman orang di Makkah dan Madinah."
Abbas bin Abdul Muththalib, paman Rasululah SAW dan saudara kandung ayahnya, termasuk salah seorang tokoh sahabat yang ikut mengibarkan panji Islam. Sepak terjangnya dicatat sejarah dengan tinta emas dalam Baiat Aqabah Kubra. Ia bertindak sebagai seorang penasihat dan juru runding, bergabung keponakannya dalam majelis itu. Abbas ra. wafat pada hari Jumat, 12 Rajab 32 H, dalam usia 82 tahun. Ia dimakamkan di Baqi ', Madinah.

Sumber: Buku Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam

Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Read More
Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abbad bin Bisyr radhiallahu anhu.

Biografi Singkat Para Sahabat Rasulullah: Abbad bin Bisyr radhiallahu anhu.


Abbad bin Bisyr adalah seorang sahabat yang tidak asing dalam sejarah dakwah Islam. Ia tidak hanya termasuk di antara para 'abid (ahli ibadah), tapi juga tergolong kalangan para pahlawan yang gagah berani dalam menegakkan kalimat Allah. Tidak hanya itu, ia juga seorang penguasa yang cakap, berbobot dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum Muslimin. 
Ketika Islam mulai tersiar di Madinah, Abbad bin Bisyr Al-Asyhaly masih muda. Dalam kegiatan sehari-hari dia memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap seperti orang-orang yang sudah dewasa, kendati usianya belum mencapai dua puluh lima tahun. Dia mendekatkan diri kepada seorang dai dari Makkah, yaitu Mush'ab bin Umair. 
Dalam tempo singkat, hati keduanya terikat dalam ikatan iman yang kokoh. Abbad mulai belajar membaca Al-Qur'an kepada Mush'ab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati. Oleh karena itu, ia terkenal di kalangan para sahabat sebagai imam dan pembaca Al-Qur'an. Pada suatu malam ketika Rasulullah Saw sedang melaksanakan shalat tahajud di rumah Aisyah yang berdempetan dengan masjid. Terdengar oleh beliau suara Abbad bin Bisyr membaca Al-Qur'an dengan suara yang merdu. "Ya Aisyah, suara Abbad bin Bisyrkah itu?" tanya Rasulullah. "Benar, ya Rasulullah!" jawab Aisyah. Kemudian Rasulullah berdoa, "Ya Allah, ampunilah dia!." 
Abbad bin Bisyr ikut berperang bersama Rasulullah Saw dalam tiap peperangan yang beliau pimpin. Dalam peperangan-peperangan itu dia bertugas sebagai pembawa Al-Qur'an. Ketika Rasulullah kembali dari perang Dzatur Riqa ', ia beristirahat dengan seluruh pasukan Muslim di lereng sebuah bukit. Setibanya di tempat perhentian di atas bukit Rasulullah bertanya, "Siapa yang bertugas jaga malam ini?" Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir berdiri, "Kami, ya Rasulullah!" kata keduanya serempak.
Rasulullah telah menjadikan keduanya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah. Ketika keduanya keluar ke pos penjagaan, Abbad bertanya kepada Ammar, "Siapa di antara kita yang berjaga lebih dahulu?" "Aku yang tidur lebih dulu," jawab Ammar yang bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penitipan. Dalam suasana malam yang tenang dan hening, Abbad shalat malam dan larut dalam manisnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya. Dalam shalat itu ia membaca surat Al-Kahfi dengan suara memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya. 
Ketika Abbad tenggelam dalam mahabbah dengan Rabb-nya, seorang laki-laki datang dengan tergesa-gesa dan melihat seorang hamba Allah sedang beribadah. Pria itu yakin bahwa Rasulullah ada di tempat itu dan orang yang sedang shalat itu adalah pengawal yang bertugas jaga. Orang itu menyiapkan panah dan memanah Abbad dengan tepat mengenai tubuhnya. 
Abbad mencabut panah yang bersarang di tubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam dalam shalat. Orang itu memanah lagi dan mengenai Abbad dengan jitu. Abbad kembali mencabut anak panah lalu melanjutkan ibadahnya. Kemudian orang itu memanah lagi. Abbad mencabut lagi panah dari tubuhnya seperti dua anak panah terdahulu. 
Giliran jaga untuk Ammar bin Yasir pun tiba. Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang tidur, lalu membangunkannya seraya berkata, "Bangunlah! Aku terluka parah dan lemas." Sementara itu, melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. Ammar menoleh ke arah Abbad dan melihat darah bercucuran dari tiga luka di tubuhnya. "Subhanallah! Mengapa engkau tidak membangunkan aku ketika panah pertama mengenaimu?" Tanyanya keheranan. "Aku sedang membaca Al-Qur'an dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah, kalaulah tidak karena takut akan menyia-nyiakan tugas jaga yang dibebankan Rasulullah, menjaga pos perkemahan kaum Muslimin, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam shalat," jawab Abbad. 
Ketika perang memberantas orang-orang murtad berkecamuk pada masa Khalifah Abu Bakar Ash -Shiddiq, khalifah menyiapkan pasukan besar untuk menindas kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah Al-Kadzab. Abbad bin Bisyr adalah pelopor dalam tim tersebut. Abbad dan pasukannya menyerbu dan memecah pasukan musuh, serta menebar maut dengan pedangnya. 
Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah Al-Kadzab terdesak mundur dan melarikan diri ke kebun maut. Di sana, dekat pagar tembok Kebun Maut, Abbad gugur sebagai syahid. Tubuhnya penuh dengan luka bekas bacokan pedang, tusukan tombak, dan panah yang menancap. Para sahabat hampir tak ada yang mengenalinya, kecuali setelah melihat beberapa tanda di bagian tubuhnya yang lain.


Sumber: Buku Sahabat-Sahabat Rasulullah Sallallahu alai’hi wasallam
Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir

Read More