Realitas Pemuda Indonesia: Hancurnya Moral Akhlak Remaja Indonesia
Laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak alias Komnas Anak
dari survei yang dilakukannya tahun 2007 di 12 kota besar di Indonesia tentang
perilaku seksual remaja sungguh sangat mengerikan. Hasilnya seperti yang
diberitakan SCTV adalah, dari lebih 4.500 remaja yang disurvei, 97 persen di
antaranya mengaku pernah menonton film porno. Sebanyak 93,7 persen remaja
sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas mengaku pernah berciuman
serta happy petting alias bercumbu berat dan oral seks. Yang lebih menyeramkan
lagi, 62,7 persen remaja SMP mengaku sudah tidak perawan lagi. Bahkan, 21,2
persen remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Ini data tahun 2007, apalagi
tahun 2008, pasti sudah bertambah lebih banyak lagi.
Tidakkah kita gelisah dan ngeri melihat data-data ini?
Bukankah ini bukti nyata kehancuran bangsa? Jangan-jangan, anak-anak perempuan
kita (SMP/SMA/Mahasiswa) yang tampak baik-baik di rumah, sudah tidak perawan.
Itu kan bukan tidak mungkin. Apalagi kita tidak merasa menanamkan pendidikan
akhlak agama pada mereka dan membebaskan pergaulannya, membebaskan mereka
berpacaran dengan pacarnya. Tidak kah kita takut? Mau kemana bangsa ini? Mau
kemana para remaja kita? Bukankah ini sebuah proses menuju kehancuran???
Sejarah umat manusia membuktikan, hancurnya sebuah bangsa dan peradaban bermula
dari rusaknya moral di kalangan pemudanya, kemudian masyarakatnya, kemudian
para pemimpinnya.
Lalu, buat para pembela pornografi atau penolak UU
Pornografi, apa sih yang ada di fikirannya? Tidakkah mereka memiliki hati
nurani? Benar-benar tidak bisa dimengerti. Apakah soal tektek bengek seperti
definisi pornografi, soal kebebasan seni, soal adat yang tetap harus bugil,
soal fantasi yang harus bebas hukum, soal hak otonomi tubuh yang nanti busuk
dimakan cacing, lebih penting daripada kehancuran moral anak-anak kita, lebih
penting dari hancurnya masa depan anak-anak kita? Lieurr…!!
Rupanya terlalu banyak manusia hidupnya sudah tidak waras,
kehilangan akal sehatnya, sudah tidak bisa berfikir logis dan sehat. Kebebasan
liar memang merusak banyak hal…!! Sangat berbahaya. Dan agama diturunkan Tuhan,
UU dibuat oleh pemerintah, tak lain adalah untuk mengontrol dan mengendalikan
kebebasan liar itu. Tapi anehnya, banyak manusia menolaknya. Mereka ingin tetap
memilih, mengikuti dan menganut kebebasan itu!! Mereka ingin hancur dan
membinasakan dirinya sendiri.
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah.
Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan
di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10
dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada
level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah
dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan
yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu
harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para
pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan
pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih
parah lagi, pendidikan tidak mampu
menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta
dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya
pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri,
padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan.
Berdasarkan analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru
Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia
Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang
negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan membaca,
Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya
input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang.
Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk
membahas lebih dalam mengenai pendidikan di
Indonesia dan segala dinamikanya.
Bagi orang-orang yang berkompeten
terhadap bidang pendidikan akan menyadari
bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini
masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang
“sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang
seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya
seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan
tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem
pendidikan yang ada.
Masalah pendidikan adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan
“manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan
yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang
seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang
merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi
adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang
sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai
macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat
dan sebagainya.
Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan
instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering
digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang
menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri
dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa
dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung
industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen
dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru
disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.
1 Response to "Realitas Pemuda Indonesia: Hancurnya Moral Akhlak Remaja Indonesia"
Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'
Post a Comment